53. Gengsi

93 17 0
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

"Kenapa lo bisa sama Nika?"

Begitu pertanyaan yang dilontarkan oleh Haydan ketika aku keluar dari dalam mobil Nika.

"Emangnya kenapa, sih, Bang? Kak Fika aman kok sama aku. Masih utuh, nggak kehilangan sesuatu apa pun," jawab Nika seolah mewakiliku.

"Abang tanya sama Naya, bukan sama kamu," tukas Haydan menatap Nika tajam.

Aku yang melihat tatapan itu segera melerai keduanya. Tidak lucu bukan jika mereka saling berdebat hanya karena aku datang ke restoran ini bersama Nika dan bukan bersama Haydan?

"Udah, Dan. Kenapa jadi kayak debat gini, sih? Betul kok apa yang dibilang sama Nika. Aku baik-baik aja datang sama dia. Kamu nggak perlu khawatir, Dan," ujarku.

"Gue bukannya khawatir, Nay-"

"Kalau khawatir bilang aja, Bang. Nggak perlu gengsi kayak gitu," sela Nika. Gadis itu lantas menyerahkan paperbag berwarna cokelat yang berisikan kado yang ia beli kepada Haydan. "Nih, kado buat Abang. Kak Fika sama aku karena dia nemenin aku beli kado buat Abang. Jadi, Abang tenang aja."

Haydan menerima paperbag itu dan melirik isi dalamnya sekilas tanpa bersuara.

"Happy birthday, Bang. Eh, tapi, nggak etis banget aku ucapin selamat ulang tahunnya kayak parkiran gini. Ini semua karena ada yang nggak sabaran mau ketemu sama sang calon pacar, sih," cibir Nika yang membuat raut wajah Haydan berubah. Lelaki itu sepertinya hendak menyemburkan amarahnya, namun Nika terlebih dahulu mengalihkan pembicaraan dan pergi.

"Bang, mama dan papa udah di dalem restoran, kan? Aku masuk dulu, babaii!"

Setelahnya, hanya tersisa aku dan Haydan yang masih setia bertengger di parkiran salah satu restoran bintang lima termegah di kota ini.

"Jadi, lo nggak mau gue jemput karena pergi sama Nika? Buat nyariin gue kado?" tanya Haydan yang kini berjalan lebih dekat ke arahku.

Jika tadinya jarak kami satu meter, maka sekarang kata 'meter' itu sepertinya sudah dihapuskan.

"Nika yang nyari kado untuk kamu."

"Jadi, lo udah tahu, kan, kalau gue hari ini ulang tahun? Lo nggak beliin gue kado?" tanya lelaki itu seraya melihat ke kedua tanganku. Aku tidak membawa apa-apa, selain sebuah slingbag yang hanya muat sebuah ponsel dan dompet kecil.

"Kamu berharap dapat kado dari aku?" tanyaku tersenyum miring. Sengaja, aku ingin menggoda lelaki itu.

"Ya, nggak juga, sih. Cuma masa ada yang ulang tahun, nggak lo kasiin kado? Nika aja lo kasih kemarin," ujar Haydan yang terdengar kecewa. Entah itu hanya feeling-ku atau memang nyatanya begitu.

"Ternyata benar, ya, kata Nika. Kamu kuat gengsinya. Bilang aja mau dapet kado dari aku," cibirku yang membuat lelaki itu mendengkus.

"Udah, ayo, masuk. Kasihan papa mama kamu nungguin di dalem. Kamu tenang aja, aku udah siapin kado yang spesial untuk cowok paling gengsi sedunia," lanjutku mencibir Haydan, lantas berjalan memasuki restoran.

Saat aku melangkah, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menggandeng tanganku. Aku menoleh dan mendapati Haydan yang kini menatap lurus ke depan.

"Gue takut lo sesat kayak waktu itu," katanya yang mengingatkanku akan pertemuan kedua kami di kafe kala itu.

"Nggak akan sesat, Mas Haydan Acisclo yang lagi ulang tahun hari ini."

🍀🍀🍀

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang