19. Rosi

103 13 1
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

Setelah puas duduk dan merenung, aku memutuskan untuk kembali masuk ke kamar  Rosi tadi. Hatiku terasa menghangat ketika melihat Rosi yang sekarang tengah tertawa lebar karena gelitikan Haydan. Ekspresi yang berbanding terbalik dengan yang ditampilkan tadi sebelum bertemu dengan Haydan.

"Permisi,” ujarku lantas mengetuk pintu. Baik Haydan maupun Rosi menoleh kepadaku. “Aku boleh masuk?”

“Masuk aja, Nay.”

Setelah mendapat persetujuan dari Haydan, aku menginjakkan kakiku masuk ke dalam kamar milik Rosi.

“Dia siapa, Bang Adan?” tanya Rosi kepada Haydan. Sepertinya, ia sedikit takut melihat kedatanganku. Terbukti dari Rosi yang langsung mencengkeram erat tangan Haydan.

“Rosi, jangan takut, ya. Ini Kak Naya, temennya Bang Adan. Ayo, kenalan dulu. Kak Naya ini orangnya baik, loh.”

Entah yang keberapa kalinya, aku dibuat terhanyut dengan cara bicara Haydan yang tidak seperti biasanya. Lelaki ini seperti mempunyai dua sisi. Sisi yang ia tunjukkan kepadaku dan juga sisi yang ia tunjukkan pada keluarga keduanya di panti ini.

Aku mengulurkan tanganku ke hadapan Rosi dan memperkenalkan diri. “Halo, Anak cantik. Perkenalkan, nama Kakak Naya. Nama kamu siapa?”

Rosi terlihat sangsi melihat uluran tanganku. Ia masih sibuk mencengkeram tangan Haydan. Namun, karena dorongan dari Haydan yang ada di sampingnya, ia melepaskan cengkeramannya dan mulai membalas uluran tanganku. “Nama aku Rosi, Kak,” cicitnya yang masih terdengar jelas di telingaku.

“Nama kamu cantik banget, sama kayak orangnya,” pujiku dengan tulus. Rosi memang cantik, meski kulit di bawah matanya terlihat sedikit menghitam. Itu adalah bukti betapa berat beban yang ia hadapi sekarang.

"Kakak boleh duduk di sini?” Aku menunjuk ke arah ranjangnya. Tanpa menunggu lama seperti saat ia membalas uluran tanganku, Rosi langsung mengangguk.

Aku duduk di atas ranjangnya tanpa sedikitpun melepaskan senyuman yang ada di wajahku. “Tadi Kakak lihat, Rosi lagi asyik ketawa sama Bang Haydan. Lagi ketawain apa?”

“Nggak ada apa-apa. Tadi Bang Adan gelitikin badan Rosi, makanya Rosi ketawa,” ujarnya dengan perlahan dengan nada bicara khas anak-anak.

Sejauh ini, dapat kusimpulkan bahwa 'Adan' adalah nama panggilan dari Rosi untuk Haydan. Cukup spesial, menurutku.

“Oh, gitu. Ehm, Rosi udah makan belum?” tanyaku mencari topik. Sesekali, aku menoleh ke arah Haydan yang sepertinya tengah memperhatikan interaksiku dengan Rosi.

“Belum, Kak,” jawabnya. Aku berinisiatif untuk mengambil sekotak nasi yang mungkin masih ada di ruang tamu panti tadi.

“Karena Rosi belum makan, ini Kakak ambilin nasi buat Rosi,” ujarku sembari membuka tutup kotak nasi. Bau khas ayam bakar langsung menyerang masuk ke indra penciumanku. “Dari baunya aja enak banget, loh. Rosi mau makan? Biar Kakak suapin.”

Rosi tidak langsung menerima tawaranku. Ia terlebih dahulu melihat kepada Haydan seolah meminta perizinan.

“Rosi makan, ya. Bang Adan jamin, ayam bakarnya itu enak buanget. Rosi pasti bakal minta lagi kalau habis,” kata Haydan. Rosi lantas mengangguk.

“Tapi, Rosi maunya disuapin sama Bang Adan,” rengek anak perempuan itu.

“Loh, kenapa gak mau disuapin sama Kak Naya?” tanya Haydan seraya merapikan anak rambut Rosi yang sedikit mengganggu penglihatannya.

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang