Happy Reading
🍀🍀🍀
Kami melanjutkan acara makan—dalam rangka hari ulang tahun Haydan itu—dengan tenang, berusaha menikmati setiap hidangan yang tersedia di atas meja.
“Loh, Naya udah selesai makannya?” tanya om Ardi di saat aku membalikkan sendok dan garpu setelah menyelesaikan makan.
Aku mengangguk sopan lantas berujar, “Udah, Om.”
“Kalau belum kenyang, tambah aja, Naya. Jangan malu-malu,” timpal tante Lena yang membuatku menggeleng.
“Nggak usah, Tan. Naya udah kenyang,” ujarku.
Aku kemudian menarik tisu yang ada di atas kotak berwarna silver dan mengelap bibirku yang sedikit terkena bumbu kacang bekas makan tadi.
“Gimana makanannya, Naya? Enak?” tanya om Ardi yang kini juga telah menyelesaikan acara makannya.
Aku mengangguk. “Enak, Om.”
Aku tidak berbohong. Sebab, makanan di restoran ini benar-benar enak. Aku bahkan berkeinginan untuk membawa Buna datang ke restoran ini nantinya guna mencicipi betapa lezatnya setiap hidangan yang tersaji.
“Restoran ini punya temennya Om. Nanti kalau kamu mau makan di sini, sebut saja nama Om. Akan dikasih potongan harga spesial,” kata om Ardi yang membuatku tersenyum.
“Siap, Om, terima kasih banyak.”
Suasana kembali hening saat om Ardi izin ke toilet. Baik tante Lena, Nika, maupun Haydan masih sibuk menghabiskan makanan yang ada di piring mereka. Sepertinya, bukan mereka yang begitu lambat menghabiskan makanan, melainkan aku dan om Ardi yang terlalu cepat.
Selang beberapa waktu, Haydan menyelesaikan acara makannya. Dapat dibuktikan dari lelaki itu yang menelungkupkan sendok dan garpu di atas piring dan menarik selembar tisu dari tempatnya.
Aku menoleh kepada Haydan seraya meneliti setiap pergerakannya, hingga tanpa kusadari, tatapan kami menyatu pada detik yang ke sekian.
Aku terlebih dahulu memutuskan kontak mata di antara kami, sebelum lebih lama terjebak dalam kehangatan yang kudapatkan dalam manik mata Haydan.
“Lo belum ucapin happy birthday ke gue,” bisiknya mendekat di telingaku, membuat sekujur tubuhku seketika meremang. Aku memperhatikan tante Lena yang masih fokus memotong daging steak dengan sendok dan garpu, serta Nika yang kini sibuk berkutat dengan ponselnya, kemudian baru memberanikan diri untuk kembali menatap Haydan. “Lo juga belum ngasih gue kado.”
“Ehm, di sini ada taman?” tanyaku. Lelaki itu mengangguk. Seperti paham dengan maksud pertanyaanku, Haydan lalu berpamitan kepada tante Lena dan Nika untuk membawaku ke taman di belakang restoran ini.
“Kita udah di taman, nggak ada seorang pun yang bakal dengar ucapan selamat ulang tahun yang spesial dari lo,” kata Haydan yang terlebih dahulu duduk di bangku taman.
Sementara itu, aku masih sibuk menelaah ke sekitar taman yang dipenuhi pepohonan hijau ini sembari merangkai kata-kata ucapan selamat ulang tahun untuk Haydan.
Aku menarik napas dalam-dalam, sebelum duduk di sebelah lelaki itu.
Aku menatap kedua bola matanya. “Happy level up day, Dan.”
Itu ialah kalimat pertama yang keluar dari bibirku.
“Mungkin, pertemuan kita sedikit nggak berkesan, tapi thanks for made my day more colorful than before.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Life [ Completed ✔ ]
RomancePertemuan Hafika dengan Haydan Acisclo membuat Hafika harus terjebak bersama lelaki itu. Hafika terpaksa menjadi pacar pura-puraan Haydan untuk membayar utangnya. Belum lagi, ia harus kembali berurusan dengan keluarga besarnya karena kehadiran Marin...