6. Deal

209 26 2
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

“Jadi, gimana? Deal, nggak?”

Kurasa, ini sudah ke sekian kalinya ia menanyakan pertanyaan serupa. Aku memang belum menjawab pertanyaannya tersebut sedari tadi, karena asyik mengorek informasi darinya. Mengingat, kata "pacar pura-puraan" terlalu sulit dicerna olehku.

“Bentar, jangan main desak-desakan dulu. Aku tarik kesimpulan dulu. Jadi, papa kamu mau jodohin kamu sama cewek itu karena dia takut kamu itu jomlo alias gak punya pasangan seumur hidup. Tapi, kamu gak mau sama cewek itu karena dia terlalu angkuh. Begitu, kan?”

Lelaki yang akhirnya kuketahui bernama Haydan itu menganggukkan kepalanya. Artinya, kesimpulan yang kutarik itu benar.

Tapi ... mengapa lelaki setampan Haydan tidak mempunyai pacar? Bahkan, sejak pertama aku melihatnya, kupikir dia adalah tipikal lelaki buaya yang hobinya melemparkan gombalan maut kepada kaum hawa.

“Kenapa bengong?”

Aku seketika tersadar dari lamunan ketika Haydan melambaikan tangannya di hadapanku. Mengapa aku jadi sering melamun seperti ini? This is not me.

Hei, kerasukan lo, ya?”

“Enak aja,” ucapku kesal sembari menepuk telapak tangan Haydan yang masih mengawan di hadapanku.

“Ya, habisnya lo bengong gitu. Gue kirain, habis kerasukan. Soalnya, menurut kabar burung yang gue dapet, kafe ini tuh horor di setiap malam Jumat. Katanya sih pernah ada yang bunuh diri di kafe ini. Dia—”

“Stop!” teriakku sebagai refleks. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Berbagai tatapan aneh dikeluarkan oleh para penghuni kafe ke arahku akibat refleksku tadi. Aku merasa begitu malu. Ini semua gara-gara Haydan. Ia tiba-tiba membahas cerita horor yang paling tidak aku sukai.

Ah, sejujurnya, aku memang lemah di cerita horor. Aku ini penakut. Pernah sekali aku diceritakan cerita horor oleh salah satu teman kampusku dan aku berakhir mengenaskan dengan cara pingsan di tempat. Sungguh, itu adalah pengalaman terburuk sekaligus memalukan sebab acara pingsanku tidak mengenal tempat. Saat itu, kami sedang ada di taman kampus. Hal itu berakhir dengan namaku yang menjadi viral di kampus.

“Aku ingatin sekali lagi, aku itu gak kerasukan. Aku cuma heran aja, kenapa bisa ya kamu gak punya pacar?”

“Kenapa bisa gak bisa?”

“Ya, kamu kan lumayan ganteng. Pastinya, banyak cewek yang ngantre buat jadi pacar kamu.”

Oh God, kalimat itu terucap begitu saja dari mulutku. Jangan sampai lelaki di hadapanku ini menjadi besar kepala.

“Emang, sih. Banyak yang ngantre buat jadi cewek gue,” ujarnya dengan nada yang biasa saja—tidak terdengar angkuh atau penuh dengan overpede—. “Cuma, masalahnya gue gak pernah mau berurusan sama cewek, apalagi sampai jadi pacar.”

“Kenapa gitu?”

“Cewek itu ribet. Dan, gue paling anti sama hal-hal sejenis itu. Buang-buang waktu aja buat gue mahamin kriteria setiap cewek. Mending, gue lakuin hal yang lebih berguna.”

“Jadi, kamu belum pernah pacaran?”

Haydan menganggukkan kepalanya.

“Kalau gitu sama, ya. Aku juga tipikal orang yang malas berhubungan dengan hal bernama pacaran.”

“Oh, lo juga belum pernah pacaran?”

“Iya, jangankan pacaran, suka sama orang aja gak pernah,” terangku.

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang