Happy Reading
🍀🍀🍀
“Habis dari mana, sih, kalian?” tanya Nika saat aku dan Haydan baru saja kembali.
“Habis nyari capung di luar,” jawab Haydan asal.
Sementara itu, aku masih bergeming, mencoba untuk menetralkan degup jantungku yang rasa-rasanya tidak normal. Sebab, ia berdetak berkali-kali lipat lebih cepat dibanding biasanya.
Pertanyaan Haydan yang tadi bahkan masih terngiang di benakku dan membuatku sulit mengontrol senyumku untuk tidak kembali mengembang.
Aku sendiri juga masih bingung, bagaimana bisa aku dengan secepat itu dapat memberikan jawaban kepada lelaki itu.
“Nay, would you be mine?”
Duniaku seolah bergerak melambat saat pertanyaan itu terlontar dari bibir Haydan tadi, dan tanpa menunggu menit-menit berjalan lebih jauh, aku sudah memberikan jawaban untuk Haydan.
“Yes, I would, Dan.”
Tante Lena yang sepertinya aneh melihat aku dan Haydan yang saling bertatapan dan tersenyum satu sama lain bertanya, “Ini kalian berdua kenapa senyum-senyum kayak gitu dari tadi?”
“Roman-romannya, kayaknya ada yang bahagia banget, nih,” ledek Nika.
Aku segera memalingkan mukaku dan beralih menatap ponsel yang tidak sedang membuka aplikasi apa-apa. Hanya sekadar untuk sesi pengalihan dari introgasi lebih lanjut.
“Kalian balikan?” Om Ardi bertanya dengan nada serius nan tegasnya.
“Balikan? Emangnya, sejak kapan kami pernah putus?” Haydan menyela.
“Lah, yang kemarin galau-galau apaan tuh kalau nggak putus,” cibir Nika tanpa mengalihkan atensinya dari ponsel yang ada di genggaman. Aku geleng-geleng kepala dibuat gadis yang hobi mengacau abangnya itu.
“Kan, pacarannya pura-pura, otomatis putusnya juga pura-pura. Jadi, nggak ada kata balikan. Iya, nggak, Nay?”
Aku yang tidak mendengar jelas kalimat Haydan hanya manggut-manggut saja.
“Jadi, kalian beneran pacaran sekarang?” tanya tante Lena. “Akhirnya, punya calon mantu beneran jugaaa,” lanjutnya seraya berseru, seolah-olah baru memenangkan lotre.
“Baguslah kalau kalian sudah resmi berpacaran. Papa bangga sama kamu, Haydan, kamu sudah berani mengutarakan isi hati kamu kepada Naya,” ujar om Ardi tersenyum. “Papa cuma pesan satu hal, Haydan. Jaga Naya baik-baik. Karena bisa saja ada banyak orang yang berniat jahat kepada Naya.”
“Maksud Papa apa?”
“Papa sudah tahu siapa pengemudi mobil yang hendak menyerempet Naya di mall tadi.”
Aku menoleh kepada Nika yang saat ini ekspresi kami sama, sama-sama membulatkan kedua bola mata kami.
“Beneran Om udah tahu?” tanyaku. Om Ardi mengangguk tanpa keraguan.
“Siapa, Pa?” Kali ini, Haydan yang bertanya.
“Orang itu orang yang kalian kenal.”
“Marinka?” tebak Haydan dan Nika bersamaan. Juga, aku yang bersuara dalam hati.
“Iya, Marinka. Tadi Papa sudah meminta orang suruhan Papa untuk mengecek CCTV di tempat kejadian. Dia nggak dapat melihat wajah Marinka dengan jelas. Cuma, dia berhasil dapatkan plat mobilnya dan setelah Papa lihat, itu adalah mobil yang biasa dipakai oleh Marinka.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Life [ Completed ✔ ]
RomancePertemuan Hafika dengan Haydan Acisclo membuat Hafika harus terjebak bersama lelaki itu. Hafika terpaksa menjadi pacar pura-puraan Haydan untuk membayar utangnya. Belum lagi, ia harus kembali berurusan dengan keluarga besarnya karena kehadiran Marin...