45. Pak Wahyu

76 13 2
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

“Selamat menikmati, Mas, Mbak.”

Seketika, meja kosong kami diisi dengan beberapa hidangan menu yang terlihat menggugah selera. Aku tidak tahu pasti nama makanannya, mengingat semua ini ialah pesanan Haydan. Aku menyerahkan menu makan siangku kepada lelaki itu, sebab tidak mampu membaca lebih lanjut buku menu yang berbahasa Prancis tadi.

Pesanku pada Haydan hanya satu. “Yang penting enak.”

Dan, tibalah menu pesanan Haydan sekarang.

“Ini enak, kan, Dan?” tanyaku memastikan dengan sendok juga garpu yang kini berada di masing-masing tanganku.

“Kalau nggak enak, lo boleh buang kok makanannya,” kata lelaki itu yang membuatku mendesis.

“Nggak boleh buang-buang makanan, Dan. Gak baik.”

“Ya, habisnya, lo banyak protes. Udah, cona makan aja dulu. Gue jamin, enak. Yang paling penting, nggak buat lo keracunan,” ujar Haydan sebelum menyuapkan makanan ke mulutnya.

Karena ucapan Haydan terdengar menjanjikan, maka aku langsung menyantap saja makanan yang ada di hadapanku saat ini. Menang benar, rasanya enak.

“Kalau makan itu, yang bener,” celetuk Haydan seketika yang membuatku mengangkat kepalaku. Tangannya lantas terulur mendekat ke wajahku. Jari lelaki itu dengan lembut mengusap sudut kanan bibirku, membuatku refleks menahan napas. “Kayak anak kecil aja makannya sampai belepotan kayak gini,” lanjutnya kemudian menarik tisu untuk membersihkan jarinya.

Sementara itu, aku masih sibuk mengontrol detak jantungku yang sedikit tidak normal. “Ma-makasih, Dan,” ujarku.

“Sama-sama.”

Setelah itu, aku kembali memakan makananku. Kali ini, dengan sedikit perlahan agar tidak kembali belepotan seperti tadi.

“Makanannya enak?” tanya Haydan.

Aku refleks mengangguk dan tersenyum antusias. “Enak banget.”

“Lo suka?”

Aku kembali mengangguk.

“Oke.” Lelaki itu lalu meletakkan sendok dan garpunya ke atas piring. Ia membunyikan suara lewat jentikan jarinya untuk memanggil pelayan.

“Ada yang bisa saya bantu, Mas?” tanya pelayan itu.

“Tolong bungkusin satu lagi, ya, yang kayak gini.”

“Baik, Mas. Ditunggu sebentar, ya.”

Setelah pelayan itu pergi, aku lantas membisikkan sesuatu kepada Haydan.

“Aku udah kenyang, Dan. Ngapain dibungkus lagi?”

Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring. “Gue bungkusin buat nyokap lo, Nay. Bukan buat lo,” ujarnya yang membuatku harus menelan mentah-mentah rasa malu itu.

“Cie, kegeeran, ya?” ledeknya yang membuatku seketika kehilangan nafsu makan.

🍀🍀🍀

“Makasih buat traktirannya,” ucapku kepada Haydan setelah lelaki itu masuk ke dalam mobilnya. “Tapi, lain kali, makannya nggak usah di restoran, ya. Yang biasa-biasa aja,” lanjutku yang tidak tahan melayangkan komplain.

Tawa lelaki itu seketika terdengar. “Makasih juga karena udah nemenin gue makan,” katanya.

“Tapi, lain kali kalau ditanya mau makan di mana, jawabnya nggak usah terserah. Yang kreatif dikit.”

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang