4

30.6K 1.4K 26
                                    

Ruang makan di kediaman Sean Dwirg pagi ini terasa ramai karena kehadiran 3 anggota keluarga yang akan menempati rumah besar ini bersama Sean. 

Siapa lagi ketiga orang itu jika bukan Samuel, Abel, dan juga Satya. Mereka mulai menyantap sarapan dalam diam dengan Sean sebagai pemimpin.

"Sam, apa kamu sudah memikirkan mengambil alih perusahaan papa?"

Sam yang mendapat pertanyaan papanya menghentikan gerakannya sejenak untuk menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut. Pria itu kemudian menjawab, "aku tidak tertarik. Lagi pula papa sudah memilih pemimpin yang cocok kemarin, bukan?"

"Yah, memang. Tapi alangkah lebih baiknya kalau itu kamu."

"Tidak." Sam menggeleng kepalanya pelan. "Aku sudah nyaman dengan beberapa restoran dan cabang yang aku miliki." 

Sean menganggukkan kepalanya dengan keputusan putranya yang memang tidak bisa diganggu gugat. Tidak masalah jika Sam tidak mau mengambil alih perusahaannya yang berada di Indonesia.  Toh, seleksi pemimpin baru perusahaan sudah ditetapkan juga oleh perusahaan. Namun, jika memang Sam tertarik, dia tidak masalah untuk mengatur ulang.

Usai sarapan, Sean masuk ke dalam ruang olahraga miliknya dan memulai aktivitas pagi seperti biasa. Sementara Abel mengantarkan kepergian suaminya ke pintu untuk bekerja. Baru setelah itu Abel dan Satya masuk ke dalam lift yang membawa mereka ke lantai 3.

Beginilah aktivitas Abel seharian bersama anaknya di rumah. Papa mertuanya tidak pernah usil  dengan apa yang dia lakukan.

Siang harinya Sean melangkah keluar dari rumah dengan membawa mobil miliknya yang hanya bisa ditempati dua orang.  Sengaja pria itu membawa mobil sport menuju kampus tempat pujaan hatinya belajar agar siapa tahu gadis pujaannya berniat untuk pulang bersama.

Sesampainya di kampus, Sean langsung menuju kantor tempat di mana temannya saat ini berada. Siapa lagi jika bukan Adam yang menyambut kedatangannya dengan wajah masam.

"Kamu tidak bosen, datang ke kampus setiap hari untuk menemui pujaan hatimu?" Adam bertanya seraya mendudukkan dirinya di sofa dalam ruang kerjanya.

"Kalau orang sedang jatuh cinta, itu tidak akan pernah merasa bosan, Adam. Kamu tahu sendiri 'kan? Bukan kah kamu juga pernah merasakannya saat kamu bersama istrimu itu." Sean berujar dengan santai. "Ada Ameer?"

"Ini di kampus, Mas. Bukan di kelab atau rumahmu yang bisa punya Amer." Adam mendengus sambil menatap sahabatnya itu.  "Kalau aku lihat, progres mas Sean segitu-segitu saja. Tidak ada kemajuan yang berarti."

"Tentu saja aku harus pelan-pelan untuk mendekati pujaan hatiku, Adam. Aku tidak mau terburu-buru. Aku akan membuat dia jatuh cinta padaku, kemudian akan aku genggam semua miliknya dalam tanganku." Pria itu menyeringai sambil menatap telapak tangannya.

"Kamu mungkin sudah gila, Mas."

Sean hanya mengangkat bahunya acuh. Selama ia bisa mendapatkan Anjani dalam hidupnya, tidak masalah jika ia harus melakukan pendekatan secara pelan-pelan. Anjani tentu saja berbeda dengan wanita kebanyakan yang selalu menghangatkan ranjangnya selama ini. Jika wanita-wanita itu akan melemparkan tubuh mereka dengan sukarela padanya, maka hal itu tentu saja tidak berlaku pada Anjani.

Setelah ke ruangan sahabatnya, Sean kemudian langsung pergi ke perpustakaan di mana Anjani saat ini berada.

Pria itu mengetahui  di mana keberadaan gadis pujaannya melalui kamera pemantau yang berada di ruangan Adam.

Perpustakaan tentu saja sudah dikosongkan dengan penjaga yang sudah diminta keluar oleh Sean.

Pria itu berhasil masuk ke dalam perpustakaan dan langsung mengambil posisi duduk di samping Anjani.

Menyadari keberadaannya, gadis itu tanpa sadar langsung berdiri dari kursi dan bergerak menjauh darinya.

Sean menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Senyumnya tersungging kemudian ia dengan cepat berdiri dan memeluk Anjani dari depan. Kedua tangannya melingkar di punggung dan pinggang Anjani dengan erat hingga membuat gadis malang itu tidak bisa bergerak dengan bebas.

"Lepaskan aku, Pak! Tolong jangan ganggu aku lagi. Harus berapa kali aku katakan?" Anjani berusaha untuk mendorong dada yang tertutup kemeja putih itu. Namun, tenaganya seperti semut mendorong gajah. Tidak berarti apa-apa bagi seorang Sean Dwirg yang memang rajin berolahraga.

"Sayang, aku rindu kamu. Tentu saja kita harus berpelukan seperti ini supaya kita bisa melepas rindu," ujar Sean tak tahu malu.

Pria itu tersenyum lebar kemudian mendekatkan wajahnya ke bibir Anjani.  Semula ia hanya ingin memberi kecupan ringan, namun bibir gadis itu seperti memiliki magnet untuk  menempelkan bibir mereka.

Pemberontakan Anjani berakhir dengan sia-sia. Nyatanya pria itu tetap  melakukan apa yang diinginkannya. Lumatan di bibirnya yang sangat lembut membuat fokus gadis itu akhirnya terpecah. Ia memejamkan matanya menerima semua yang dilakukan oleh pria berusia 45 tahun di hadapannya itu.

Anjani pasrah menerima serangan yang dilakukan oleh Sean. Apa lagi, gerakan yang lembut di bibirnya membuat tubuh Anjani melemas.

Sean memiringkan kepalanya dengan mata terpejam menikmati bibir yang sudah menjadi candunya itu. Pria itu mengeratkan pelukannya pada Anjani yang hanya bisa bersandar pasrah.

Sean melepaskan tautan bibir mereka.  Jari telunjuknya bergerak mengusap sudut bibir Anjani yang terdapat sedikit liur sambil tersenyum senang.

Sean kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Anjani sambil berbisik. "Pulang kuliah nanti bareng sama aku. Aku antar kamu ke restoran."

Pria itu mengecup telinga Anjani sebelum akhirnya ia berbalik pergi dengan wajah puas.

Sementara Anjani yang ditinggalkan menyentuh bibirnya yang baru saja dijamah oleh pria 45 tahun tersebut.

Anjani menatap punggung Sean yang sudah menghilang di balik pintu.

"Aku sepertinya tidak bisa lagi menahan perasaan ini," gumam Anjani pada dirinya.

Gadis itu sebenarnya merasa nyaman  saat berada di dekat Sean. Gadis itu merasakan figur seorang ayah dari Sean yang selama ini tidak ia dapatkan. Namun, karena perbedaan usia ia berusaha untuk menepis perasaannya pada pria itu. Terlebih lagi, pria yang baru saja pergi dari hadapannya sudah memiliki seorang cucu.

Anjani tersentak kemudian menatap jam dinding perpustakaan. Gadis itu membuang pikirannya tentang Sean dan memilih untuk bergegas ke kelasnya yang sebentar lagi akan dimulai.

"Tadi malam aku lihat kamu di restoran. Tapi, sepertinya kamu terlalu sibuk sampai tidak sadar kalau ada aku."

Anjani menoleh dan menatap Haris berjalan di sampingnya. Haris memang pemuda tampan. Namun, Anjani sama sekali tidak tertarik padanya.

"Maaf, Kak. Mungkin karena restoran ramai jadinya aku tidak melihat keberadaan kakak." Anjani tersenyum menyesal. "Kak, aku pergi duluan, ya. Kelasku sebentar lagi akan dimulai."

Gadis itu melempar senyum pada Haris sebelum akhirnya ia melangkah dengan terburu-buru menuju kelasnya dan meninggalkan Haris yang masih ingin berbincang dengannya.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang