Pagi menyapa dan Anjani terbangun ketika mendengar suara beberapa orang yang berada di dekatnya.
Perempuan cantik itu membuka kelopak mata dan menemukan suaminya yang kini duduk di sebelahnya sambil menggenggam tangan kanannya.
Anjani membelalakkan matanya tidak percaya ketika melihat kehadiran Sean sudah ada di dekatnya.
Anjani tahu jika saat ini ia berada di rumah sakit. Perempuan itu tidak tahu jika suaminya ternyata sudah pulang.
"Mas? Kamu sudah pulang? Kapan? Kenapa aku tidak tahu kalau kamu sudah pulang?" Anjani langsung bertanya ketika dokter dan perawat keluar setelah memeriksa kondisinya.
Perempuan cantik itu tersenyum manis menatap suaminya yang kini menunduk dan membalas senyumannya.
Tidak lupa Sean juga mendaratkan cuman di kening Anjani, membuat perempuan itu memejamkan mata menikmati sentuhan yang dilakukan oleh suaminya.
"Aku tiba menjelang subuh tadi. Dari sana langsung cepat-cepat pulang ke sini. Sayang, apa yang kamu rasakan sekarang?" Sean bertanya dengan tangannya yang menggenggam tangan Anjani.
"Tubuhku hanya sakit-sakit biasa, Mas. Mungkin, beberapa hari juga bakalan sembuh dan tidak merasakan sakit seperti ini lagi," kata Anjani menatap suaminya. "Mas pasti belum istirahat. Kenapa tidak tidur dulu?"
"Tidak apa-apa, Sayang. Beberapa jam sebelum tiba, aku memang sudah tidur di pesawat. Kamu mau makan apa? Biar aku pesankan untuk kamu."
Anjani menggelengkan kepalanya dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya. "Aku mau sarapan bubur ayam saja."
Sean menganggukkan kepalanya kemudian mengambil ponsel yang ia letakkan begitu saja di atas nakas untuk memesan bubur yang diinginkan oleh istrinya.
"Kamu jangan takut lagi karena ada aku di sini yang pasti akan melindungi kamu. Jangan menghalangi aku untuk membalas dendam orang yang sudah berani melukai kamu. Kamu adalah pusat duniaku dan duniaku tidak boleh terluka," ujar Sean mengecup tangan Anjani.
"Iya, Mas. Aku akan menurut dan tidak melarang apapun yang ingin Mas lakukan."
Anjani tentu saja tidak mau membuat suaminya khawatir dan mengikuti saja apa yang akan dilakukan oleh suaminya pada Laura bersama teman-temannya yang sudah berani melukai dirinya.
Telapak tangan Sean kemudian beralih menyentuh perut Anjani yang masih ditutup dengan selimut.
"Sayang, ada calon bayi kita di sini, di perut kamu. Kamu tahu, aku bahagia sekali karena Dokter bilang kalau kamu ternyata hamil 5 minggu."
Anjani spontan membelalakkan matanya tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh suaminya.
"Mas serius kalau aku hamil? Hamil anak kamu, Mas?" Mata Anjani mulai berkaca-kaca membayangkan jika sebentar lagi akan menjadi seorang ibu.
"Iya, Sayang. Kamu hamil. Nanti kita bisa USG buat lihat jenis kelaminnya."
Ucapan Sean tentu saja mendapat tepukan hangat di pundak oleh Anjani yang terkekeh mendengarnya.
"Mas, usianya baru 5 minggu dan bahkan organ tubuhnya belum terbentuk. Mana bisa USG. Paling-paling kita menunggu 5 atau 6 bulan lagi supaya bisa melihat dengan jelas jenis kelaminnya." Anjani menurunkan selimut dan menatap perutnya yang masih rata. "Mas mau anak laki-laki apa perempuan?"
Sean meletakkan tangannya di atas punggung tangan Anjani yang memang masih berada di atas perut ratanya.
"Mau laki-laki atau perempuan itu sama saja. Bagiku yang terpenting adalah kamu dan calon anak kita sehat. Kalau dia laki-laki berarti aku sudah punya 4 putra. Kalau dia perempuan, berarti aku punya tiga putra dan 1 putri." Sean tidak pernah mempermasalahkan jenis kelamin anak-anaknya.
"Oh, iya, ngomong-ngomong soal anaknya Mas Sean, aku belum pernah melihat keduanya. Hanya ada Samuel saja yang aku tahu," ujar Anjani baru ingat.
Sean pernah bercerita padanya jika ia memiliki tiga orang putra dan mereka semua tidak berada di satu tempat yang sama.
Hanya Samuel saja yang ada di dekat Sean dan diketahui oleh Anjani tentunya.
"Kamu mau bertemu dengan anak-anak kita? Oke, nanti aku suruh mereka untuk pulang ke Indonesia dan berkenalan dengan mama mereka."
Spontan saja Anjani membelalakkan matanya mendengar apa yang diucapkan oleh suaminya.
"Mas, jangan suruh mereka datang ke sini. Siapa tahu mereka lagi sibuk di sana makanya tidak pernah datang." Anjani mengusap wajah Sean. "Setidaknya anak kita nanti memiliki tiga orang kakak laki-laki yang pasti akan melindunginya kelak."
"Iya, Sayang. Nanti aku bakalan minta Arnold dan juga James, serta Samuel biar bisa menjadi kakak yang baik untuk calon anak kita kelak."
Anjani tersenyum senang mendengar apa yang diucapkan oleh suaminya.
Mereka mengobrol sejenak sebelum akhirnya Anjani minum obat dan memilih untuk tidur dengan rasa kantuk yang datang menghampiri dirinya.
Setelah memastikan istrinya tertidur dengan lelap, Sean kemudian bangkit dari tempat duduknya dan merapikan selimut hingga batas dada Anjani
Pria itu menunduk dan mengecup kening sang istri, sebelum akhirnya ia melangkah keluar dan menemukan pengawalan ketat di depan ruangan istrinya.
"Saya minta tiga orang untuk menjaga di depan ruang rawat. Kalian juga hubungi dokter dan suster untuk menjaga istri saya selama saya pergi."
Sean menatap mereka semua yang kini mengangguk dengan sopan.
Tentu saja ada bayaran yang setimpal untuk suster dan dokter yang ditugaskan untuk menjaga istrinya selama ia pergi beberapa waktu mendatang.
Pria itu kemudian meminta Effendi dan juga Johan untuk pergi ikut bersamanya ditambah dengan dua orang bodyguard lagi.
Tujuan utama Sean langsung pergi ke rumah kedua orang tua Reni. Pria itu tidak akan memenjarakan Laura, karena baginya, Laura masih bisa bebas, sementara istrinya yang mengalami luka dan trauma tidak akan bisa dihilangkan dengan cepat.
Apalagi dirinya tahu jika keluarga dari Reni Wijaya pasti memiliki koneksi untuk membebaskan gadis itu. Maka jalan satu-satunya adalah dengan menghancurkan akar dari keluarga Wijaya terlebih dahulu.
Tiba di kediaman orang tua Reni Wijaya yang kebetulan saat ini sedang ramai karena memang ada acara, membuat Sean tersenyum puas karena dia datang di waktu yang sangat tepat.
Sean langsung melangkah masuk ke dalam rumah luas dan mewah dengan diikuti oleh beberapa pengawalnya.
Di sebelahnya ada Efendi yang memegang tas berisi banyak barang bukti.
Kedatangan Sean tentu saja mengejutkan keluarga Reni Wijaya serta tamu-tamu yang hadir.
Anton Wijaya yang rambutnya sudah memutih namun masih terlihat tegap melangkah menghampiri di mana Sean saat ini berdiri dikawal oleh para pria berseragam hitam di belakangnya.
"Sean, ada apa kamu datang kemari? Bukankah, urusan kerjasama kita sudah selesai dari beberapa waktu yang lalu?" Anton Wijaya menatap Sean. Dalam hatinya berharap agar putrinya bisa mendapatkan sosok suami seperti Sean yang memiliki kekayaan melimpah. Tentu saja kehidupan putrinya dan keluarga mereka pasti akan terjamin dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh Sean.
Andai saja Sean mau melamar putrinya tentu saja Anton pasti akan merasa sangat senang.
Sean tersenyum miring menatap Anton. "Aku datang ke sini bukan untuk membahas soal kerjasama kita yang sudah selesai."
"Lalu, apa?" Anton mengerut keningnya tidak mengerti.
"Aku datang kemari untuk membalaskan dendam istriku. Tentunya dimulai dari kalian."
Apa yang diucapkan oleh Sean tentu saja membuat Anton dan keluarganya menatap bingung pada pria di hadapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...