Anjani mengerut keningnya saat tiba di kampus keesokkan harinya.
Perempuan cantik itu dapat mendengar topik pembahasan mereka kali ini adalah tiga orang mahasiswa laki-laki dari jurusan teknik ditemukan dalam kondisi tak sadarkan diri dan babak belur di belakang perpustakaan.
Topik ini menyebar ke mana-mana hingga membuat banyak orang bertanya-tanya siapa pelaku yang sudah menghajar ketiga mahasiswa tersebut.
"Aku tidak tahu siapa orang yang dengan tega bisa memukul mahasiswa kita. Semoga saja pelakunya ketemu."
"Aku menduga kalau pelakunya pasti lebih dari 10 orang. Buktinya mereka bertiga bahkan bisa sampai babak belur seperti itu dalam kondisi yang mengenaskan."
"Aku dengar-dengar juga salah satu di antara mereka bahkan ada yang sampai kritis. Untungnya mereka selamat semua."
"Tapi walaupun mereka selamat tentu saja katanya ada salah satu di antara mereka yang tangan kirinya patah."
"Oh, iya? Penyerangan brutal ini cukup mengerikan. Kita harus waspada jangan sampai kita yang menjadi korban selanjutnya."
"Waspada memang harus. Tapi, coba kalian pikirkan, siapa orang yang berani mukul mahasiswa di kampus kita ini? Aku menduga kalau mereka bukan bertengkar dengan sesama teman. Bisa saja itu preman-preman di luar sana 'kan?"
"Tapi mereka anak-anak orang kaya. Tidak mungkin mereka berurusan dengan preman."
Ada banyak pembicaraan di kampus yang kali ini membahas soal mahasiswa yang ditemukan dalam kondisi mengkhawatirkan di belakang perpustakaan.
Berhubung itu tidak ada hubungannya dengan Anjani, perempuan cantik itu tetap melanjutkan perjalanannya menuju kelas.
Sampai kemudian topik itu kembali datang dan bahkan Vania yang entah sejak kapan sudah duduk di sebelahnya bersama dua orang perempuan lainnya membahas soal ketiga mahasiswa tersebut.
"Kalau kataku 'sih mungkin saja mereka melakukan sesuatu yang membuat orang lain kesal," ujar Nirina. "Makanya mereka dipukul sampai babak belur seperti itu."
"Aku juga menduga seperti itu. Bisa saja yang melakukannya adalah orang-orang dewasa. Kalau seumuran dengan mereka pasti 'kan tidak sampai ketiganya sama-sama babak belur." Kali ini Vania menimpali dengan tak kalah semangat. "Anjani, kamu tahu tidak berita heboh di kampus?"
Melani langsung menoleh menatap Vania. "Kalau kamu tanya tentang berita kampus tentu saja Anjani tidak tahu. Tapi, kalau soal materi pelajaran pasti dia bakalan tahu."
Vania terkekeh sambil menepuk dahinya pelan. "Aku hampir saja lupa kalau Anjani pasti tidak tahu apa-apa."
"Anjani hanya tahu belajar," timpal Nirina sambil tertawa.
Sementara Anjani hanya menatap mereka bertiga dalam diam dan tidak berkomentar apapun karena memang faktanya apa yang dikatakan oleh mereka seperti itulah nyatanya.
"Tadi pagi, tukang bersih di kampus menemukan tiga orang mahasiswa kita tergeletak di belakang perpustakaan. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Ada yang giginya copot, ada yang kepalanya pecah, dan bahkan tangan patah. Pokoknya mereka semua babak belur deh. Coba kamu lihat foto-foto mereka di portal kampus, kamu pasti bakalan ketakutan setengah mati."
Vania saja yang tidak sengaja melihat foto-foto tersebut langsung bergidik ngeri.
"Oh, iya? Terus?"
"Mereka dibawa ke rumah sakit dan polisi lagi menyelidiki masalah ini. Semoga saja mereka selamat," sahut Vania mengangkat bahunya.
Anjani menganggukkan kepalanya mengerti. Melanie dan juga Nirina tahu jika respon Anjani akan seperti itu.
"Ngomong-ngomong Anjani, kamu kenapa tidak klarifikasi tentang masalah kamu di portal gosip?"
"Soal?"
"Kamu yang dibilang simpanan om-om. Kalau tidak benar harusnya kamu klarifikasi. Biar mereka berhenti untuk menghina kamu. Akun gosip yang membahas tentang kamu yang menjadi simpanan om-om masih panas. Aku saja sampai ngeri sekali melihat komentar orang-orang," ujar Melani pada Anjani.
"Biarkan saja orang mau berkomentar apa." Anjani memang tidak peduli dengan apapun yang membahas tentang dirinya. Baginya yang terpenting adalah ia hidup dengan aman dan sehat, serta mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakannya.
Baik Vania maupun kedua temannya yang lain tidak memaksa Anjani jika memang perempuan itu tidak mau mengklarifikasi masalah yang sebenarnya terjadi.
"Lagi pula aku bukan simpanan om-om. Aku adalah istri sah dari laki-laki yang mereka maksud."
Perkataan Anjani spontan saja membuat baik Melani maupun Nirina terkejut mendengar fakta yang baru saja disampaikan oleh Anjani.
"Iya, guys, jadi Anjani itu sebenarnya sudah menikah dengan laki-laki yang ada di foto itu. Aku sama Lukas dan juga Enrico sudah lihat kok suaminya Anjani. Meskipun usianya sudah dewasa, tapi masih kelihatan sangat tampan. Bule lagi. Aku juga sudah memastikan kalau suami Anjani itu tidak punya istri selain dia."
Sekejap saja bola mata Melani dan juga Nirina melebar ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Vania.
"Bule? Ya ampun Anjani dapat bule? Gila kalau bule sih cakep-cakep coy. Aku aja pengennya dapat suami bule," timpal Nirina dengan penuh semangat.
"Aku juga. Apalagi kalau bule 'kan anunya besar," sahut Melani, yang spontan mengundang gelak tawa Vania dan juga Nirina.
Sedangkan Anjani sendiri hanya menundukkan kepalanya dalam diam. Andai saja ketiga gadis itu sadar jika saat ini wajah dan telinga Anjani sudah memerah ketika membahas soal milik laki-laki. Terutama milik suaminya itu yang memang sangat besar.
Awal pertama memasuki dirinya saja Anjani merasa kesakitan yang luar biasa. Untungnya sudah ratusan kali mereka melakukan hubungan badan, Anjani sudah terbiasa dan kalau boleh jujur jadi ketagihan.
Ah, ngomong-ngomong soal Sean, Anjani merindukan pria itu.
Nanti malam Anjani berniat untuk menggoda Sean dengan melakukan panggilan video. Di mana Anjani akan memakai pakaian yang dibelinya dua hari yang lalu.
Tidak tahu kenapa dua hari yang lalu Anjani tiba-tiba ingin belanja dan membeli beberapa lingerie dengan warna menantang.
Mungkin Sean belum pernah melihatnya memakai itu, maka Anjani akan menggodanya nanti malam siapa tahu itu adalah salah satu penyemangat agar suaminya bisa menyelesaikan tugasnya di sana dengan cepat dan pulang ke Indonesia.
"Kamu pasti lagi mikirin yang jorok-jorok 'kan?" Vania langsung menepuk pundak Anjani, membuat perempuan itu tersentak dan spontan menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak ada memikirkan apa-apa. Kamu salah kali."
"Ah, kamu memikirkan juga tidak masalah. Apalagi kamu 'kan sudah punya suami."
Vania mengedipkan matanya pada Anjani, membuat perempuan itu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
Sementara di sisi lain Sean tentu saja berusaha keras agar pekerjaannya di sini cepat selesai.
Pria tampan itu tentu saja tidak sabar untuk pulang ke Indonesia dan bertemu dengan istrinya tercinta.
Bagi Sean, harta bukanlah apa-apa. Tapi, bukan berarti ia akan abai dengan usaha yang sudah dibangunnya dengan susah payah dan dihancurkan oleh karyawan tidak kompeten miliknya.
"Sayangku, Anjani, kamu tunggu suamimu pulang."
Sean berucap sambil mengelus miliknya dari luar celana sambil membayangkan wajah menggoda Anjani yang membuat Sean semakin terangsang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...