65: Bertemu Ayah?

9.9K 584 89
                                    

Diam-diam telapak tangan Anjani terasa sangat dingin. Entah mengapa saat ini jantung perempuan cantik itu berdebar kencang. Padahal hari ini ia hanya akan menampilkan wajahnya di hadapan Husein sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah.

Menyadari kegugupan istrinya, Sean  menggenggam tangan sang istri. Pria itu menganggukkan kepalanya kemudian segera membawa Anjani untuk masuk ke dalam ruangan mengikuti langkah Pak Harto yang sudah lebih dulu masuk.

Diranjang rumah sakit dengan alat-alat yang tidak dipahami oleh Anjani, seorang pria dengan tubuh kurus terbaring di atas tempat tidur. Rambutnya yang lepek dengan kulit yang putih pucat, menandakan jika pria yang terbaring di atas tempat tidur itu tidak pernah terkena sinar matahari.

  Anjani menghentikan langkahnya membuat Pak Harto yang sudah berdiri di samping tempat tidur Husein segera menoleh.

"Anjani, kemari dan temui Ayah kamu." Pak Harto tersenyum sendu. Ekspresi wajahnya tidak segarang saat awal-awal pertemuan mereka.

Anjani menganggukkan kepalanya tanpa ekspresi kemudian melangkah hingga akhirnya ia berdiri tepat di sebelah ranjang rumah sakit yang berseberangan dengan Pak Harto dan keluarganya.

Hanya ada Sean yang di samping Anjani. Pria itu tidak pergi seinci 'pun dari tubuhnya dan tetap menggenggam tangannya dengan erat. Menoleh ke samping, Anjani tersenyum kecil menatap Sean. Begitu juga dengan Sean yang mengulas senyum pada istri cantiknya ini.

Aksi keduanya tentu saja tidak luput dari pandangan Husein. Tatapan mata pria paruh baya itu tampak sayu menatap sosok duplikat wanita yang sangat dicintainya.

"Yana," panggil Husein dengan suara lirih.

Mendengar nama ibunya disebutkan oleh pria ini entah mengapa membuat hati Anjani terasa sangat sakit.

Yana adalah nama panggilan ibunya dulu sebelum diubah menjadi Dewi dan terkenal sampai saat ini sebagai ibu Dewi, mantan wanita kupu-kupu malam.

Kenyataan yang sulit untuk diubah karena memang pada kenyataannya ibunya Anjani memang mantan wanita malam sebelum akhirnya berhenti karena takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada putrinya sendiri.

Manik mata Husein tampak berkaca-kaca. Tangannya dengan lemas berusaha untuk diangkat namun tetap pada posisi semula.  

"Ini namanya Anjani, anak kamu dengan Yana, Sen. Dia sudah dewasa sekarang. Maafkan Ayah karena baru ini bisa mempertemukan kamu dengan anak kandung kamu sendiri." Pak Harto berucap menatap pada putranya dengan mata berkaca-kaca.

Penantian 8 tahunnya tentu saja tidak bisa dianggap remeh. Pak Harto bahkan menulikan indera pendengarannya ketika banyak orang  yang membujuk agar ia segera melepaskan alat pertahanan hidup yang melekat di tubuh Husein.

Pak Harto tentu saja tidak akan mau melakukannya sampai akhirnya penantiannya tidak berakhir dengan sia-sia karena terbukti nyata putranya terbangun. Sayang sekali, lagi-lagi karena perbuatan istrinya kondisi Husein kembali drop.

"Anjani," ucap Husein lirih, mengulangi kata yang diucapkan oleh ayahnya. "Bapak boleh minta peluk kamu?"

Husein menatap Anjani yang tetap berdiri dalam posisi semula. Wajah anak itu tampak cantik seperti saat Yana masih muda dulu, batin Husein berucap miris. Pria itu tidak ingin lagi sembuh karena nyatanya wanita yang sedang ia perjuangkan sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Setidaknya, ketika Husein meninggal dunia, dirinya masih bisa bertemu dengan kekasih yang sangat dicintainya itu.

Anjani mengeratkan genggaman tangannya pada Sean.  Untuk seumur hidup dirinya belum pernah merasakan dekapan hangat dari seorang laki-laki yang disebut sebagai ayah. Namun, ketika akhirnya ia bertemu dengan laki-laki yang merupakan ayah biologisnya, Anjani tidak merasakan excited. Jantungnya hanya berdebar bergemuruh menyakitkan lagi-lagi ketika ia harus mengingat wajah kesakitan ibunya.

"Anjani, sekali Ini saja bibi minta tolong sama kamu untuk peluk Ayah kamu, Nak," bujuk Hani menatap Anjani. Meskipun Ini baru pertama kali bertemu dengan Anjani, namun Hani yakin jika Anjani adalah perempuan baik. Pasti tidak akan tega menolak permintaan dari ayah biologisnya yang saat ini sedang mungkin dalam posisi sakaratul maut.

Kedua tangan Husein berusaha untuk digerakkan. Sayang sekali dia tidak terlalu memiliki banyak tenaga sehingga ia hanya menatap pasrah andai saja Anjani tidak mau memeluknya.

Tidak tega melihat wajah melas pria itu, Anjani melepaskan tautan tangannya pada Sean. Perempuan cantik itu kemudian mendekati ranjang dan menundukkan tubuhnya untuk memeluk pria yang dulunya pernah dicintai dengan sangat besar oleh ibunya.

Dekapan hangat yang seharusnya merupakan sebuah rasa untuk kenyamanan, nyatanya tidak membuat Anjani merasakan hal itu. Pelukan hangat dari seorang pria bertubuh kurus di bawahnya ini seperti duri yang menusuk tubuh, benar-benar menyakitkan.

Tidak ada air mata yang menetes di pipi Anjani. Perempuan cantik itu tampak tegar dan tenang, bahkan ketika ia merasakan belaian hangat di punggung dan juga kepalanya dari tangan tanpa tenaga seorang Husein Gumilo.

"Bapak sayang kamu, Nak." Husein menambah sedikit tenaganya mengangkat kepala Anjani kemudian mengecup kening putrinya itu.

Husein kemudian kembali memeluk Anjani. Pria itu kemudian menutup matanya dengan tubuh yang sudah mulai melemas, sementara Anjani sendiri tetap diam, tenang dalam pelukan pria yang entah mengapa semakin lama pelukannya tidak se-erat pertama kali.

Suara deteksi mesin berbunyi nyaring menandakan sebuah pertanda buruk yang menyebabkan kepanikan pada anggota keluarga.

Kali ini dokter berdatangan menghampiri pasien yang kini sudah memejamkan matanya dengan senyum indah.

"Pasien atas nama Husein Gumilo, meninggal dunia tepat pada pukul 11 pagi lewat 34 menit. Tolong dicatat," ujar dokter pada suster yang menemaninya.  Tatapan dokter tersebut kemudian beralih pada anggota keluarga yang membeku di tempat. "Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan-lah sang pemilik nyawa "

Sontak saja suara tangis langsung menggema di dalam ruangan. Ini adalah suara dari kakak-kakak Husein yang histeris ketika mengetahui adik mereka yang beberapa hari lalu masih dalam kondisi semangat untuk hidup kini sudah tidak bernyawa lagi.

"Husein!" Bahkan Mirna pun kini berteriak histeris. Merasa tidak terima jika putranya sudah pergi meninggalkannya begitu saja.

Semuanya tampak berkabung bahkan Anjani pun kini menundukkan kepalanya. Tidak menyangka jika pria yang merupakan Ayah biologisnya akan menghembuskan napas terakhir  dalam dekapan hangatnya.

Sebuah piring buah tiba-tiba melayang dan jatuh mengenai kepala Anjani,  membuat semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut tersentak kaget. Terlebih lagi suara piring terdengar sangat nyaring hingga suster yang sudah melangkah keluar pun ikut masuk ke dalam dan melihat apa yang terjadi.

"Gara-gara kamu pembawa sial, anak saya sampai mati seperti ini!" Ini adalah suara Bu Mirna yang berteriak marah menatap pada Anjani.

Sementara Sean langsung mengeraskan rahangnya ketika melihat kepala istrinya yang sudah berlumuran darah.

Mereka masih berada dalam posisi tak percaya jika Husein meninggal dunia hingga tidak menyadari jika Mirna yang sudah gila mengambil piring buah dan melemparnya ke kepala Anjani hingga perempuan itu mengalami luka yang agak berat.


Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang