Setelah kepergian Bu Dewi, Anjani tampak sering melamun. Istrinya itu memang tidak pernah meneteskan air mata semenjak kepergian ibunya sendiri. Namun, hal yang sering dilakukan Anjani adalah melamun. Kalau tidak, dia akan terlihat berjalan dengan tatapan kosong mengelilingi rumah yang baru mereka tempati setelah melakukan renovasi.
Sean sendiri tampak berusaha untuk menghibur istrinya. Misal dengan memberikan es krim atau memberikan bunga untuk Anjani. Istrinya itu memang akan menerima pemberiannya dengan senyum murah hati, namun akan kembali melamun jika ditinggalkan sendiri.
Sean hanya berharap semoga istrinya akan kembali seperti sebelum ibu Dewi pergi meninggalkan mereka semua.
"Mau ke taman bermain? Tadi Mas sudah ajak Satya dan dia mau." Sean mengajak istrinya pergi ke taman bermain bersama cucunya. Pasalnya, setelah beberapa hari ini diperhatikan, Anjani akan tampak memiliki semangat hidup jika ada Satya bersamanya.
"Boleh, Mas." Anjani yang sedang duduk termenung di balkon kamar mendongak menatap suaminya. "Sekarang?"
Sean sendiri menunduk dan mendekat Anjani dari belakang sambil menempelkan pipi mereka.
"Tentu saja kita jalannya sekarang. Kalau kita tidak buru-buru keluar dari kamar sekarang, bisa-bisa Satya yang bersemangat lari ke sini dan menegur kita. Kamu tahu sendiri kalau Satya anaknya tidak sabaran." Pria itu mencium gemas pipi istrinya, yang tampak agak sedikit berisi dari sebelumnya.
Anjani menganggukan kepalanya dan pergi untuk mengganti pakaian terlebih dahulu sebelum pada akhirnya mereka bertiga berangkat dengan menggunakan mobilnya.
Sean memimpin keduanya untuk melangkah masuk ke dalam area taman bermain. Mereka tampak seperti pasangan berbahagia dengan anak, suami, dan istri yang saling melengkapi dengan tawa bahagia di taman bermain.
Sean sendiri tampak bersyukur karena cucunya yang selalu pendiam kini berubah menjadi anak ceria di hadapan Anjani demi menghibur oma mudanya itu.
Sean sangat berharap semoga setelah pulang dari sini, istrinya sudah kembali normal dan baik-baik saja.
Setelah hampir beberapa jam menghabiskan waktu di taman bermain, dengan menikmati banyak makanan serta cemilan di taman bermain tersebut, mereka akhirnya pulang dengan perut penuh.
Ketika mobil melewati arah yang berbeda dengan arah pulang ke rumah, Anjani menoleh menatap suaminya.
"Kita mau ke mana lagi, Mas?"
"Aku mau antar kamu ke makam ibu. Mau?" Sean yang ditanya menoleh dan melempar senyum manis pada istrinya.
Anjani tentu saja menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. Andai saja tidak ada Satya yang duduk di pangkuannya, mungkin Anjani akan dengan senang hati mendekap suaminya yang begitu pengertian padanya.
"Terima kasih banyak atas pengertian Mas. Aku bahagia sekali hari ini," ujarnya dengan senyum manis.
Senyum yang sudah beberapa hari ini tidak pernah dilihat oleh Sean.
Pria itu cukup bangga dan bahagia karena berhasil membuat istrinya merasakan kebahagiaan hari ini.
Saat tiba di pemakaman ibunya, Anjani kemudian berjongkok dan melempar senyum pada batu nisan sang ibu.
"Ibu, beberapa hari ini aku merasa sedih karena kehilangan ibu. Anehnya, aku tidak bisa menangis. Air mataku tidak mau menetes sama sekali. Aku ingat kalau ibu paling tidak suka melihat aku menangis. Ibu ingin aku menjadi perempuan yang kuat dan mandiri. Mungkin itu juga salah satu faktor kenapa aku tidak menangis." Perempuan cantik itu tersenyum sendu. "Bu, setelah beberapa hari ini aku berpikir kalau mungkin kepergian ibu adalah jalan terbaik agar ibu kembali sehat di sebelah sana. Aku yakin, ibu pasti tidak akan terbaring lagi di atas tempat tidur."
Perempuan cantik itu kemudian menghela napas untuk menegarkan hatinya. "Belajar untuk ikhlas itu memang sulit. Tapi, demi ibu tentu saja aku akan melakukannya. Ibu tidak perlu khawatir dan cemas lagi dengan kondisiku saat ini."
Anjani mendongak menatap Sean yang berdiri di sebelahnya. "Ada mas Sean yang selalu menjaga dan menghibur aku. Aku juga pasti akan melanjutkan hidup karena tidak mungkin aku akan terus terpuruk. Apalagi ada Mas Sean yang harus aku layani sebagai suami."
Mendengar namanya disebut tentu saja Sean langsung berjongkok di sebelah Anjani. Sementara Satya sendiri tetap berdiri dengan tenang di sebelah opanya.
"Aku berjanji akan menjaga dan melindungi Anjani dengan seluruh jiwa dan ragaku, Bu. Aku pastikan tidak akan membuat putri ibu menangis menderita karena ulahku. Aku akan menjaga Anjani seperti aku menjaga diriku sendiri." Sean merangkul pundak Anjani dan mengecup keningnya. "Ibu adalah wanita terbaik yang melahirkan seorang putri terbaik dan juga cantik. Tidak mungkin aku akan melukai Anjani setelah susah payah ibu merawatnya sejak bayi."
Tatapan mata Sean begitu lekat menatap wajah istrinya yang membalas tatapannya.
"Kamu adalah separuh dari jiwaku, Anjani. Jika kamu terluka maka aku juga akan terluka. Lagi pula, aku sudah cukup tua dan tentu saja aku takut ditinggalkan oleh kamu."
Anjani mengulum senyum sambil mengusap pipi Sean. "Terima kasih," bisiknya, membuat Sean ikut tersenyum.
Tatapan Anjani kemudian mengarah pada makam ibunya. "Bu, aku pergi dulu sama Mas Sean. Semoga ibu baik-baik saja di sana dan aku juga akan baik-baik saja di sini."
Anjani kemudian berdiri dengan dirangkul oleh Sean. Tidak lupa perempuan itu juga mengulurkan tangannya pada Satya yang langsung menerima.
Baru kemudian Sean ingat jika ia mengajak cucunya untuk datang ke pemakaman ibu mertuanya.
Mereka bertiga kemudian melangkah keluar dari area pemakaman dengan tangan saling bergandengan sampai akhirnya mereka masuk ke mobil dan Anjani kembali memangku Satya.
Andai saja Satya bukan cucunya mungkin Sean akan merasa cemburu.
"Ready?" Sebelum menyalakan mobilnya, Sean menatap pada istri dan juga cucunya terlebih dahulu.
Anjani menundukkan kepalanya menatap Satya. "Satya siap?"
"Hmmm." Satya menganggukan kepalanya dengan senyum manis yang menghiasi wajah kecil tampannya, yang membuat Anjani tampak gemas dengan wajah perpaduan bule antara Asia dengan orang barat.
"Mas, kalau kata Satya udah ready," ujar Anjani melirik senyum pada suaminya.
Sean sendiri tertawa. Pria itu kemudian menyalakan kendaraan roda empatnya kemudian melaju pergi meninggalkan area pemakaman tempat di mana Bu Dewi dikebumikan.
Anjani menatap area sekeliling dengan senyum lepas yang menghiasi wajah cantiknya.
"Aku sekarang sudah akan mau melangkah ke hidup yang baru, Bu. Aku harap, aku sudah benar-benar ikhlas melepaskan kepergian ibu." Anjani berucap di dalam hatinya dengan doa dan harapan semoga saja ia bisa melangkah maju tanpa harus merasakan kesakitan karena ditinggal orang yang begitu disayangi.
20 menit setelah kepergian mobil Sean, sebuah mobil melaju berhenti tepat di depan area pemakaman.
Seorang pria paruh baya turun dari mobil setelah pintu dibuka oleh ajudannya.
Pria itu mengenakan setelan hitam dengan kacamata rabun yang dikenakan olehnya.
Kakinya melangkah masuk ke dalam area pemakaman dan berhenti di depan makam Bu Dewi.
"Dewi," bisik pria itu, memanggil nama wanita yang sudah lama tidak pernah ia jumpai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...