16: Pantai

27.8K 1K 28
                                    

Sean membawa istrinya ke pantai guna menikmati sore cerah dengan cara duduk santai di pinggir pantai.

Tujuannya selain untuk bersantai tentu saja untuk memamerkan pada banyak orang jika ia memiliki istri yang begitu muda dan cantik. Ah, tidak sabar rasanya ia melihat wajah-wajah cemburu orang yang melihatnya.

Kebahagiaan yang direncanakan pria itu sirna saat melihat pantai yang tidak jauh dari resort mereka terlihat ramai. Bukan itu masalahnya, sebenarnya.  Ada beberapa turis asing yang hanya mengenakan celana dalam mereka saja hingga membuat apa yang berada di dalam celana mereka terlihat jelas dan terdapat cetakan bentuknya.

Sean  tentu saja tidak mau menodai mata istrinya. Pria itu segera memutar balik tubuh sang istri dan membawanya ke tempat yang lebih sepi.

Tujuannya tentu saja ke pinggir pantai di mana ada pohon kelapa di belakangnya  dan tempat itu lumayan sepi.

"Mas, kok di sini?" Anjani menoleh menatap suaminya dengan heran. Padahal jelas tadi sang suami membawanya ke tempat yang ramai,  sebelum mereka memutar balik.

"Di sini saja. Kalau di sana terlalu ramai."

Anjani mengangguk kemudian duduk di atas pasir diikuti oleh Sean. Pria itu duduk di samping sang istri, dan menarik kepala Anjani untuk bersandar di dadanya. Sementara tangannya menggenggam jari-jari mungil milik sang istri.

Sebagai orang keturunan luar tentu saja Sean memiliki tubuh yang tinggi. Tinggi Anjani pun hanya sebatas dadanya dan hal itu yang semakin menambah kadar kecintaan pria itu pada sang istri.

"Kamu jangan pernah berpikir untuk pergi meninggalkan aku, Anjani. Sampai kapanpun kamu akan terperangkap denganku." Sean berujar dengan suara datar. Ia sudah memutuskan dan menentukan, tentu saja ia akan menjalaninya.

Pelabuhan terakhirnya sudah bersama Anjani.  Ia tidak akan mencari wanita lain meski hanya untuk hiburan semata.  Apalagi setelah mendengar cerita Dewi tentang putrinya yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayahnya sendiri, membuat pria itu bertekad untuk membahagiakan Anjani dan memberikan apa yang belum pernah diberikan oleh ayahnya.

"Aku tidak memiliki kemampuan itu, Mas. Mas tahu sendiri, aku tidak memiliki aksesnya."

Jujur saja Anjani sudah mulai merasa nyaman dan aman berada di dekat pria yang berbeda usia jauh dengannya ini. Tidak pernah mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari seorang pria yang bisa disebut ayah, tentu saja membuat Anjani merasa nyaman saat Sean memperhatikan segala kebutuhannya. Pria itu terkadang memperlakukannya layaknya seperti ayah pada putrinya, seperti suami pada istrinya, dan seperti musuh yang harus dilumpuhkan. Entahlah untuk opsi yang terakhir, Anjani juga tidak mengerti mengapa Sean seolah  akan melakukan hal buruk jika ia pergi dari hidupnya.

"Bagus kalau kamu tidak memiliki pemikiran untuk pergi dariku. Kamu tahu kenapa, Sayang?" Sean melingkarkan lengannya di pinggang sang istri kemudian meremasnya dengan sedikit kuat. "Karena aku pasti akan mendapatkanmu kembali. Bagaimanapun caranya."

Pria itu menarik dagu Anjani dengan sebelah tangannya, kemudian mulai menyatukan bibir mereka bertepatan dengan mulai terbenamnya matahari. Ciuman mereka bertahan cukup lama, dengan sesekali Sean memiringkan kepalanya guna memberi ruang untuk mereka bernapas.

Menjelang malam, Sean kemudian pulang membawa istrinya ke resort. Mereka mandi bersama terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali tidur setelah beraktivitas seharian.

Keesokan paginya, Sean membawa Anjani berkeliling ke tempat wisata lainnya yang mereka kunjungi sebelum kembali ke kota asal mereka tinggal.

Anjani tentu saja merasa senang dan menikmati hari-harinya selama di Bali bersama Sean. Ini kali pertamanya ia pergi ke tempat banyak wisata dan tentunya ia tidak akan melewati setiap momen.

Seminggu telah berlalu setelah acara honeymoon Anjani dan Sean akhirnya selesai.

Anjani sudah menjalani kehidupannya seperti biasa. Hal yang membedakan hanya tempat tinggal dan statusnya saja yang sudah berubah.

Perempuan itu akhirnya mengikuti Sean untuk tinggal di rumah besar milik suaminya.

Sam dan keluarganya pun sudah pindah ke rumah sebelah karena akhirnya pria itu berhasil membeli rumah yang terletak di samping kediaman Sean. Kebetulan rumah itu sudah lama kosong dan dijual. Memikirkan papanya sudah menikah dan memiliki istri, tentu saja Sam tidak mau mengganggu keduanya dan memutuskan untuk membeli rumah sendiri.

"Mas, pulang dari kuliah aku mau minta izin untuk menjenguk ibu di rumah sakit. Boleh?"

Anjani yang baru saja selesai sarapan mendongakkan kepala menatap suaminya. Selama menikah, Sean sangat melarangnya mengerjakan apapun pekerjaan rumah tangga. Kecuali, untuk menyiapkan pakaian sehari-harinya. Bahkan, untuk membuatkan minumannya saja, pria itu tidak mengizinkannya.

"Oh? Jam berapa?"

"Mungkin jam 1 siang.  Boleh?"

"Jam 1 siang? Sepertinya aku tidak bisa menemanimu, Sayang. Tidak apa-apa kalau mau diantar sama sopir saja?"

Anjani menggeleng kepalanya sambil tersenyum kecil. "Aku bisa sendiri, Mas. Naik angkot juga tidak masalah."

"No, Honey. Aku tidak mengizinkan istriku berdesak-desakan di angkutan umum. Kamu harus naik mobil. Mengerti?"

Anjani menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti, Mas."

"Bagus kalau begitu."

Setelah sarapan, Sean mengantar Anjani pergi terlebih dahulu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke kantor. Meskipun sudah ada asisten yang ia beri amanat, terkadang ia harus melihat situasi perusahaannya sendiri.

Sementara Anjani yang sudah turun dari mobil, segera melangkah masuk ke gerbang. Sebenarnya bisa saja ia diturunkan di fakultas tempatnya menuntut ilmu. Namun, rasanya kurang etis karena mobil yang dibawa Sean adalah jenis mobil mahal yang akan membuat orang bertanya-tanya mengapa ia sebagai mahasiswi biasa saja yang berada di ekonomi menengah ke bawah, bisa naik mobil mahal.

"Hei, Anjani. Kamu ke mana saja tidak kelihatan selama ini?" 

Haris yang melihat keberadaan Anjani langsung bertanya.  Pemuda yang menjadi senior Anjani itu sudah mencari informasi keberadaan gadis yang berdiri di hadapannya. Namun, menurut teman sekelasnya, Anjani tidak masuk selama beberapa hari.

"Aku ada urusan, Kak. Kenapa memangnya?" jawab dan tanya Anjani.

Haris tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran saja tidak melihatmu di kampus."

"Oh, kalau begitu aku permisi dulu, Kak. Kelasku sudah mau dimulai."

Anjani pergi setelah berpamitan pada Haris. Jujur saja ia kurang nyaman berada di dekat Haris, meski pemuda itu memperlakukannya dengan baik.







Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang