35: Dika & Fabian

5.5K 418 20
                                    

"Bagian administrasi sudah aku selesaikan."

Ini adalah pembukaan kalimat yang disampaikan oleh Fredwika, merupakan putra sulung dari pasangan Halimah dan suaminya. Pria yang memiliki wajah tampan dengan tatapan mata yang begitu tajam itu baru saja membuka pintu ruang rawat di mana adik bungsunya berada.

"Terima kasih kalau begitu, Nak. Umi senang kalau kamu datang ke sini," ucap Halimah menatap anak sulungnya.

Panggilannya adalah Dika, memasukkan tangannya di kedua saku celana sambil menatap pada uminya

"Siapa namanya?" Dika bertanya tanpa penjelasan yang membuat Halimah menatap anaknya dengan tatapan bingung.

"Maksud kamu siapa, Dik?"

"Siapa nama perempuan yang merupakan cucu kakek dan anak dari Paman Husein?"

"Oh, itu--"

"Mas kenapa tanya-tanya tentang anak haram itu?" sela Siska, menatap kakaknya dengan tak senang.

"Siapa yang mengajari kamu untuk menyela omongan orang dewasa? Begini sikap yang katanya anak kuliahan?" Dika menatap tajam pada adiknya itu. Sungguh tidak senang kalau obrolannya dengan uminya disela oleh Siska.

Siska yang ditegur dengan dingin oleh kakaknya langsung cemberut dan mengalihkan tatapan ke arah lain. Gadis itu benar-benar tidak habis pikir dengan kakak tertuanya yang begitu dingin terhadapnya. Bahkan, untuk berbicara berdua saja rasanya Siska sungguh takut.

Entah mengapa aura kakaknya ini agak menyeramkan yang membuatnya enggan untuk mendekat.

"Ya sudah kalian berdua jangan berdebat. Dika, nama cucunya kakek kamu itu Anjani. Dia sangat cantik dan mempunyai mata yang sedikit sipit. Hidungnya juga agak mancung seperti hidung Paman kamu. Rambutnya hitam dengan keriting di bagian bawah. Tapi rambutnya lurus bagian atas. Warna kulitnya juga putih bersih. Tingginya mungkin hanya sebatas dada kamu. Tubuhnya juga tidak terlalu kurus tapi sedikit berisi."

Mendengar ciri-ciri yang disebutkan oleh uminya tentu saja sama dengan ciri-ciri perempuan yang ia lihat mengobrol dengan seorang pria dewasa di sebelahnya. Obrolan mereka pun terdengar sampai di telinganya membuat ia menyambungkan jika perempuan itu sebenarnya adalah sepupu yang selama ini dicari oleh kakek dan juga pamannya.

Tatapan Dika kemudian beralih menatap Siska kemudian langsung berbalik pergi meninggalkan ruang rawat dan juga uminya yang berteriak untuk memanggil namanya.

"Dika, kamu mau ke mana? Bukannya kamu baru saja sampai di sini?"

Dika yang baru saja memegang handle pintu langsung menoleh menatap pada ibunya. "Maaf, Umi. Aku harus pergi ke kampus lagi karena ada jam mengajar sore ini."

Dika menjawab pertanyaan uminya sebelum berbalik pergi meninggalkan Umi dan juga adiknya di ruang rawat tersebut.

Dika merupakan salah satu dosen muda di sebuah universitas terbaik di Ibukota. Pria yang belum menikah di usianya yang sudah 32 tahun itu memang terkenal sangat dingin dan tidak banyak bicara.

Pekerjaannya sebagai dosen pun memang sudah beberapa tahun ini ia tekuni karena memang ini adalah cita-citanya sejak dulu.

Dika memiliki satu orang lagi adik laki-laki yang akan meneruskan usaha milik orang tua mereka.

Saat melangkah masuk ke dalam mobil, sosok pria lainnya sudah menunggu.

"Sudah ketemu dengan Siska?" Sosok itu bertanya pada Dika yang mendapat anggukan sebagai jawaban. "Mereka tidak menanyakan aku, Mas?"

"Tidak."

Sosok yang tidak lain adalah Fabian menganggukkan kepalanya. Usianya sudah 30 tahun dan berbeda 2 tahun dengan sang kakak. Meski begitu, dirinyalah yang dituntut oleh Abi mereka untuk menjadi pemimpin di perusahaan menggantikan posisi abinya. Sementara kakaknya justru lepas tanggung jawab dan menjadi dosen di sebuah universitas.

"Baguslah kalau begitu. Aku lagi malas untuk berbasa-basi." Fabian mengangkat bahunya kemudian segera meminta sang kakak untuk melajukan kendaraan pergi meninggalkan area rumah sakit menuju kantornya kembali.

"Aku tadi bertemu dengan sepupu kecil kita."

"Oh? Apa benar dia perempuan? Kakek bilang kalau sepupu kita itu perempuan."

"Iya."

"Cantik tidak?"

"Wajahnya mirip dengan ibunya waktu muda, perpaduan dengan paman Husein."

Fabian langsung membayangkan wajah sepupunya yang merupakan perpaduan antara paman dan bibinya yang pernah ia lihat fotonya.

"Sangat cantik?" Fabian bertanya dengan antusias.

"Iya."

"Jika dibandingkan dengan Siska, mana di antara mereka berdua yang cantik?"

Siska memang memiliki wajah yang cantik. Maka tidak heran banyak anak laki-laki yang mencoba untuk mendekatinya.

"Antara bumi dan langit."

"Lalu siapa yang di bumi dan siapa yang di langit?"

"Anjani di langit."

Kali ini Fabian membelalakkan matanya dan berusaha untuk membayangkan bagaimana wajah sepupunya itu. Jika menurut kakaknya saja yang cantik adalah Anjani, pasti tidak terbayangkan bagaimana bentuk wajahnya.

"Dia memiliki inner beauty."

Bibir Fabian membentuk o ketika mendengar komentar dari kakaknya untuk pertama kali.

"Jangan sampai Mas suka dengan sepupu kita sendiri."

"Dia sudah punya suami."

"Apa!" Kali ini Fabian berteriak dengan rasa terkejut saat mendengar fakta jika ternyata sepupu yang belum pernah ditemui ternyata sudah memiliki seorang suami.

"Iya. Suami yang baik dan juga perhatian dengannya."

Akhirnya Fabian semakin penasaran dengan bagaimana wajah Anjani dan juga suaminya yang membuat pria itu semakin bertekad ingin bertemu dengan sepupu kecilnya itu.

Pokoknya Fabian harus bertemu lebih dulu dengan sepupunya itu daripada kedua sepupu laki-lakinya yang merupakan anak dari bibi Hani.

Sombong mereka berdua pasti akan menembus langit jika mereka berdua yang lebih dulu menemukan sepupu perempuan mereka itu.

Sedangkan di sisi lain, Sean justru membopong tubuh istrinya membawa masuk ke dalam rumah.

Hal yang tentu saja membuat Anjani merasa malu terutama karena ada banyak pekerja yang curi-curi pandang ke arah mereka berdua.

"Mas, aku malu sekali dilihat sama orang. Mas tidak bisa menurunkan aku saja?"

Sean menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak bisa karena aku tidak mau kalau kamu sampai kenapa-kenapa." Sean berucap dengan suara lembutnya. "Kamu jangan pikirkan orang-orang yang ada di rumah ini. Pikirkan saja kita berdua."

Pria itu menyeringai menatap Anjani yang kini wajahnya sudah memerah karena malu.

Mood yang semula anjlok kini bangkit kembali karena hadirnya sang suami.

Sean kemudian segera membawa istrinya untuk masuk ke dalam kamar mereka yang berada di lantai dua.

Pria itu bertekad akan membuat istrinya beristirahat dengan baik. Terutama emosi istrinya yang kini meluap hari ini.

Baru setelah itu ia akan menyelesaikan urusannya dengan keluarga itu. Orang-orang dari keluarga itu tentu saja tidak akan ia biarkan untuk mengusir ketenangan istrinya.

Berani mengusik ketenangannya maka Sean tidak akan segan-segan mengusik balik kehidupan mereka sampai mereka benar-benar tidak bisa berkutik.

Tidak peduli jika itu adalah mantan jenderal sekalipun, jika sudah melewati batas, maka Sean akan menyalakan bendera perang demi melindungi harga diri istri dan juga ibu mertuanya.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang