Siang ini kediaman Pak Harto dihebohkan dengan dokter dan suster yang sibuk. Begitu juga dengan keluarga inti Pak Hartono yang kini sudah berdiri di depan kamar Husein dengan perasaan cemas dan gelisah.
Semua anggota keluarga berkumpul di tempat yang sama. Tidak ada yang bersuara sama sekali karena mereka sedang menunggu harap-harap perkembangan apa yang dikatakan oleh dokter tadi.
Sampai beberapa menit kemudian pintu kamar terbuka membuat mereka semua menegakkan tubuh dan menatap ke arah sang dokter yang kini menatap ke arah mereka dengan senyum semeringah.
"Puji Tuhan, ini sebuah keajaiban. Pasien yang sudah koma, Pak Husein, akhirnya sadar juga," ungkap sang dokter dengan nada bahagia.
Kabar mengejutkan ini tentu saja membuat semua anggota keluarga terutama pak Harto yang tidak pernah menyangka jika setelah sekian tahun putranya kembali sadar.
"Kita mungkin akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk terapi. Apalagi saat ini kondisi pak Husein yang sudah tidak sadarkan diri beberapa tahun, membuat anggota tubuhnya tidak bisa bergerak dengan normal seperti sebelumnya. Makanya itu kita membutuhkan terapi khusus. Kalau bapak mau, saya bisa mendatangkan terapis, teman saya dari Amerika."
Hal ini tentu saja membuat pak Harto langsung setuju dan tidak peduli dengan biaya yang dibutuhkan. Baginya yang terpenting adalah putranya bisa kembali normal seperti sediakala.
Akhirnya mereka kemudian masuk ke dalam kamar tempat di mana saat ini Husein sedang terbaring.
Pria itu menatap langit kamar kemudian beralih menatap pada orang-orang yang masuk ke dalam kamarnya.
Husein sedikit terkejut saat mendapati wajah ayahnya yang sudah tidak muda seperti dulu. Kini wajah yang dulunya kekar dengan rambut hitam dan sorot mata yang tajam berubah menjadi seorang pria meskipun masih tetap gagah tapi rambut sudah tidak hitam dan pastinya wajah tidak sekencang dulu.
"Ayah," panggil Husein dengan suara pelan.
"Iya, Nak. Ini ayah kamu. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya doa ayah terkabul."
Pak Harto menunduk dan mengecup kening putranya. Pria itu juga meneteskan air matanya merasa sangat bahagia karena putranya diberi kesadaran di saat ia saat ini masih dalam kondisi sehat walafiat. Pak Harto tidak tahu betapa menyesal dirinya jika ia lebih dulu dipanggil Tuhan dan putranya belum juga sadarkan diri.
Tatapan Husein kemudian mengedar dan bertemu wajah-wajah yang sedikit asing baginya. Kecuali, wajah kakak serta kakak iparnya yang kini sudah tidak semuda dulu.
"Mbak Halimah, Mas Frans, Mbak Hani, dan Mas Andi." Husein menyapa mereka satu persatu dengan suara yang lemah.
"Iya, kami, Dek. Kamu akhirnya sadar juga. Mbak lega melihatnya." Halimah ikut mengusap kepala adiknya, begitu juga dengan Hani yang kini menangis haru.
Nenek Mirna yang berada di dekat mereka juga mendekat, namun tubuhnya langsung digeser oleh Pak Harto.
"Jangan dekat-dekat dengan putra saya. Saya takut putra saya kenapa-napa kalau melihat kamu," ujar Pak Harto menatap nenek Mirna dingin.
"Mas, kamu jangan lupa kalau aku ini masih ibu kandungnya Husein. Kenapa kamu melarang aku untuk mendekati anakku sendiri?" Nenek Mirna yang saat ini sudah mengenakan wig menatap tidak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.
Tidak adakah rasa iba di hati sang suami ketika melihat rambutnya yang kini sudah hilang dan harus menggunakan wig untuk beraktivitas sehari-hari? Batin nenek Mirna berucap.
"Saya bilang tidak berarti tidak." Pak Harto tegas melarang istrinya untuk dekat dengan putra mereka.
Husein sendiri tidak berkomentar apa-apa karena sebelum kecelakaan memang hubungannya dengan sang ibu tidak pernah baik. Husein menyalahkan ibunya karena sudah merusak kebahagiaannya. 12 tahun lalu ia hidup dalam penyesalan karena tidak mengetahui apa-apa tentang keberadaan wanita yang dicintainya. Ini semua disebabkan oleh ibunya yang egois.
"Yana," ujar Husein.
Mendengar nama ini tentu saja membuat tubuh Pak Harto menegang, dan anak-anaknya juga pun ikut khawatir dengan kondisi mental Husein jika mengetahui fakta yang sebenarnya.
"Kamu mencari perempuan itu? Asal kamu tahu Husein, perempuan itu sudah--"
Nenek Mirna tidak bisa melanjutkan ucapannya ketika tangan putri sulungnya yakni Halimah sudah lebih dulu membekap mulutnya.
"Maaf kalau aku kurang ajar sama ibu. Ini semua demi kebaikan Husein juga," bisik Halimah. Wanita itu segera menarik ibunya keluar dari kamar saat aura ayahnya kini sudah tidak mengenakan lagi terutama tatapan tajam Pak Harto yang seolah ingin menelan nenek Mirna hidup-hidup.
Sedangkan Husein sendiri yang sudah mendengar sebagian dari ucapan ibunya mengerutkan kening dengan tatapan bingung.
"Apa maksudnya?"
Husein menatap ayahnya dengan tanya yang jelas terlihat di wajahnya.
"Tidak ada maksud apa-apa. Kamu sehat dan sembuh dulu nanti ayah akan pertemukan kamu dengan Yana. Ayah sudah tahu di mana dia sekarang."
Maafkan ayah nak karena harus berbohong ke kamu, ujar batin Pak Harto. Pria itu tidak tega kalau harus melihat betapa kecewanya saat mengetahui jika ternyata wanita yang sudah dicari kini sudah bersembunyi di balik tanah.
"Iya, Yah." Husein hanya menganggukkan kepalanya. Kantuk datang mendera membuat pria itu kembali tidur yang membuat keluarga inti yang lain segera keluar dari ruangan.
Baru saja menginjakkan kaki di luar pintu, sebuah tamparan sudah melayang di pipi nenek Mirna, mengejutkan anak dan cucu serta menantunya yang lain. Siapa lagi pelakunya jika bukan Pak Harto.
"Tidak cukup kamu dulu membuat anak saya hampir kehilangan nyawa? Lalu, hari ini kamu mau membuat dia drop lagi dengan kondisinya yang baru saja bangun dari koma dengan ucapan-ucapan sampah kamu itu?" Pak Harto meraung marah menatap istrinya dengan kekecewaan yang terlihat jelas.
"Kakek, kakek jangan pukul nenek. Bagaimanapun nenek itu istrinya kakek. Biarkan saja Paman Husein tahu kalau perempuan yang selama ini dicarinya sudah meninggal." Siska yang tidak tahu sejak kapan kini sudah berdiri di hadapan sang kakek demi melindungi neneknya.
Hal ini dilakukannya secara tiba-tiba membuat Halimah membelalakkan matanya terkejut sekaligus takut jika amarah ayahnya akan disalurkan pada Siska.
"Tahu apa kamu anak kecil? Tahu apa kamu dengan kondisi anak saya? Kamu tahu tidak risiko kalau nenek kamu yang bodoh ini memberitahu yang sebenarnya ke anak saya? Dia bisa mengalami drop yang berujung akan membahayakan nyawanya." Pak Harto menatap Siska dengan tajam. Tatapan pria itu kemudian beralih menatap istrinya yang kini menundukkan kepala sambil memegang pipi. "Sekali lagi saya melihat kamu membuat ulah, saya tidak akan segan untuk menceraikan kamu, Mirna. Dari dulu kamu bodoh, sampai sekarang pun kamu tetap bodoh."
Pak Harto menggelengkan kepalanya kemudian berbalik pergi dengan tangan yang berada di balik punggung meninggalkan anak, menantu, dan juga para cucunya yang kini masih berada di depan ruang Husein.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...