5

31.3K 1.3K 3
                                    

Anjani melangkah keluar dari gerbang universitas tempatnya menuntut ilmu.

Gadis itu menundukkan kepalanya dengan hati-hati melangkah agar tidak bertabrakan dengan mahasiswa lain.

Gadis cantik itu berniat untuk menyeberang jalan menuju halte tempat biasa ia menunggu bis yang akan membawanya ke restoran.

Sebelum menyeberang jalan, lengannya sempat ditahan oleh seseorang hingga membuatnya menoleh.

"Kak Haris? Ada apa?" tanyanya dengan suara tenang.

"Aku mau ajak kamu jalan-jalan. Mau tidak?"

Anjani kemudian menggelengkan kepalanya. "Maaf, Kak. Aku tidak bisa untuk keluar jalan-jalan dengan kakak. Aku harus pergi ke restoran dan mulai kerja," jawabnya meminta maaf. Anjani memang harus langsung pergi ke restoran tempatnya bekerja agar ia bisa pulang lebih cepat hari ini.

"Kamu tidak bisa keluar bersamaku, walaupun cuma sehari? Beberapa jam juga tidak masalah," sahut Haris masih berusaha membujuk Anjani. Namun, sekali lagi penolakan dilakukan oleh Anjani membuat Haris terpaksa melepaskan tangannya.

"Maaf, Kak."

Anjani tersenyum menyesal sebelum akhirnya ia melangkah menyeberangi jalan menuju halte.

Tak lama setelah Anjani pergi, seorang pemuda yang merupakan temannya Haris menghampiri pemuda itu dan menepuk pundaknya.

"Udahlah, Ris. Mendingan kamu cari perempuan lain aja. Lagi pula, Anjani memang sepertinya tidak tertarik padamu," ujar pemuda itu pada Haris.

"Tidak. Aku semakin tertantang untuk mendapatkan gadis itu." Haris tersenyum sebelum ia berbalik pergi. "Sikapnya yang jual mahal tentu saja membuatku semakin penasaran. Kamu lihat saja nanti, aku pasti akan bisa mendapatkannya."

"Yah, kita lihat saja nanti," sahut temannya tidak yakin.

Sementara di sisi lain Anjani yang sedang menunggu bis sedikit terkejut saat sebuah mobil sport berwarna merah tiba-tiba berhenti di depan halte tempatnya saat ini berada.

Hanya ada dirinya seorang dan membuat Anjani merasa was-was. Namun, saat melihat siapa yang turun dari mobil itu tentu saja membuat Anjani semakin was-was. Pasalnya pemilik mobil tersebut tak lain adalah Sean Dwirg. Pria yang sempat membuat janji akan mengantarkannya tadi.

"Halo, Manis. Kamu menungguku di sini ternyata," komentar pria itu. Ia tersenyum dan menghampiri Anjani kemudian duduk di sebelahnya.

Anjani hanya meliriknya singkat kemudian menggeser tubuhnya menjauh sedikit dari pria itu. Anjani tidak akan mau terlihat terang-terangan menyukai pria yang lebih tua 25 tahun darinya. Gadis itu juga tidak mau orang lain menganggapnya sebagai perempuan tidak benar karena mau bersama pria yang sudah tua seperti Sean.

Melihat Anjani menggeserkan tubuhnya, Sean ikut menggeser bokongnya mendekat ke arah Anjani. "Pak, jangan dekat-dekat seperti ini. Tidak enak dilihat orang lain."

"Kenapa memangnya dengan pendapat orang lain? Aku tidak peduli. Aku hanya peduli padamu seorang." Pria itu menyeringai. "Kalau kamu tidak ingin melihat orang lain di sini duduk bersamaku, kamu harus masuk ke mobil sekarang. Ayo, aku antar ke tempat kamu bekerja."

Mendengar tawaran dari pria itu, Anjani ragu sejenak. Namun, bertahan di sini bersama pria seperti Sean  juga tidak baik.  "Oke. Saya ikut dengan mobil bapak," putus Anjani.

Gadis itu berdiri diikuti oleh Sean menuju mobil pria itu. Dibukanya pintu untuk Anjani agar mempermudah gadis itu masuk ke dalam mobilnya dan duduk dengan nyaman.

Baru setelah menutup pintu mobil Anjani, Sean berlari kecil menuju sisi lain mobil dan membuka pintu. Setelah duduk di belakang roda kemudi, Sean  menatap Anjani yang duduk dengan kepala menunduk.

"Bagaimana kalau kita makan berdua?"

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa," tolak Anjani langsung. "Saya harus mulai bekerja sekarang supaya bisa pulang cepat," kata Anjani.  Gadis itu memang sengaja untuk masuk lebih awal, agar ia bisa pulang lebih cepat. Maklum saja, ibunya sudah sakit-sakitan dan ia tidak tega meninggalkan ibunya sendiri di rumah.

Anjani memang bekerja di sebuah restoran dengan upah per jam. Jadi, berapa jam yang dipakai Anjani untuk bekerja di restoran tersebut, Anjani tentu saja tetap menerima upah sesuai dengan waktunya.



"Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarmu pulang nanti malam."

"Saya--"

"Tidak ada penolakan, Anjani.  Aku akan menunggumu dan mengantarkan kamu pulang," sela Sean lebih dulu.  "Siapa tahu aku bisa berkenalan dengan calon ibu mertuaku," lanjutnya dengan senyum miring.

Anjani tentu saja bergidik ngeri dengan seringai  pria yang duduk di belakang kemudi. Gadis itu tidak bisa membayangkan jika Sean benar-benar akan memperkenalkan dirinya pada ibunya.  Bisa-bisanya ibu Anjani akan masuk rumah sakit akibat serangan jantung akibat ulah  Sean.

Mobil akhirnya sampai di depan restoran tempat Anjani bekerja. Gadis itu segera turun dari mobil sebelum Sean sempat mengucapkan sepatah kata.

Melihat kepergian Anjani yang begitu terburu-buru, membuat pria itu terkekeh geli. Ia semakin bertekad untuk mendapatkan Anjani untuk menjadi miliknya. Kalaupun Anjani masih mau menolaknya meskipun ia sudah memperlakukannya dengan baik dan lembut, Sean tidak masalah jika harus melakukan cara kotor untuk mendapatkan gadisnya itu.

Pria itu kemudian memacu kendaraannya pergi meninggalkan restoran tempat gadisnya bekerja. Sementara Anjani sendiri segera mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan dan mulai bekerja seperti biasa.

Anjani bisa bekerja di restoran ini tentu saja berkat Bu Wati yang merupakan pemiliknya. Anjani dulu tidak sengaja menemukan dompet milik Bu Wati di jalan dan mengembalikannya pada wanita itu sesuai dengan alamat KTP di dalam dompet tanpa mengambil sepeserpun uang di dalamnya.

Bu Wati yang saat itu ingin membalas kebaikan Anjani dengan memberikannya uang, tentu saja ditolak gadis itu. Merasa tidak enak akhirnya Bu Wati mencari tahu tentang Anjani dan menemukan jika gadis yang masih duduk di kelas 3 SMA itu membutuhkan biaya yang banyak.

Bu Wati menawarkan pekerjaan sebagai pelayan restoran di tempatnya yang tentu saja di sambut Anjani dengan senang hati. Jadilah Anjani bekerja di restoran milik Bu Wati dengan  upah perjam.

"Anjani, kamu kasih ini ke meja nomor 13, ya."

"Oh, iya, Kak."

Anjani tersenyum kemudian mengambil tatakan yang diberikan Retno padanya. Retno sendiri adalah chef di tempat  Anjani bekerja dan mereka sudah mengenal satu sama lain.

Gadis itu kemudian membawa pesanan ke nomor 13 sesuai dengan yang diperintahkan oleh Retno tadi.

Begitulah Anjani bekerja setiap hari tanpa lelah setelah ia pulang dari kuliah. Kemudian saat tiba di rumah ia akan mengurus ibunya yang sering sakit-sakitan.

Gadis itu tidak pernah mengeluh dengan ujian hidup yang dialaminya selama ini. Ia harus menjalaninya dengan lapang dada dan menganggap semuanya adalah proses dalam hidup sebelum ia sukses kelak.








Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang