Sean memarkirkan kendaraannya di tempat parkir khusus untuk para petinggi. Pria itu tentu saja mendapat hak istimewa untuk tempat lahan parkir karena ia salah satu donatur sekaligus universitas ini merupakan milik anak perusahaannya.
Dengan setelan jas hitam yang ia kenakan, pria itu melangkah keluar dari mobil kemudian membuka pintu mobil samping untuk mengeluarkan cucunya.
"Ikut grandpa ketemu sama calon grandma kamu." Pria itu dengan santai menggandeng tangan Satya menyusuri jalanan setapak yang hanya bisa dilewati oleh para dosen atau pun staf yang bekerja di universitas ini.
Sean langsung menuju kantor temannya tanpa memberitahu kehadirannya lebih dulu.
Pria itu akan berbasa-basi sejenak pada temannya sebelum akhirnya ia akan mencari gadis pujaannya.
"Grandma masih sekolah?" Satya mendongakkan kepalanya menatap sang kakek.
"Grandma masih sekolah. Tapi, bukan sekolah seperti yang kamu pikirkan. Pokoknya kalau kamu sudah besar, kamu akan paham." Sean menjawab dengan santai. Pria itu kemudian langsung pergi ke kantor sahabatnya tanpa menjelaskan lebih lanjut pada Satya yang terlihat kebingungan.
Sementara di sisi lain kampus, sesosok gadis dengan kulit kuning langsat sedang membaca buku di perpustakaan dan tengah mempelajari materi yang belum ia pahami.
Gadis cantik itu adalah Anjani. Hanya itu namanya dan tidak ada nama panjang lainnya. Kuliah di universitas swasta dengan mengandalkan beasiswa yang diberikan padanya membuat Anjani harus bekerja keras untuk mempertahankan nilainya. Jika tidak, kemungkinan beasiswanya akan dicabut bisa saja terjadi.
"Anjani, nanti malam kamu ada waktu tidak?"
Anjani yang sedang menunduk seketika itu mendongakkan kepalanya menatap sosok Haris yang duduk tepat di hadapannya.
"Aku harus bekerja sampai jam 10. Jadi tidak punya waktu untuk bermain," sahutnya dengan tenang.
Ini bukan kali pertama ia menolak tawaran Haris yang tentu saja mengajaknya untuk jalan keluar atau hangout bareng. Untuk sekian kalinya Haris mengajaknya dan untuk sekian kalinya pula ia menolak.
Haris adalah senior di kampus tempat Anjani menuntut ilmu. Sudah lama Haris menyimpan rasa padanya, namun Anjani yang fokus pada pelajaran tidak memedulikan hal-hal yang berkaitan dengan asmara. Gadis itu hanya akan bekerja, kuliah, dan mengurus ibunya yang sudah tua.
"Kalau begitu kita bisa pergi kapan-kapan." Haris tersenyum sambil mengangkat bahunya. Pemuda itu kemudian pamit pada Anjani untuk ke kelas yang mungkin saja sudah dimulai.
Perpustakaan mulai sepi namun Anjani masih tetap berada di sana tanpa beranjak. Kelasnya akan dimulai dalam waktu 30 menit lagi dan itu dimanfaatkan Anjani untuk membaca buku.
Tak lama kemudian suara langkah kaki terdengar tak membuat gadis 20 tahun itu mendongakkan kepalanya. Ia tetap fokus pada bacaan yang ada di hadapannya sampai sebuah tangan dengan kurang ajarnya tiba-tiba sudah berada di pundaknya.
"Lepas." Anjani yang kaget tentu saja langsung menepis tangan orang itu kemudian menoleh hanya untuk mendapati senyum dari laki-laki mesum yang selalu mengganggunya dalam tiga bulan terakhir.
Gadis itu terbelalak berusaha untuk mendorong pria yang usianya di atas Anjani menjauh. Namun, seperti gunung, pria itu bahkan tidak bergeser sedikitpun.
"Sayang, jangan usir aku. Nanti aku sedih kalau kamu mengusirku lagi."
Tak tahu malu itu lah Sean Dwirg. Pria itu dengan sengaja meninggalkan cucunya di ruang rektor kemudian langsung pergi ke perpustakaan untuk menemui pujaan hatinya.
Laki-laki itu mendekap Anjani yang masih berusaha untuk memberontak.
"Lepas, Pak, atau saya akan teriak?" ancam gadis itu marah.
"Teriak aja, Swetty. Aku jamin, tidak akan ada yang mendengarkannya. Di sini, hanya ada kita berdua." Sean tersenyum.
Pria itu kemudian menahan tengkuk Anjani dan dengan bibir kurang ajarnya itu mulai menyesap bibir Anjani dengan mata terpejam. Satu tangan menahan tengkuknya sementara tangan yang lain mendekap punggung gadis itu agar tidak bergerak.
"Mmmmh!"
Sean tidak peduli dengan pemberontak kecil yang dilakukan oleh kekasih kecilnya itu. Bibirnya dengan leluasa menjelajahi bibir ranum milik sang gadis yang Sean pastikan masih dalam keadaan suci sebelum direnggut olehnya sebulan yang lalu. Yeah, Sean akui jika memang dirinya brengsek yang mencuri ciuman pertama milik gadis polos yang selalu jual mahal padanya.
"Ah!" Sean melepas tautan bibir mereka saat tiba-tiba gigitan tajam di bibirnya ia rasakan. Siapa lagi pelakunya jika bukan kucing kecil kesayangannya.
"Sayang, kamu suka main kasar?" Sean menatap takjub pada Anjani yang kini sudah mulai bergerak menjauh dan menatapnya dengan ketakutan. "Tenang saja, Sayang. Aku suka bermain lembut."
"Pergi, Pak. Jangan ganggu saya lagi. Sudah sering saya katakan kalau saya tidak tertarik dengan bapak."
Gadis itu dengan terburu-buru merapikan buku di atas meja dan menyusun sisa buku yang bukan miliknya ke atas rak perpustakaan.
Saat membalikkan tubuhnya, lagi-lagi tubuh tinggi Sean menghalanginya. Pria itu maju selangkah membuat Anjani merapatkan tubuhnya pada rak buku.
Sean mengunci kedua tangannya di kedua sisi tubuh Anjani. Pria itu menatap lekat manik mata kekasih kecilnya sambil tersenyum miring. "Sayang, aku rindu sama kamu. Kita sudah 17 jam tidak bertemu. Seharusnya kamu rindu aku 'kan?"
Tidak waras!
Itu adalah kalimat yang menggema dalam benak Anjani mendapati sikap pria tua yang ia tahu bernama Sean itu semakin menjadi dari hari ke hari.
"Bapak bisa mempermainkan perempuan manapun, tapi bukan saya! Saya mohon jangan ganggu saya lagi, Pak." Anjani menatap penuh permohonan pada pria di hadapannya.
"Sayang, kamu bisa meminta apa pun, tapi tidak dengan meminta aku menjauh darimu."
Sean menunduk kemudian mendekatkan wajahnya pada bibir Anjani. Satu tangannya bergerak menyentuh ujung bibir sang gadis yang bergetar.
Nafsu kembali membutakan Sean membuat pria itu lagi-lagi bergerak menciumi bibir Anjani. Pria itu melumat bibir sang gadis tidak peduli jika gadis itu terus memberontak.
Napasnya mulai berat merasakan bibir yang menjadi candunya.
Satu tangan ia letakkan di pinggang Anjani sementara tangan lainnya bergerak ke buah dada sang gadis yang tertutup dengan kemeja lengan panjang yang ia kenakan.
Sean mati rasa. Pria itu tidak merasakan cubitan atau pukulan keras yang dilayangkan Anjani padanya.
Dari luar saja buah dada Anjani tampak sangat kencang membuat Sean nyaris kehilangan akal ingin langsung melakukan hubungan intim di perpustakaan kampus ini. Sayangnya, gerakannya tertahan kala merasakan pukulan yang sedikit keras namun tidak menyakitinya berasal dari bokongnya.
Sean menghentikan segala sesuatu aktivitasnya tanpa bergeser sedikitpun dari tubuh Anjani. Pria itu menoleh dan menundukkan kepalanya sedikit hanya untuk melihat sosok Satya berdiri menatapnya dengan marah.
"Grandpa menyakiti calon grandma."
Bocah berusia 4 tahun itu menatap sekilas pada sosok gadis yang berada di hadapan opanya. Terdengar suara tangis kecil yang membuat Satya menggelengkan kepalanya menatap sang kakek.
"Pantang bagi kita untuk menyakiti perempuan. Grandpa, bukan laki-laki."
Sean melotot mendengar ucapan cucunya yang ia tahu pasti diracuni oleh anak dan menantunya.
"Satya Dwirg, menurutmu, siapa yang kamu beri nasehat, Hm?"
"Grandpa." Anak itu menyahut dengan polos, membuat Sean gemas. Tiba-tiba Sean berpikir untuk cepat-cepat menghamili Anjani agar bisa mendapatkan bocah pintar seperti cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...