Mendapat kiriman video dari ibunya tentu saja membuat Laura merasa senang dan bahagia. Gadis itu tidak lupa untuk pamer pada Niken dan juga Tantri dan menunjukkan pada mereka video rumah yang dikirimkan oleh ibunya saat ini.
"Kalian lihat sendiri 'kan kalau Om Sean itu benar-benar serius sama mama aku. Buktinya Mama aku sekarang ada di rumah om Sean. Mereka pasti lagi mau membicarakan tentang pertunangan atau pernikahan mereka," ujarnya penuh percaya diri.
"Kamu yakin? Siapa tahu saja Om Sean itu lagi main-main sama ibu kamu," sahut Niken tidak yakin.
"Sudah deh, Nik, kamu bicaranya nyelekit terus. Sepertinya tidak suka sekali kalau mamaku bisa menikah dengan orang kaya? Kenapa memangnya? Kamu iri karena Mama aku bisa dapat suami yang kaya raya?" Laura memutar bola matanya menatap malas pada Niken yang tentu saja meragukan kemampuan mamanya untuk mendapatkan pria tampan dan kaya seperti Om Sean.
"Ya siapa tahu saja 'kan kita tidak ada di lokasi. Jadi, kita tidak tahu yang sebenarnya." Niken mengangkat bahunya acuh.
"Mau bukti apa lagi? Sudah lihat kamu kiriman video dari mama aku? Mama aku sekarang ini lagi ada di rumah om Sean. Kalau kamu tidak percaya ya sudah. Toh, aku juga tidak merasa rugi sama sekali," timpal Laura agak sengit.
"Ya ampun, serius kalian berdua mau berdebat di kantin ini? Tidak malu kalian dilihat sama anak-anak di sini?" Tantri yang sejak tadi diam menatap keduanya dengan gelengan kepala.
Benar-benar tidak habis pikir dengan kedua teman akrabnya ini yang selalu saja berdebat jika sudah membahas tentang mamanya Laura.
"Niken saja yang mencari gara-gara. Dia kelihatan tidak senang sama sekali kalau mama aku bisa dapat laki-laki kaya."
"Siapa yang tidak senang 'sih? Aku fine-fine aja, kok. Kamu sendiri yang sensitif." Niken mengangkat bahunya acuh kemudian menyesap minuman dalam gelasnya.
"Tahu ah." Merasa kesal dengan sikap Niken, Laura kemudian berbalik pergi meninggalkan kantin, serta Niken dan Tantri yang menatap bengong pada kepergian teman mereka yang agak tiba-tiba.
Sementara itu Anjani sendiri masih berada di kelas dan menikmati ceramah yang diberikan oleh dosen di depan. Tidak lupa perempuan cantik itu sambil sesekali mencatat bagian-bagian penting yang menurutnya agak sulit diingat.
Pelajaran berlangsung kemudian berakhir dengan Anjani yang harus kerja kelompok dengan teman-temannya.
Kebetulan Anjani memiliki kelompok 3 dengan jumlah 4 orang, dua di antaranya laki-laki dan duanya perempuan.
"Jadi, apa kita mau mengerjakannya hari ini atau besok? Makin cepat selesai makin bagus. Soalnya kalau kita molor-molor waktu nanti bakalan tidak bisa dikejar deadline-nya." Vania menatap pada tiga orang temannya yang berada dalam satu kelompok dengannya.
"Kalau aku ikut saja. Mau hari ini juga tidak masalah, mau besok juga tidak masalah." Lukas mengangkat bahunya karena memang ia hanya mengikuti apa saja yang diinginkan oleh teman-temannya. Kebetulan, Lukas dan juga Enrico memang bersahabat sehingga mereka berdua sangat klop untuk berada dalam satu kelompok yang sama.
Segera tatapan Vania beralih menatap pada Anjani dengan tanya yang terlihat jelas dari robu aja cantiknya.
"Kalau kamu Anjani, bagaimana?"
Anjani yang mendapatkan pertanyaan langsung mendongak.
"Aku ikut saja. Hari ini juga tidak masalah. Apalagi ini masih siang, mungkin waktunya bisa dikejar sampai sore."
Akhirnya, karena tidak mau tugas mereka dikerjakan dekat deadline, mereka memutuskan untuk mengerjakan tugas mereka hari ini di rumah Lukas.
Anjani naik motor bersama Vania sementara Lukas dan juga Enrico menggunakan mobil mereka masing-masing.
Anjani sudah memberitahu suaminya jika ia akan pulang terlambat karena harus mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman kelasnya. Beruntungnya lagi, Sean mengizinkannya dan berkata jika suaminya itu akan menjemputnya.
Setelah mengirim lokasi tempat di mana saat ini ia berada, Anjani langsung masuk ke dalam rumah setelah mereka tiba.
Mereka mengobrol sebentar sampai akhirnya minuman dan cemilan yang dibawa oleh asisten rumah tangga disuguhkan di hadapan mereka.
"Terima kasih, Bu." Vania tersenyum manis dan meletakkan semua minuman di depan masing-masing dari mereka.
Vania adalah gadis mandiri berusia 20 tahun yang kebetulan bukan asli orang sini. Gadis itu merantau dari kota sebelah meninggalkan kedua orang tuanya di desa sambil mencari biaya kuliahnya.
Vania memang bukan terlahir dari keluarga kaya raya. Dia hanya terkenal sebagai gadis yang ramah dan sangat mudah menolong orang lain. Banyak orang yang mau berteman dengannya. Tidak seperti Anjani yang dingin dan tertutup, sampai teman-teman sekelasnya pada takut untuk sekadar hanya say hello dengan dia.
Vania juga dikenal sebagai gadis yang pintar. Maka dari itu ia merupakan mahasiswi kedua yang menerima beasiswa dalam kelas Anjani.
"Kalau begitu kita bisa kerjakan sekarang. Lukas, kamu kumpulkan materi, Enrico, kamu tolong baca-baca materi yang sudah dikumpulkan oleh Lukas. Sementara aku dan Anjani akan mencari jawabannya."
Vania memang dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas sehingga orang-orang yang seringkali berada dalam satu kelompok yang sama dengannya sudah hafal dengan tabiat gadis itu.
Keempatnya mengerjakan tugas dengan serius sampai waktu tidak terasa hingga akhirnya mereka menyelesaikan tugas.
Anjani merenggangkan sedikit kepalanya, juga punggungnya yang terasa pegal.
Gadis cantik itu kemudian melihat ponselnya yang baru mendapat notifikasi dari sang suami dan menanyakan perihal dirinya sudah mau pulang atau belum.
"Anjani, rumah kamu di mana? Nanti aku antar kamu sampai rumah kamu, ya? Kalau kamu diantar sama Lukas atau Enrico, mereka bawa mobilnya kebut-kebutan seperti tadi."
Sangat beruntung tadi Vania membawa motornya dengan santai karena ia tidak mau cepat-cepat tapi tidak selamat.
"Aku nanti dijemput sama suami aku."
Kalimat yang disampaikan oleh Anjani tentu saja membuat Lukas yang sedang menyesap minuman dalam gelas tersedak, begitu juga dengan Enrico yang langsung menjatuhkan pena yang sedang ia pegang.
Begitu juga dengan Vania yang menoleh menatap tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Anjani.
"Serius kamu sudah menikah? Ya ampun, selamat Anjani. Semoga pernikahan kamu samawa dan pokoknya langgeng sampai tua. Aamiin."
Vania tidak bertanya dengan siapa teman sekelasnya itu menikah karena jika Anjani ingin memberitahu pasti perempuan itu akan memberitahunya.
"Terimakasih." Anjani menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis.
Begitu juga dengan Lukas dan Enrico yang mengucapkan selamat atas pernikahan Anjani dengan siapapun yang mereka tidak ketahui.
Setelah itu Anjani mendapat telepon dari suaminya yang ternyata sudah menunggu di luar, Anjani kemudian pamit begitu juga dengan Vania yang memang harus pulang ke kontrakannya.
Baik Lukas, Enrico, maupun Vania agak terkejut saat mendapati jika suami Anjani adalah seorang pria yang sudah agak dewasa. Mereka tidak berkomentar apa-apa dan hanya memperkenalkan diri pada Sean yang disambut pria itu dengan ramah.
Baru kemudian Sean langsung pergi membawa istrinya untuk pulang, begitu juga dengan Vania yang langsung menyalakan kendaraan roda duanya berbalik pergi meninggalkan pekarangan luas tempat tinggal Lukas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...