34: Dokter Friska

5.5K 414 30
                                    

Mirna dan Halimah datang dengan tergesa-gesa ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Siska berada di rumah sakit dan sedang dirawat oleh dokter.

Kedua wanita berbeda usia itu benar-benar tidak menyangka jika Siska yang pergi dengan semangat ceria tadi pagi bisa berada di rumah sakit pada saat siang hari.

Siska yang melihat kedatangan ibu dan juga neneknya langsung menceritakan bagaimana ia diserang habis-habisan oleh Anjani. Siska juga mangaku dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya meminta agar Anjani mau bertemu dengan kakeknya. Sayangnya, bukan mendapat respon yang baik, Anjani justru mengatakan kalimat yang kasar dan menyerangnya dengan membabi buta.

"Dasar memang dia anak haram tidak tahu diri. Bukannya bersyukur kamu mau membawanya masuk ke dalam rumah kita lagi. Tapi, justru menyerang kamu. Anak liar itu memang tidak pantas untuk berada dalam keluarga kita," sungut Mirna dengan amarah kesal.

"Aku juga merasa kesal dan menyesal sudah mengajak dia untuk datang ke rumah menemui kakek, Nek. Seharusnya aku tidak melakukan itu sesuai dengan saran nenek," keluh Siska.

Ekspresi wajahnya yang cemberut dengan luka di mana-mana membuat Mirna tampak prihatin dengan keadaan cucunya ini.

Sedangkan Halimah yang berada di dekat tempat tidur putrinya tentu saja tidak percaya dengan apa yang diceritakan oleh Siska terutama karena ia tahu watak Siska seperti apa.

"Tidak mungkin Anjani mau menyerang kamu kalau kamu tidak mengatakan hal-hal yang memancing emosinya," ujar Halimah menengahi mereka berdua.

"Kamu tidak percaya dengan anak kamu sendiri, Halimah? Jelas-jelas anak kamu yang mengalaminya secara langsung dan kamu masih membela anak haram itu?" Mirna menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Kamu itu seharusnya belajar untuk tidak lagi peduli dengan orang-orang yang tidak penting seperti itu."

"Jadi umi tidak percaya padaku? Memangnya umi tidak melihat luka-luka di tubuhku ini? Ini dari hasil perbuatan anak haram itu," sungut Siska menatap uminya.

"Bukan umi tidak percaya dengan kamu. Tapi, umi tahu sekali watak kamu seperti apa." Halimah menggelengkan kepalanya sambil mengusap kepala Siska. "Jangan buat ulah lagi, ya? Memangnya kamu tidak takut kalau kakek sampai tahu apa yang terjadi?"

"Kakak pasti akan membelaku, Umi. Aku memang tidak bersalah kok," sahut Siska penuh percaya diri.

Gadis itu bahkan meringis ketika bibirnya tidak sengaja bersentuhan dengan giginya. Ini akibat perempuan gila itu yang berani menyerangnya. Lihat saja ia akan meminta pada kakeknya untuk memenjarakan perempuan itu karena melakukan aksi penyerangan terhadapnya, batin Siska bertekad.

Sementara di sisi lain, Anjani yang sudah diobati oleh dokter Friska hanya bisa menggelengkan kepala melihat bagaimana keras kepalanya Sean berusaha untuk membujuk agar istri kecilnya itu tinggal beberapa hari di rumah sakit.

"Kamu benar-benar ABG tua keras kepala, Sean. Sudah dibilang sama istri kecilmu ini kalau dia tidak kenapa-kenapa. Aku bahkan sebagai dokter sudah bilang juga kalau istri kecilmu ini hanya mengalami luka memar sedikit. Tidak perlu sampai harus dirawat beberapa hari di rumah sakit." Friska benar-benar tidak habis pikir mengapa temannya ini agak berlebihan dalam menanggapi sesuatu yang berhubungan dengan istrinya.

"Tapi kamu yakin kalau istriku tidak kenapa-kenapa?"

"Astaga, Sean. Aku sudah bilang kalau istri kamu ini tidak kenapa-kenapa. Kamu tidak perlu untuk menyewa ruang rawat di sini untuk istri kamu. Bawa saja pulang dia daripada dia nanti makin stress karena harus tinggal di rumah sakit dalam kondisi sehat walafiat." Friska memutar bola matanya kemudian beralih menatap Anjani. "Kamu yang sabar ya nak, menghadapi kelakuan suami kamu ini. Dia memang agak berlebihan. Tapi entah kenapa sama kamu, sepertinya dia sudah kelebihan."

Sean yang sedang dibicarakan cemberut di samping istrinya. Sedangkan untuk Anjani sendiri, ia hanya terkekeh sambil mengusap punggung tangan suaminya yang diletakkan di atas pahanya.

Melihat itu tentu saja Friska tersenyum manis. Wanita itu kemudian pamit keluar setelah memberi salep untuk mengobati luka cakar di tangan Anjani.

"Kamu yakin tidak ada sesuatu yang terjadi pada istriku?"

Gerakan tangan Friska yang akan membuka pintu terhenti mendengar pertanyaan yang untuk ke sekian kalinya dilontarkan oleh Sean.

"Sekali lagi kamu bertanya seperti ini Sean, aku pasti akan melemparkanmu dari lantai 3 rumah sakit ini." Tanpa menunggu respon atau menoleh ke arah Sean, Friska kemudian berlalu pergi diikuti oleh suster yang berusaha untuk menahan tawa.

Akhirnya Sean mengalah dan membawa istrinya untuk pulang ke rumah. Sebelum itu mereka harus membayar biaya administrasi terlebih dahulu.

Sambil menunggu pembayaran selesai, karena masih ada beberapa antri lagi, Sean merangkul pundak Anjani.

"Mas tidak marah karena aku bertengkar tadi?" Anjani bertanya dengan suara pelan sambil mendongak menatap pada suaminya.

"Buat apa aku marah?" Sean menundukkan kepalanya menatap sang istri dengan senyum manis. "Aku tahu bagaimana watak istriku. Istriku adalah orang yang lemah lembut dan juga kalem. Istriku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang kasar jika tidak diliputi oleh amarah."

Tangan pria itu bergerak mengusap kepala istrinya. "Aku yakin kalau kamu tidak akan melakukan hal seperti itu kalau tidak dipancing. Mau cerita kenapa kamu bisa seperti ini?"

Anjani terdiam sejenak dengan kepala menunduk. Perempuan cantik itu akhirnya mendongak menatap suaminya.

"Aku tidak masalah kalau aku dihina atau diejek seperti apapun. Aku juga tidak akan pernah marah, karena hanya diriku yang dihina. Tapi, aku akan marah kalau ada orang lain yang menghina ibuku." Anjani berucap sambil membalas tatapan suaminya. "Apa yang aku lakukan tadi salah, Mas?"

Sean tentu saja menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kamu tidak salah apa-apa. Mas juga akan melakukan hal yang sama kalau orang yang Mas sangat sayangi dihina oleh orang lain. Terutama Mas sangat bangga karena kamu membela harga diri ibumu."

Tidak lupa Sean juga menarik kepala Anjani untuk mengecupnya tak peduli jika saat ini mereka sedang di depan administrasi.

"Pokoknya kalau ada sesuatu yang tidak menyenangkan di mata kamu, kamu boleh melawan. Boleh hancurkan wajah mereka dan boleh melakukan apapun. Kamu tenang saja karena akan ada Mas yang akan melindungi kamu dari belakang. Mas pastikan kamu tidak akan menemukan masalah jika kamu berani melawan sama orang-orang yang berusaha untuk menjatuhkan mental kamu." Ungkapan yang begitu romantis disampaikan oleh Sean sehingga beberapa orang yang berada di dekatnya menoleh beberapa kali.

Beberapa di antaranya adalah wanita yang merasa jika Anjani sangat beruntung memiliki pria yang akan berdiri di belakangnya dan akan membantu ketika ia dilanda kesulitan.

Tentu saja di antara mereka yang berada di depan administrasi, sosok seorang pria berusia 32 tahun berdiri termangu sambil melirik ke arah di mana Anjani berada.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang