24: Makam Bu Dewi

7.2K 560 14
                                    

Tempat yang dipilih Sean untuk memakamkan Bu Dewi adalah tempat pemakaman yang mahal.

Kebetulan ada salah satu kenalan Sean yang membutuhkan uang dan menawarkan sebidang tanah untuk pemakaman.

Entah mengapa satu minggu yang lalu Sean yang tidak tertarik pada lahan tersebut akhirnya setuju untuk membelinya. Mungkin ini adalah petunjuk dari Tuhan agar dirinya menyiapkan pemakaman dengan tempat yang istimewa untuk ibu mertuanya itu.

Pakaian serba hitam mereka kenakan. Sean sendiri berdiri di sebelah Anjani sambil merangkul pundak istrinya dengan tangan kiri. Sementara sebelah tangannya lagi memegang payung Hitam.

Anjani mengenakan kacamata lebar, begitu juga dengan dirinya yang mengenakan kacamata couple seperti istrinya.

Sean mendadak gelisah saat melihat istrinya tidak menangis. Bukankah kata orang, seseorang yang tidak menangis setelah kepergian orang yang disayang itu adalah kesakitan terbesar dalam hidup.

"Ibu yang tenang di sana, ya. Aku akan sering mengunjungi ibu." Anjani menunduk dan mengecup nissan ibunya sebelum akhirnya perempuan itu memberi kode pada suaminya untuk mereka segera pulang.

Hanya ada Anjani dan juga Sean, serta Samuel dengan keluarga kecilnya yang tidak meninggalkan Anjani meski pemakaman sudah selesai.

Sean yang mengerti dengan kondisi Anjani mengangguk dan langsung membawa istrinya untuk pulang. Namun, baru beberapa langkah pergi meninggalkan makam ibunya, perempuan itu jatuh tidak sadarkan diri. Sangat beruntung Sean berada di dekatnya, hingga bisa menahannya.

"Anjani, sayang, hei." Sean menepuk pipi Anjani dan berusaha untuk membangunkan istrinya itu, namun tidak mendapat respon.

"Sepertinya Mama pingsan, Pa. Kita langsung bawa pulang aja ke rumah," ujar Abel menatap pada mama mertua tirinya itu.

Akhirnya Sean segera bangkit dan membopong tubuh Anjani keluar dari area pemakaman.

Tujuan mereka tentu saja langsung pulang ke rumah dan memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Anjani.

Abel sendiri langsung bergerak memanggil dokter dan meminta agar segera datang ke rumah Sean berada.

Setelah dibaringkan di ranjang ruang tamu yang ada di lantai bawah, Sean kemudian duduk di sebelah Anjani. Pria itu mengusap kening istrinya dan sorot matanya berubah sedih melihat bagaimana istrinya berjuang untuk tidak menangis di depan jenazah ibunya sendiri.

"Aku janji akan terus menjaga kamu, Jani. Tidak akan aku sia-siakan kamu." Pria itu menunduk mengecup kening Anjani.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Sean menyuruh untuk siapapun yang mengetuk untuk segera masuk.

Benar saja yang masuk adalah Abel bersama dokter wanita yang akan memeriksa kondisi Anjani.

Sementara Sean tetap dengan tenang duduk di sebelah istrinya. Tidak mau meninggalkan Anjani sejengkal pun.

Sementara Samuel dan Satya menunggu di luar. Sebagai laki-laki tentu saja Samuel tidak akan diizinkan oleh papanya untuk masuk ke dalam kamar melihat bagaimana istri baru papanya diperiksa.

Setelah melakukan pemeriksaan ternyata dokter menjelaskan jika Anjani hanya kelelahan dan mengalami dehidrasi. Dokter meminta agar Anjani segera istirahat dengan cukup dan meresepkan obat yang akan ditebus di apotek terdekat.

"Kalau begitu aku mau minta tolong sama bibi untuk menyiapkan makan siang untuk mama. Papa tidak apa-apa menjaga Mama sendiri di sini?" Abel menatap papa mertuanya yang menganggukkan kepala tanpa menatap ke arahnya.

Melihat sikap papanya tentu saja Abel tersenyum. Entah itu papa mertuanya, atau suaminya sendiri, mereka sama-sama akan cemas jika pasangan mereka mengalami hal-hal yang tidak terduga.

Abel kemudian melangkah keluar dan mendapati suaminya yang masih menunggu di luar.

"Bagaimana kondisi istri baru papa?"

"Shock, kelelahan, dan dehidrasi ringan." Adalah jawaban yang diberikan Abel pada suaminya. "Aku mau ke dapur dulu untuk minta bibi siapkan makan siang untuk mama. Lagi pula masnya harus panggil Mama Anjani itu dengan sebutan mama. Jangan sebut dengan sebutan istri baru papa terus." Abel memberi nasihat pada suaminya yang mengangguk dan segera merangkul pinggangnya untuk pergi ke dapur.

Mereka berdua tidak menyadari jika mereka meninggalkan Satya yang kini berdiri bersandar pada tembok menatap kedua orang tuanya dengan gelengan kepala.

"Kalau sudah berduaan pasti aku dilupakan," gumam Satya pada dirinya sendiri.

Tidak mau ditinggal sendiri, Satya memutuskan untuk masuk menemui opa dan juga Omanya.

Melihat pintu terbuka, Sean yang sedang mencium kening Anjani segera menegakkan tubuh dan menatap ke arah pintu.

Pria itu melempar senyum ketika melihat sosok tubuh kecil melangkah masuk dan menutup pintu dengan rapat.

"Satya mau lihat Oma kecil?"

"Kenapa disebut Oma kecil? Oma 'kan sudah besar." Satya memiringkan kepalanya sambil melangkah mendekati tempat tidur berukuran besar tersebut.

"Soalnya umur Oma kecil hampir sama dengan umur Mama kamu."

Anggukan di kepala Satya yang mengerti tentu saja membuat Sean tersenyum puas.

Cucunya ini memang pintar dan cepat menangkap sesuatu, pikir Sean merasa puas.

"Ayo, duduk di sini dan temani sampai Oma kecil sadar," ajak Sean mengangkat tubuh kecil Satya.

Pria itu menundukkan Satya di sisi lain tanpa menyakiti Anjani.

Tak lama kemudian Anjani akhirnya sadar membuat Sean merasa lega setengah mati.

"Mas?" Anjani langsung bertemu tatapan dengan suaminya yang tampak lega ketika melihat dirinya sadar.

"Iya, Sayang."

Anjani bergerak kemudian mendudukkan dirinya dan langsung memeluk Sean. Entah mengapa, pelukan dari suaminya ini membuat ia merasa nyaman dan tenang.

Sementara Satya yang lagi-lagi ditinggalkan memiringkan kepalanya ke samping dengan tangan yang sengaja diletakkan di atas dagu. Lagi-lagi dirinya menjadi obat nyamuk untuk para orang dewasa yang tidak pernah menyadari kehadirannya.

"Sayang, kalau mau nangis silakan menangis. Mas akan siap untuk menyediakan dada Mas untuk tempat kamu mencurahkan isi hati kamu dan menangis," ucap Sean dengan tulus.

Pria itu tidak lupa juga mengusap punggung istrinya dengan gerakan lembut.

"Aku sedang tidak ingin menangis, Mas. Mungkin ini juga keinginan ibu untuk segera pergi agar beliau tidak merasakan kesakitan lagi," sahut Anjani dengan suara sendu. "Kalau untuk kebahagiaan ibu, aku akan mendukung 100%."

"Iya, Sayang. Pokoknya Mas janji akan terus berada di samping kamu dan menjaga kamu sampai kita sama-sama tua."

Anjani segera melingkarkan lengannya di pinggang Sean dengan dada suaminya sebagai bantalannya.

"Oma cantik sudah agak mendingan?"

Anjani langsung tersentak dan melepaskan pelukannya dari sang suami untuk mencari ke arah sumber suara.

Wanita itu langsung memutar tubuhnya ke belakang dengan mata membelalak ketika melihat Satya yang duduk dengan tenang tepat di sebelahnya.

Wajah Anjani langsung merona merah melihat bagaimana cucu mudanya itu menatap ke arahnya dengan kepala dimiringkan ke samping. Sementara matanya berkedip polos yang membuat Anjani merasa agak bersalah.

"Satya, maaf, Oma tidak melihat keberadaan kamu." Anjani langsung bergerak memeluk Satya dan mendudukkannya di atas pangkuannya, yang menyebabkan ekspresi wajah Sean langsung berubah cemberut.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang