47: Gosip

4.6K 405 33
                                    

"Siska, pokoknya Umi mau kamu merubah sikap kamu itu. Jangan pernah membuat masalah lagi yang bakalan membuat kakek kamu semakin murka."

Saat ini Halimah dan juga Siska berada di dalam kamar gadis itu. Halimah tentu saja tidak mau jika putrinya ini melakukan sesuatu yang akan merugikan diri sendiri. Apalagi Sisca selama ini memang dimanja oleh dirinya dan sang suami, yang semua keinginan harus dituruti. Halimah hanya takut jika ini terus berlanjut maka ini tidak akan baik untuk kehidupan dan juga masa depan Siska.

"Umi, aku tidak melakukan apa-apa. Umi jangan curiga terus sama aku. Lagi pula, Umi kenapa 'sih terlihat sekali membela anak haram itu? Aku pokoknya tidak suka kalau Umi membela dia," ujar Siska dengan ketus.

"Umi tidak membela siapa-siapa. Umi hanya tidak ingin kalau kamu sampai keterusan melakukan hal-hal yang akan merugikan kamu dan juga orang lain. Kamu dengar omongan Umi, Siska, jangan pernah berbuat nakal. Terutama kamu jangan merencanakan sesuatu pada Anjani. Umi tidak mau ada konflik di antara kalian."

Setelah memberi ceramah pada putrinya itu, Halimah kemudian keluar meninggalkan Siska yang masih merasa dendam dan benci.

Kebetulan Halimah berpapasan dengan Fabian yang akan pergi ke kamarnya.

"Fabi," panggil Halimah pada putranya.

"Iya, Umi. Umi ada perlu sama aku?" Pria itu bertanya baik-baik pada uminya, wanita yang sangat dicintainya itu.

Halimah tersenyum lembut menatap putranya. "Tidak ada perlu apa-apa. Umi hanya ingin menyapa kamu saja."

Fabian menganggukkan kepalanya kemudian beralih menatap pada pintu yang ada di belakang uminya. "Umi habis dari kamar Siska?"

"Iya. Umi habis menasehati adik kamu supaya dia tidak nakal dan membuat ulah sampai memicu kemurkaan kakek kalian. Kamu kalau ada waktu, bisa berbicara dengan Siska. Beri dia nasihat yang baik, supaya tidak terjerumus ke dalam hal-hal negatif."

Halimah menatap putranya yang saat ini mengangkat bahunya dengan acuh.

"Umi tahu sendiri kalau anak kesayangan Umi itu keras kepala dan tidak pernah mendengar nasihat orang tua. Jadi, aku tidak mau membuang-buang waktu hanya untuk memberinya nasihat." Pria itu berucap dengan santai. "Kalau begitu aku masuk ke kamar dulu, Umi. Aku lelah dan ingin istirahat karena tadi sibuk," pamitnya pada sang Umi.

"Iya. Jangan lupa untuk baca doa sebelum tidur, Nak."

Fabian terkekeh kemudian memeluk wanita yang sudah melahirkannya itu. Baru kemudian ia masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu.

Memberi nasehat pada Siska? Heh, lebih baik ia menghabiskan waktunya untuk mencari tahu siapa sepupunya itu, daripada menghabiskan waktu sia-sia dengan mengobrol bersama Siska.

Keesokan harinya.

Anjani yang baru saja turun dari mobil langsung menjadi pusat perhatian para mahasiswa dan mahasiswi yang berada di area sekitarnya.

Ada banyak mahasiswa yang menunjuk ke arahnya sambil berbisik dan mengatakan hal-hal yang tidak bisa dijangkau oleh telinga Anjani.

Merasa tidak memiliki masalah apapun pada mereka, Anjani kemudian langsung pergi menuju fakultas tempatnya menuntut ilmu. Perempuan cantik itu membawa beberapa buku, serta tas ransel hitam miliknya yang tersampir di punggung.

Sepanjang perjalanan menuju fakultas tempatnya menuntut ilmu, ada banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang berbisik sambil mengarahkan jari telunjuk mereka ke arahnya. Entah apa yang salah, Anjani juga tidak mengetahuinya.

Sampai beberapa saat kemudian ia tiba di depan kelasnya dan memilih untuk masuk. Anak-anak yang sedang berbicara langsung menoleh spontan ke arahnya, kemudian kembali melanjutkan aktivitas mereka sebelum Anjani masuk.

Tidak ada yang mau berbicara dengan Anjani ataupun mengajaknya untuk berbicara. Ini memang hal biasa yang terjadi ketika Anjani masuk ke dalam kelasnya dan ia tidak merasa ada yang aneh. Hanya ada segelintiran mahasiswi saja yang berbicara sambil menyebutkan namanya dengan nada yang pelan.

Vania yang tidak tahu sejak kapan tiba-tiba sudah menarik kursi untuk duduk di sebelah perempuan itu.

"Kamu merasa ada yang aneh tidak hari ini saat kamu tiba di kampus?" Vania bertanya seraya menatap pada teman sekelasnya itu.

Anjani menggelengkan kepalanya sebagai respons.

Vania menghela napas melihat respon dari teman sekelasnya itu.

Gadis cantik itu segera mengeluarkan ponsel dari dalam tas miliknya dan mengotak-atik sebentar sebelum akhirnya ia menunjukkan sesuatu pada Anjani.

"SALAH SATU MAHASISWI DI KAMPUS TEMPAT KITA MENUNTUT ILMU TERNYATA SIMPANAN SEORANG OM-OM!"


Anjani dapat melihat headline yang tertulis dengan huruf besar di layar ponsel yang ditunjukkan oleh Vania padanya. Terdapat juga gambar saat Anjani dipeluk oleh Sean ketika perempuan itu baru saja akan masuk ke dalam mobil.

Postur tubuh Anjani yang kecil dengan tubuh Sean yang besar tentu saja membuat banyak spekulasi dan juga komentar negatif di bawahnya.

Apalagi saat melihat mobil mewah yang berada di dekat mereka juga pertanda jika pria yang bersama Anjani adalah seorang pria paruh baya dan pastinya kaya raya jika melihat dari merek mobil dan bentuknya.

Apalagi saat itu Sean membelakangi kamera dan hanya bisa dilihat wajah Anjani yang jelas.

"Kamu masuk ke headline berita kampus, Anjani. Banyak anak-anak yang sudah mengira kamu benar-benar simpanan Om-om." Vania kemudian menunjukkan beragam komentar di akun tersebut yang justru mengarah ke Bullying.

"Dia orang miskin pantas aja dia mau jadi simpanan om-om."

"Biaya hidup mahal coy. Jadi orang ketiga di rumah tangga orang juga tidak masalah yang penting bisa hidup hedon."

"Wkwkwk. Boleh juga itu. Berapa sekali main? Sebagai mahasiswa biasa, aku cuma punya uang 2 juta. Bolehlah pakai cewek kampus kita yang katanya kelihatan pendiam."

"Pengen dengar suara desahannya. Gimana suara desahan cewek pendiam itu?"

"Tidak tahu malu! Bisa-bisa nama kampus kita tercoreng karena dia."

"Aku berharap pihak kamu segera tahu apa yang dilakukannya. Semoga saja dia segera di drop out dari kampus sebelum membuat kampus malu."

Beragam komentar cacian dan makian ditujukan pada Anjani. Perempuan cantik itu hanya menatap dengan ekspresi datar kemudian menundukkan kepalanya kembali untuk membaca buku-buku yang ada di hadapannya.

Anjani juga tidak mau ambil pusing apa yang terjadi pada urusan kampus juga gosip yang menerpa dirinya.

"Anjani, kamu harus klarifikasi tentang ini. Kamu harus bilang ke orang siapa laki-laki itu dan apa statusnya supaya orang-orang tidak lagi berpikir buruk tentang kamu," ujar Vania yang gemas. Gemas karena teman sekelasnya ini tampak tidak peduli dengan gosip yang disebarkan tentang dirinya sendiri.

"Buat apa aku menjelaskannya?" Anjani mendongakkan kepala menatap Vania. "Kalau aku menjelaskannya juga tetap saja aku akan dicaci maki karena usia suamiku yang kamu lihat sendiri seperti apa."

"Tapi bukan berarti kamu siap dibully secara non verbal seperti ini. Apalagi ada kata-kata tidak senonoh yang diucapkan oleh akun-akun tidak bertanggung jawab."

Anjani tersenyum kecil menatap Vania. "Aku hanya punya dua tangan dan tidak akan mampu untuk menutup semua mulut yang ingin berbicara tentangku. Lakukan saja apa yang mereka mau, selagi dosa ditanggung masing-masing."

Kali ini Vania benar-benar tidak habis pikir dengan Anjani yang menganggap enteng tentang bullying yang dialaminya sendiri.

Gadis itu hanya berdoa dan berharap semoga saja Anjani selalu dalam lindungan Tuhan.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang