36: Haris

4.9K 384 14
                                    

Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan putranya dengan tangan terlipat di dada.

"Haris Mahesa, kenapa baru pulang jam 8 malam seperti ini? Dari mana saja kamu?"

Haris yang melangkah masuk melewati pintu sambil melamun tersentak terkejut. Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menatap mamanya kini berdiri dengan wajah menyeramkan.

"Aku habis dari cafe, Ma. Menenangkan diri," jawab Haris dengan jujur.

"Menenangkan diri apaan? Memangnya lagi ada masalah apa? Sini cerita sama mama. Nanti mama bakalan kasih solusi ke kamu." Segera wanita itu menarik tangan putranya untuk duduk di sofa yang tersedia.

Haris Mahesa adalah putra bungsunya yang sangat disayanginya namun juga sering dimarahi karena Haris kadang membuatnya jengkel.

"Aku mau cerita ke mama tapi aku malu." Haris mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Ya cerita aja sama mama kenapa kamu harus malu. Mama itu sudah tahu luar dalamnya kamu. Jadi, tidak usah sok malu-malu begitu di depan mama." Wanita itu merapatkan tubuhnya pada sang anak menatap lekat agar putranya itu mau jujur masalah apa yang sedang dialami oleh anaknya itu.

Haris berpikir sejenak sebelum akhirnya ia dengan jujur mengatakan apa yang terjadi padanya hari ini.

"Aku hari ini nembak cewek."

"Iya. Terus, kamu ditolak sama dia begitu?"

Segera Haris menatap mamanya dengan terkejut. Tidak menyangka jika mamanya akan tahu.

"Memangnya Mama tahu dari mana?" Haris bertanya seraya menatap pada mamanya.

"Tidak usah kamu cerita juga Mama tahu. Kalau cewek itu terima kamu, ekspresi wajah kamu pasti tidak akan seperti ini." Wanita itu menggelengkan kepalanya menatap anak bungsunya itu. "Ya sudah kalau begitu, itu tandanya kalau kamu tidak ditakdirkan untuk sama dia. Mungkin di luar sana ada perempuan yang bakalan tulus cinta dan sayang sama kamu."

"Memangnya aku kurang apa, Ma? Aku hanya merasa aneh saja kenapa aku ditolak. Padahal kalau dari segi wajah dan penampilan aku jelas tampan dan keren. Kalau masalah uang tentu saja aku ada. Mama dan papa juga orang kaya. Mobilku juga dibawa ke kampus itu bagus-bagus dan mahal. Kok, bisa aku ditolak?"

Ini adalah sebuah pertanyaan yang sejak tadi dipikirkan oleh Haris, namun tidak menemukan jawaban yang tepat. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya bahkan teman-temannya sekalipun. Mereka juga menganggap aneh Anjani karena menolak Haris yang selalu menjadi idola di kampus. Haris tidak hanya memiliki wajah tampan dan penampilan keren, tapi juga orang tuanya jelas kaya raya.

"Kamu tahu tidak kenyamanan?" Wanita itu bertanya pada putranya.

Haris menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Mungkin anak gadis itu tidak menemukan kenyamanan saat bersama kamu. Ini bukan soal fisik atau harta, tapi rasa aman dan nyaman, juga dicintai adalah hal yang bisa membuat gadis menerima kamu. Itu tandanya berarti gadis itu tulus kalau menerima pasangannya kelak. Buktinya anak mama yang tampan dan keren ini saja ditolak." Wanita itu mengusap kepala putranya dengan sayang. "Jangan putus asa.  Mungkin karena takdir dia tidak bersama kamu. Mama mendoakan semoga saja Haris ketemu dengan anak gadis yang lebih sayang dan cinta dengan Haris. Kalau sudah ketemu jangan disia-siakan ya, Nak. Kasihan kalau harus disia-siakan."

Haris menganggukkan kepalanya sebagai respon. Akhirnya ia mengerti jika mungkin Anjani menolaknya bukan karena masalah fisik atau harta yang dimiliki, tapi sebuah kenyamanan. Terlebih lagi Haris pernah mendengar dari orang-orang jika Anjani lahir dan dibesarkan oleh ibunya seorang diri. Mungkin Haris juga tidak memiliki kenyamanan yang diinginkan oleh Anjani.

___

Mobil yang dikendarai oleh Sean melaju masuk ke sebuah pekarangan luas dengan penjagaan ketat di bagian gerbang. Ekspresi wajah pria itu tampak biasa saja karena kemewahan yang ditampilkan di depan matanya adalah hal yang sudah lama dimiliki dan dilihat oleh matanya.

Bagi seorang Sean, tidak ada hal yang lebih mewah lagi selain mendapatkan istri cantik seperti Anjani.

Hidupnya sudah bergelimangan harta sejak kecil. Jadi, untuk menikmati fasilitas mewah dan juga hal-hal yang diinginkan oleh banyak orang di dunia ini, ia sudah merasakannya jauh lebih lama.

Pria itu memarkirkan kendaraan roda empatnya di lobby depan rumah. Seorang pria berseragam berdiri di depan pintu sambil membungkuk menatap padanya.

"Selamat sore. Pak Harto sudah menunggu bapak di dalam."

Sean hanya menganggukkan kepalanya tanpa ekspresi. Pria itu kemudian dituntun masuk ke dalam rumah di mana mereka menemukan sebuah foto besar dengan berisi anggota keluarga.

Langkah kaki Sean sedikit terhenti ketika melihat satu persatu wajah di dalam kotak tersebut. Semua di dalam foto tersebut tampak berpasangan kecuali seorang pria yang tampak masih muda berdiri dengan tenang tanpa pasangan.

Sean sedikit memiringkan kepalanya ke samping sambil berpikir jika mungkin saja pria yang berdiri sendiri itu adalah papanya Anjani.

"Dia adalah Husein, anak kandung saya juga anak bungsu saya."

Sean langsung mengangkat kepalanya menatap pada sosok pria tua yang kini rambutnya sudah agak memutih.

Sosok itu masih dengan tegap melangkah masuk entah dari mana kini berdiri tepat di samping Sean sambil menatap bingkai foto yang berisi anggota keluarga.

"Namanya Husein. Dulu dia juga anak nakal dan bahkan paling pembangkang di antara dua anak perempuan saya yang lain. Bahkan, dengan berani menjalin hubungan dengan seorang gadis sampai menghamilinya. Tapi anak saya Husein, sangat mencintai gadis itu. Dia bahkan rela menjadi pemimpin perusahaan, dengan syarat dia bisa bersama dengan gadis itu. Dia meninggalkan cita-citanya yang ingin menjadi seorang guru." Pak Harto yang berdiri di sebelah Sean menatap lekat wajah putranya yang berada di salah satu foto di antara mereka. "Anak saya memang nakal, tapi dia sangat bertanggung jawab dengan keputusannya."

"Saya tidak peduli dengan semua cerita bapak tentang anak bapak." Sean bardeham menatap pada Pak Harto. "Ada satu hal yang saya jelaskan ke Anda. Ini menyangkut tentang Anjani, istri saya."

Pak Harto jelas bukan orang sembarangan dan untuk mencari informasi tentang Anjani sangat mudah dilakukan oleh pria tua ini. Tidak perlu memperkenalkan diri lebih lanjut lagi karena Sean yakin pria tua yang bernama Pak Hartono ini mungkin sudah tahu status hubungannya dengan Anjani seperti apa.

Pak Hartono tersenyum tipis kemudian mempersilakan Sean untuk masuk ke dalam lagi di mana terdapat banyak sofa untuk diduduki dengan ruang tamu yang sangat luas hingga bisa menampung puluhan orang.

Sengaja Pak Harto membuat desain rumah dengan bukaan luas karena ia sering mengadakan acara dengan sanak saudara yang diundang datang ke rumah.

Kediaman Pak Harto memang sangat besar. Jadi, tidak salah jika rumah pria itu akan menjadi tempat di mana berkumpulnya keluarga yang lain.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang