"Saya tidak peduli jika Anda memang sangat menyayangi cucu anda. Tapi, saya datang ke sini untuk memperingati Anda dan keluarga anda. Anda boleh melakukan apa saja, saya tidak akan peduli. Apapun yang Anda dan keluarga Anda lakukan tidak ada urusannya dengan saya. Saya hanya peduli dengan keselamatan istri saya."
Sean menatap tajam pada Pak Harto yang kini menegakkan tubuh dengan tatapan serius.
"Kalau Anda ingin mengambil tindakan melalui jalur hukum, saya tidak masalah dan tidak takut untuk melawan keluarga Anda. Harga diri dan mental istri saya jauh lebih penting dari apapun. Segala cara akan saya lakukan agar istri saya tidak mendapatkan masalah dari keluarga Anda." Sean berucap menatap Pak Harto. "Saya datang ke sini juga bukan untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan istri saya pada cucu Anda. Saya datang ke sini untuk memperingati kalian, jangan coba-coba untuk berpikir macam-macam tentang istri saya apalagi berani mempermalukan dan memperlakukan dia dengan bodoh. Kali ini saya memaafkan cucu Anda karena ini kali pertama dia menyerang istri saya. Lain kali saya tidak akan pernah mau memaafkannya lagi."
"Istri saya tidak pernah mengusik orang lain. Jadi, jangan pernah berpikir untuk berani mengusik istri saya karena saya pasti tidak akan senang." Sean melipat lengan kemejanya menatap pada Pak Harto yang kini ekspresi wajahnya tercengang. "Kalau Anda ingin menempuh jalur hukum untuk masalah hari ini, saya akan segera menghubungi pengacara saya."
Sean tentu saja tidak takut jika Anjani akan dinyatakan bersalah karena ia pasti akan melakukan apapun agar istrinya itu bisa terbebas dari jerat hukum.
Andai saja jika Pak Harto benar-benar ingin melawannya, maka Sean tidak akan sungkan untuk menggali rahasia masa lalu keluarga Pak Harto yang pasti ada dan tidak bisa dihilangkan.
"Tunggu dulu, saya tidak mengerti dengan apa yang kamu bicarakan. Menempuh jalur hukum? Menyakiti cucu saya? Bisa jelaskan dengan detail apa maksudnya?" Pak Harto yang tidak tahu apa-apa tentu saja bertanya. Dari semua kalimat yang disampaikan oleh Sean tidak ada satupun kalimat yang masuk ke dalam otaknya.
Senyum tersungging di saudut bibir Sean. Pria itu meletakkan kedua sikunya di atas paha menatap tajam pada sosok Pak Harto yang duduk di seberang mejanya.
"Bapak mau pura-pura lugu di hadapan saya?" tanya Sean penuh sarkas.
"Saya benar-benar tidak mengerti dengan apa maksud kamu."
"Memangnya tidak ada yang memberitahu bapak kalau cucu perempuan kesayangan bapak saat ini sedang berada di rumah sakit karena dihajar habis-habisan oleh istri saya?" Sean tersenyum miring menatap Harto yang kini ekspresi wajahnya berubah menjadi keterkejutan.
"Tidak ada yang memberitahu saya soal ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Bisa ceritakan ke saya?"
Sean menatap wajah Pak Harto yang memang sepertinya tidak mengerti apa-apa. Baru kemudian pria itu mulai menceritakan apa yang diceritakan oleh Anjani padanya tanpa menutupi apapun.
"Saya hanya minta untuk kalian jangan mengusik istri saya lagi. Sama seperti kalian belum mengetahui siapa Anjani seperti sebelum-sebelumnya, lakukan saja ini seperti biasanya," ujar Sean pada akhirnya.
"Tapi kamu jangan lupa kalau Anjani adalah cucu kandung saya juga."
"Cucu yang diabaikan selama 20 tahun hidupnya?" Sean bertanya dengan nada sarkas. "Sama seperti 20 tahun yang lalu kalian tidak mau mengenalinya sebagai anggota keluarga kalian, tahun-tahun mendatang juga kalian tidak boleh mengenalnya lagi. Istri saya sudah cukup sakit hati karena tidak disambut di keluarga ini dan bahkan mendapat caci maki dari salah satu cucu Anda."
Sean kemudian bangkit berdiri sambil merapikan jas yang dikenakannya. "Kalian harus ingat kalau Anjani adalah istri saya. Kalau sampai sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada istri saya, saya tidak akan segan untuk membalas. Jangan berpikir kalau hanya kalian yang memiliki kekuasaan," tambahnya sambil tersenyum miring.
Sean kemudian melangkah pergi meninggalkan kediaman Pak Harto meskipun saat ini ia mendengar suara Pak Harto berteriak memanggilnya, tidak membuat Sean menghentikan langkahnya masuk ke dalam mobil.
Sementara sosok seorang pria yang sejak tadi mendengar obrolan antara kakek dan juga pria dewasa itu kini melangkah masuk dan berdiri di hadapan kakeknya.
"Berarti anaknya Paman Husein yang juga cucunya kakek, serta sepupu aku sudah ditemukan?" Pria itu bertanya seraya menatap kakeknya dengan tenang. Tidak ada ekspresi apapun di wajahnya.
"Ya. Kamu bisa dengar dan lihat langsung kalau yang berbicara dengan kakek adalah suaminya sepupu kamu."
"Oh, berarti sepupuku itu perempuan. Bagaimana wajahnya? Apa dia cantik?"
Pak Harto segera mengangkat kepalanya dan menatap cucunya ini. "Haikal, kenapa kamu tanya-tanya seperti itu?"
"Memangnya ada masalah?" Haikal mengambil posisi duduk tepat di hadapan sang kakek, menggantikan posisi Sean tadi.
"Tidak ada yang salah. Hanya sedikit aneh saja kalau kamu bertanya tentang apakah sepupu perempuan kamu cantik atau tidak."
Haikal mengangkat bahunya acuh. Haikal merupakan anak pertama dari pasangan Hani dan suaminya. Kebetulan Haikal saat ini berusia 29 tahun, hanya berbeda satu tahun saja dengan Fabian. Bekerja di sebuah perusahaan tambang terbesar di Indonesia yang membuatnya memiliki gaji dengan nominal yang besar. Tidak hanya itu saja, Haikal memiliki bisnis lain yaitu membuka toko perhiasan yang menjual berbagai macam berlian dan sering menjadi incaran para kaum sosialita.
Sementara di sisi lain, Sean yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah dikejutkan dengan kehadiran Anjani yang berlari ke arahnya.
Melihat itu tentu saja Sean langsung merentangkan kedua tangannya. Pria yang masih tampak gagah itu kemudian mendekat arah tubuh istrinya dan menggendongnya dengan kedua kaki yang melingkar di pinggang.
Seam tentu saja terkejut melihat istrinya yang bertingkah agak agresif.
"Sayang, kamu kenapa? Tumben sekali mau manja-manja sama aku," ujar Sean mengusap punggung Anjani.
Anjani tidak menjawab dan memeluk erat pundak suaminya serta tak lupa memberikan kecupan di leher Sean hingga membuat pria itu menggelinjang.
"Sayang, kamu sepertinya harus tahu kalau ini adalah titik kelemahanku. Jangan dicium, oke?"
Sean berkata dengan suara membujuk lembut. Sesuatu yang tertidur kini sudah mulai terbangun ketika merasakan kecupan basah di lehernya yang dilakukan oleh sang istri.
"Memangnya tidak boleh kalau aku mencium suamiku sendiri?"
"Tentu saja boleh, sayangku. Hanya saja ini merupakan titik lemahku. Aku takut sore ini aku bakalan mandi dengan keringat bukan mandi dengan air." Sean menggigit bibir bawahnya sambil meremas bokong sang istri. "Tidak pakai celana dalam, heh?"
Sean tersenyum miring. Sore ini Anjani memang mengenakan piyama tidur berwarna ungu dengan panjang sebatas mata kaki dan lengan pendek.
Ungu adalah warna favorit pakaian yang dikenakan Anjani untuk Sean.
Anjani tersenyum kemudian mengecup pipi Sean.
"Sengaja, biar langsung bisa bergerak bebas." Anjani tersenyum malu dengan warna merah menjalar di pipinya menatap Sean.
Tidak tahu kenapa ia merasa antusias sekali dengan suaminya ini. Apalagi ketika ia mendengar dari Abel kalau Sean datang ke rumah Pak Hartono untuk memperingati keluarga mereka agar jangan mengganggunya.
Anjani tentu saja merasa terharu dan juga sangat senang karena memiliki suami yang pasti akan melindunginya dari apapun.
Mendengar jawaban dari istrinya tentu saja membuat Sean tersenyum.
Sean menggendong istrinya itu dengan tergesa-gesa memasuki lift yang akan membawa mereka ke lantai 2 di mana kamar mereka berada.
Ini adalah salam pembukaan yang sangat diinginkannya dari sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku ABG TUA
RomanceSean Dwig pria berusia 45 tahun itu dengan tidak tahu malu jatuh cinta kembali pada seorang gadis berusia 20 tahun yang lebih cocok untuk menjadi anaknya. Pria itu tanpa malu bersikap layaknya ABG yang sedang jatuh cinta dan menikmati masa puber ked...