40: Pelajaran

5K 457 52
                                    

Rombongan mobil milik anak buah Sean memaksa memasuki kediaman Hartono. Mereka bahkan mengeluarkan persenjataan lengkap dan mengancam akan meledakkan rumah ini jika dilarang untuk masuk. Hal ini tentu saja membuat anak buah Hartono langsung bergegas dan memberi laporan pada Tuan mereka atas apa yang terjadi.

Pak Hartono juga tidak pernah menyangka jika bertahun-tahun ia berada di medan perang sampai detik ini, ini kali pertama kediamannya dikepung oleh musuh.

Total pengawal yang ada di kediaman Pak Harto hanya berjumlah 20 orang. Tentu saja jumlahnya akan kalah dengan jumlah orang-orang yang datang. Mobil mereka lebih dari 20, dan pastinya setiap mobil diisi oleh 4 atau 5 orang. Dalam jumlah tentu saja Pak Harto kalah.

Pria itu berdiri di depan lobby rumahnya sambil meletakkan tangan di balik punggung, menatap tajam pada rombongan yang mengenakan seragam hitam tersebut.

Anak buahnya berjejer melindungi keluarganya yang berada di belakang.

Sementara di sisi Pak Harto terdapat sosok Frans yang merupakan suami dari Halimah. Ada pula Fabian dan juga Dika berdiri menatap orang-orang yang menyusup masuk ke dalam pekarangan rumah mereka.

Kedatangan orang-orang ini tentu saja mengejutkan mereka semua. Para wanita diamankan di dalam karena takut jika orang-orang ini melepaskan senjata yang berakhir akan melukai bahkan menewaskan mereka.

"Siapa kalian dan ada urusan apa kalian datang ke tempatku? Apakah ada seseorang yang meminta kalian untuk datang?" Pak Harto mengeluarkan aura dingin dan menatap tajam pada mereka. Meski begitu tidak ada anak buah Sean yang membuka mulut untuk memberitahu Pak Harto.

Anak buah Sean hanya berdiri dengan tenang menatap datar pada anggota keluarga Pak Harto serta pengawal mereka.

Tidak ada respon membuat Fabian yang berada di samping kakaknya geram.

"Cepatlah katakan. Kami di sini tidak untuk menonton kalian berdiri di sini dengan persenjataan lengkap," peringat Fabian yang penuh emosi.

Meski begitu tidak ada respon. Tak lama kemudian, sebuah mobil melaju memasuki area pekarangan rumah membuat anak buah Sean langsung memisahkan diri.

Mereka tentu saja langsung bergerak menjaga keamanan dan satu orang lainnya segera membuka pintu untuk Sean.

Saat melihat keberadaan Sean tentu saja Pak Harto membelalakkan matanya. Pria itu tidak menyangka jika Sean akan datang secepat ini. Padahal kemarin-kemarin Sean datang sendiri tanpa ada drama dengan membawa anak buah yang bersenjata lengkap.

"Kamu, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu datang ke sini dengan membawa anak buah kamu." Melihat perlakuan orang-orang itu tentu saja membuat Pak Harto yakin jika para pria berseragam hitam ini adalah perintah dari Sean sendiri.

Sean tidak menjawab dan berdiri dengan tenang berhadapan dengan keluarga Pak Harto. Frans yang tidak mengenali Sean begitu juga dengan Fabian dan Dika menoleh menatap pada kakek mereka.

"Kakek kenal dengan orang ini?" tanya Fabian.

Pak Harto tidak menjawab melainkan fokus menatap pada Sean.  Pria itu merasa jika ia tidak membuat ulah yang akan memancing emosi Sean yang harus membuat laki-laki itu mendatangi kediamannya dengan anggota lengkap.

"Saya sudah bilang kalian bisa melakukan apa saja, saya tidak akan peduli. Tapi, kalian melanggar ultimatum saya." Sean mengeluarkan sebuah pistol dari dalam saku celananya. "Apakah peringatan saya kemarin tidak Anda beritahukan pada keluarga Anda, Pak Harto?"

Sean melemparkan tembakan ke atas hingga mengenai dinding dan memecahkan atap rumah hingga membuat pria itu segera menyingkir sedikit ketika bahan bangunan berukuran kecil jatuh.

Ini merupakan lobi depan rumah Pak Harto. Jadi, ketika ia melemparkan sebuah tembakan tentu saja suaranya terdengar hingga di dalam.

Baik Mirna maupun Siska dan juga Halimah serta para asisten rumah tangga berjenis kelamin perempuan tentu saja mengkerut ketakutan. Ini kali pertama mereka menghadapi hal-hal teror seperti ini.

"Apa maksud kamu? Kami tidak melakukan apapun yang akan memancing keributan di sini," ujar Pak Harto dengan dingin.

Manusia di hadapannya ini terlalu arogan. Hanya saja Pak Harto tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melawannya mengingat kekuasaan Sean ada di atasnya. Pak Harto tentu saja sudah mencari tahu latar belakang pria di hadapannya ini. Bukanlah pria sembarangan dan bahkan para petinggi bertekuk padanya.

"Oh, iya? Lalu, tanyakan pada istri Anda apa yang sudah dilakukannya pada istri saya hari ini, di kampus, tempat istri saya menuntut ilmu." Sean bergumam menatap tajam pada sosok  pria tua di hadapannya.

Ekspresi wajah Pak Harto sedikit berubah ketika menyangkut tentang istrinya.

"Kamu bilang istri saya melakukan sesuatu pada cucu saya?"

"Kenapa? Tidak percaya dengan apa yang dilakukan istri Anda?"

Sean mengulurkan tangannya membuat anak buah pria itu yang berdiri tak jauh dari posisinya segera menyerahkan sebuah iPad pada Sean. Pria itu kemudian mengotak-atiknya sebentar, sebelum akhirnya ia menunjukkan video di mana seorang wanita tua yang tiba-tiba datang menyerang istrinya saat berada di kampus.

"Aku sudah mengatakan pada Anda, aku tidak akan mengusik kehidupan keluarga kalian asal kalian jangan mengusik istriku. Tapi, sepertinya kata-kataku tidak diindahkan. Anda mungkin tidak pernah mendidik istri Anda atau memberitahunya agar tidak mengusik istriku," kata Sean pada Pak Harto. "Istri Anda dengan berani menarik rambut istriku dan bahkan menampar pipinya. Sebagai laki-laki tentu saja aku tidak akan membiarkan anak buahku untuk menampar pipi istri Anda. Tapi, gantinya, saya menginginkan rambut istri Anda."

Pak Harto langsung menegakkan tubuhnya dan menatap waspada langsung pada Sean. Pria tua itu cukup mengerti dengan maksud dan tujuan Sean datang ke sini.

"Kita bisa bicara baik-baik. Saya akan meminta istri saya untuk meminta maaf pada Anjani. Tapi, tolong jangan melakukan sesuatu yang merugikan istri saya."

Bukannya ingin bernegosiasi, Sean justru tertawa. "Anda tidak ingin istri Anda dirugikan tapi, istri Anda sudah merugikan istri saya. Kesimpulannya begini saja--" Sean menjeda kalimatnya menatap pada Pak Harto. "Anda serahkan istri Anda secara baik-baik, atau saya akan menggunakan cara lain."

Menantu dan kedua cucu laki-laki Pak Harto terdiam di tempat menatap tidak percaya dengan pemandangan di hadapan mereka. Lebih lagi ketika mereka melihat sendiri bagaimana nenek Mirna begitu beringas menyerang seorang gadis yang diduga adalah cucu dari Pak Harto dan tak lain adalah anak dari Husein.

Pak Harto tentu saja tidak akan mau membiarkan istrinya diperlakukan semena-mena meskipun ia tidak menyukai Mirna lagi. Namun, sebagai laki-laki tentu saja ia tidak terima kalau perempuan yang berstatus sebagai istrinya harus diperlakukan seperti itu.

"Tidak mau?" Sean memberi kode pada anak buahnya, yang langsung mengeluarkan sebuah remote berwarna hitam berukuran kecil dan diberikan pada Sean.

"Saya sudah meminta anak buah saya untuk memasang sebuah bom kecil di kamar putra Anda yang saat ini masih terbaring koma. Jika tidak percaya, minta anak buah anda untuk memeriksanya. Bom itu saya letakkan di bawah tubuh putra Anda."

Apa yang diucapkan  Sean tentu saja membuat Pak Harto dan juga yang lainnya membelalakkan mata mereka tidak percaya. Pak Harto segera memerintah anak buahnya dan juga Frans untuk memeriksa kamar Husein yang terletak di lantai 2. Sementara dirinya tetap dengan gemetar berdiri di hadapan Sean menunggu kabar dari menantunya.

Suamiku ABG TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang