Sangat di sayangkan malam ini tidak bisa berkumpul lebih lama lagi, karena memang besok masih harus sekolah dan Farzan juga harus bekerja. Jadi setelah makan malam bersama, Farzan dan Hana izin pulang.
Dan juga Hana harus menjaga kesehatannya juga, agar tidak keluar malam-malam. Sekarang bukan hanya dirinya saja, tapi ada dua janin di dalam dirinya.
Sepanjang perjalanan Hana tak henti-henti mengusap perutnya, mengucapkan do'a dan kata-kata indah dalam hatinya.
Hingga mereka tiba di rumah, Farzan membantu Hana turun dari mobil sampai masuk ke dalam rumah.
"Sayang.." Ucap Hana tiba-tiba berhenti.
"Kenapa?" Tanya Farzan yang kebingungan.
"Belum beli susu yang tadi kata dokter Vanya," Lanjut Hana.
"Terus gimana sayang? Ini udah malem loh, kalo beli besok bisa kali," Farzan menggaruk kepalanya, yang juga kelupaan apa yang tadi Vanya anjurkan susu untuk i bu u hamil tahap awal.
Karena saking memikirkan orang tuanya, dan saking bahagianya Farzan jadi lupa hal ini.
"Kalo tanya dokter Vanya dulu gimana?" Sahut Hana kembali melanjutkan langkahnya.
"Ya udah nanti Mas tanya sama Vanya deh," Jawab Farzan, "Sayang mau pindah kamar di lantai satu gak?"
Hana menoleh sebentar, "Kenapa pindah ke bawah?"
"Nantikan perut kamu makin membesar, kalo naik turun tangga aku jadi khawatir.. Masih mending ada aku dirumah, kalo sendiri gimana? Takut kamu kenapa-kenapa juga," Farzan membuka pintu kamar mereka dan melepas jas kerjanya.
"Ya udah boleh sih, tapi sekarang kan masih belum besar jadi nanti aja pindah ke bawahnya," Jawab Hana langsung menuju kamar mandi.
Farzan menghela nafas lalu mulai membuka kancing kemejanya, sambil menunggu Hana selesai mandi Farzan membereskan berkas-berkasnya.
Meskipun hari ini lelah karena banyak pekerjaan yang harus dikebut, bahkan sedari tiba di kantor pun Farzan tidak bisa konsen memikirkan Hana.
Dan Bima pun jadi harus terlibat, jika tidak mungkin isi kepala Farzan berasap. Setelah Hana selesai mandi, sekarang gilirannya.
Farzan juga menghubungi dokter vanya sebelum kelupaan, dan untung saja vanya tidak mempermasalahkannya. Namun mulai besok Hana harus teratur meminum susunya.
Mereka langsung beristirahat diatas kasur, karena memang sudah makan malam bersama tadi. Hana tidur dengan beralas lengan Farzan, dan pria ini juga terus menerus mengecup kening Hana.
"Sayang, mau kasih kabar ini ke temen-temen kamu?" Tanya Farzan.
Hana mengangguk, " Mau, mereka juga sebenernya udah pada curiga loh Mas,"
"Ya udah, tapi inget apa yang selalu aku bilang," Farzan mengusap kening Hana.
Terlihat Hana sudah menguap beberapa kali dan matanya mulai berair, "Sayang tidur aja, jangan di paksain melek," Ucap Farzan menaikan selimut untuk Hana.
"Mas juga tidur ya," Farzan pun mengangguk.
"Selamat tidur sayang," Ucap Farzan mengecup bibir Hana singkat.
Hana sudah memejamkan matanya karena saking mengantuknya, dan menjawab ucapan Farzan dengan senyuam dan memeluk Farzan.
Farzan pun tersenyum melihat sang istri, lalu menyusul memejamkan matanya. Membiarkan seluruh tubuhnya untuk istirahat sebelum hari esok kembali dengan kesibukan.
🌸
🌸
Pagi ini Hana seperti biasa di antar oleh Farzan ke sekolah, dan pagi ini juga banyak sekali drama yang Farzan lakukan. Tak lupa dengan petuahnya yang sepanjang rel kereta api.
Hana malah terkekeh melihat Farzan yang seperti ini, entahlah rasanya senang juga.
Hana berjalan di koridor kelas, sudah banyak murid yang datang di jam segini, Hana menghirup udara di lingkungan sekolah.
Udara yang mungkin akan dirindukan..
Batin Hana.Sebentar lagi, beberapa bulan lagi dirinya akan lulus sekolah dan meninggalkan tempat yang selama tiga tahun mencari ilmu.
Meskipun ada beberapa kejadian yang tidak menyenangkan hatinya di tempat ini, namun disini dirinya bisa menemukan teman bahkan suami.
Jika dipikirkan lagi kebelakang, Hana masih tidak menyangka semuanya mengalir begitu saja sampai detik ini.
Hana mengusap perutnya pelan dan tidak menimbulkan curiga, padahal didalam hatinya Hana bergumam untuk calon anak mereka.
"Hai, selamat pagi.." Tiba-tiba Caca menghampirinya dan memeluknya dari belakang.
Awalnya Hana terkejut namun membalasnya dengan senyuman, "Pagi juga," Jawab Hana. Jadi mereka berjalan berdua menuju kelas.
"Tumben gak minta dibawain cake lagi?" Tanya Caca dengan tangan yang bergelayut manja di lengan Hana.
"Iya, lagi gak pengen cake lagi, sorry Ca,"
"Ehh, kok minta maaf, gak papa kali santai aja," Mereka berdua berbelok ke koridor kiri dan tidak sengaja disana ada Vino.
Caca menjadi salah tingkah dan melepas tangannya begitu saja dari lengannya. Hana peka dengan tingkah Caca seperti ini, lalu Hana melihat tatapan Caca kemana.
Ohhh Vino..
Batin Hana."Kamu suka sama Vino?" Bisik Hana membuat kedua bola mata Caca membulat.
"Na,?" Caca panik saat Hana mengatakan itu.
"Gak papa kali, kalo suka bilang aja, sebelum diambil orang," Caca tercengang dengan jawaban Hana.
Caca takut jika Hana akan marah atau Hana akan mengatakan melarang berpacaran, tapi Hana malah menyuruhnya untuk bilang yang dia rasa pada Vino.
Caca dengan memberanikan diri memberitahu yang sebenarnya pada Hana, "APA?" Hana terkejut mendengarnya.
"Sstttt... Jangan kenceng-kenceng, malu.." Jawab Caca yang bersembunyi di bahu Hana.
Hana terkekeh melihat Caca yang selalu begini, "Jangan malu dong, yang lain juga harus tau kalo kalian udah pacaran.. Tuh Vino kesini," Lanjut Hana mencolek tangan Caca .
Caca mendongak mendengar jika Vino menghampirinya, dan benar saja Vino semakin dekat.
"Haii," Sapa Vino terlihat canggung.
Hana menutup mulutnya menahan agar tidak menertawakan mereka berdua yang terlihat salah tingkah.
"Ya udah, aku duluan, kalian lama juga gak papa, dadah..." Hana langsung berjalan cepat karena teringat petuah Farzan tidak boleh berlari.
Hana menoleh kebelakang dan melihat mereka berdua tengah memelototi dirinya. Hana hanya menjulurkan lidahnya dan masuk kedalam kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband, My Teacher. (Selesai) MASIH REVISI
General FictionFollow dulu yuk sebelum baca.. . . Tidak pernah menyangka dengan alur hidupnya yang harus menerima jika sekarang dirinya sudah menjadi seorang istri. Menikah karena dasar perjodohan yang lebih dominan karena Ayahnya yang menentukan semua ini tanpa...