Sudah satu minggu terlewati lagi dan bertepatan dengan usia kandungan Hana yang memasuki minggu ke tujuh belas, atau kurang lebih empat bulan.
Orang tua Farzan ingin mengadakan syukuran empat bulanan, tiga hari lalu Dinda dan Laras sudah membicarakan tentang ini.
Dan hari ini kedua ibu ini sedari pagi sudah datang kerumah dengan membawa berbagai makanan sehat namun tetap menggoda ibu hamil.
Bahkan sekarang kedua ibu-ibu ini sudah sibuk di dapur, Hana menepuk keningnya dan menggelengkan kepalanya. Bunda dan Mama mertuanya jika saat seperti ini terlihat sangat kompak.
Untung saja kedatangan dua ibu ini Farzan belum berangak kerja dan kedua ibu itu heboh membicarakan tentang syukuran cucu mereka, Farzan pun dibuat pusing sepagi ini.
Namun setelah kericuhan ibu-ibu ini, Farzan pamit untuk bekerja. Dan sekarang hanya Hana dan bibi yang menyaksikan kehebohan mereka.
"Sayang jangan berdiri terus.. Duduk aja di ruang tamu ya.." Ucap Dinda yang kini menatapnya setelah sibuk urusan dapur.
Dinda menghampiri menantu kesayangannya dan memepah Hana untuk duduk di kursi meja makan.
"Iya nak, tunggu saja disana.." Laras pun ikut menyahut sambil memotong sayuran.
Astagaa...
Ada apa dengan hari ini?
"Oh iya, Papa Bram juga akan kemari setelah pulang kerja.. Mungkin beliau sudah menghubungi suamimu.." Lanjut Dinda, mengingat pesan suaminya sebelum dirinya pergi kerumah Hana dan Farzan.
"P-papa juga?" Tanya Hana.
Dinda mengangguk, "Iya, jadi nanti sambil makan malam kita bicarakan soal syukuran yang tadi Mama sama Bunda bilang.. Kalo ada Papa Bram semuanya bakal beres, tenang aja sayang.. Kamu hanya duduk diam saja biarkan kami yang mengurus semuanya.. Oke?" Jelas Dinda panjang lebar.
Hana hanya mengangguk denga raut wajah yang seolah menggambarkan jika perkataan mertuanya ini belum meresap ke otaknya.
Dinda kembali ke dapur meneruskan apa yang tadi ditinggalkan, Hana pun meminum susu hamilnya sambil menyaksikan kedua ibunya ini.
Memang jarang sekali untuk melihat moment seperti ini, Hana juga senang mereka mengunjunginya ke rumah. Bahkan sebenarnya Hana juga sudah merindukan mereka.
Namun karena efek malasnya yang mulai timbul Hana jadi mager kemana-mana, bahkan Hana sempat tidak mandi selama dua hari. Dan alasannya 'Malas'.
Sungguh tidak terduga..
Camilan yang di buat Dinda dan Laras sudah jadi, lalu mereka membawanya pada Hana. Bumil yang asik maen ponsel karena Bunga dan Caca mengirim chat padanya, membuatnya terfokus.
"Sayang cobain ini.." Dinda mengulurkan tangan untuk menyuapi sang mantu.
"Gimana?" Sahut Laras.
Hana mengangguk, "Enak kok ini.. Tapi kemanisan,Bund."
"Biasanya juga suka manis," Lanjut Laras lagi.
"Gak tau, jadi gak terlalu suka yang manis.. Malah sering nyari cilok, Bund.." Hana menjawab dan di akhiri dengan cengiran.
Kedua ibu itu malah tertawa, mungkin mereka merasa heran dengan ngidam Hana. Jika saat Dinda hamil Farzan dirinya ngidam pengen jalan-jalan mengunjungi ke berbagai perpustakaan. Makanya Farzan pintar diatas rata-rata.
Sedangkan saat Laras hamil Hana, dirinya ngidam makanan manis. Makanya saat hana lahir dari saat masuk sekolah dasar hingga sebelum hamil suka dengan makanan manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband, My Teacher. (Selesai) MASIH REVISI
General FictionFollow dulu yuk sebelum baca.. . . Tidak pernah menyangka dengan alur hidupnya yang harus menerima jika sekarang dirinya sudah menjadi seorang istri. Menikah karena dasar perjodohan yang lebih dominan karena Ayahnya yang menentukan semua ini tanpa...