Kepala Farzan terus berdenyut nyeri sedari tadi, Farzan berusaha menahan rasa sakitnya itu dan memaksa terus bekerja.
Pekerjaannya menjadi bertambah, Farzan belum memberitahukan pada Papanya namun Farzan yakin beliau pasti sudah tau apa yang terjadi di salah satu perusahaannya.
Farzan melirik jam yang ternyata sudah melewati jam makan siang, Farzan menghentikan sejenak pekerjaannya lalu menatap ponselnya yang sedari tadi dia abaikan.
Ada pesan dari Hana disana, dengan segera Farzan membuka pesan itu.
Hana..
Assalamualaikum Mas..
Udah makan siang??Farzan mengulum senyumnya saat membaca pesan Hana yang memanggilnya 'Mas'. Farzan jadi ingin mendengarkan suara Hana saat memanggilnya namun jika melihat jam lagi sekarang Hana sudah masuk kelas.
"Arghh.." Farzan memegang kepalanya yang sekarang benar benar terasa nyeri.
Farzan tidak bisa menahannya lagi, dengan segera menekan tombol di teleponnya yang otomatis terhubung dengan Bima.
"Halo Pak?"
Sahut Bima dari sana."Tolong saya Bim."
Lirih Farzan yang benar benar merasakan sakit di kepalanya."Pak..Tunggu saya kesana sekarang pak."
Bima mematikan sambungannya lalu segera berlari menuju ruangan Farzan.
Tok.. Tok..
Tidak ada sahutan dari dalam sana membuat Bima semakin cemas, dengan lancang Bima membuka pintu ruangan Farzan lalu melihat Farzan yang menutup matanya.
"Pak.. Pak Farzan." Bima memanggil dan mengguncang pelan tubuh Farzan namun tidak ada pergerakan.
Keringat dingin membasahi wajah Farzan yang pucat. Bima segera menghubungi rumah sakit keluarga Mahardika agar mengirim ambulan dengan segera ke kantor.
Bima mengirim pesan Hana untuk memberi kabar keadaan Farzan.
Setelah anggota medis datang Farzan pun dibawa ke rumah sakit yang di ikuti Bima. Sebelum Bima benar benar pergi, Bima menyerahkan tugasnya pada Raisa Sekertaris kedua Farzan dan fatner kerja Bima.
Seketika suasana kantor menjadi riuh banyak bisik-bisik tentang Farzan, ada yang menatapnya kasihan karena masalah perusahaannya ini sudah bukan menjadi rahasia bagi karyawan disini.
"Semuanya tenang..Kalian kembali saja bekerja.. Kita bantu Pak Farzan." Teriak Raisa, yang selama ini selalu banyak dibantu oleh Farzan.
"Iya benar juga kata Bu Raisa, kita harus bantu."
"Iya kasihan Pak Farzan."
"Ya sudah.. Kita sambung kerja lagi."
Sahut sahutan yang terdengar dari para karyawan.
Semua bubar dan kembali pada pekerjaannya masing masing, Raisa pun begitu dia melanjutkan pekerjaannya.
Tiba tiba telponnya berbunyi.
"Halo selamat siang dengan Raisa disini." Jawab Raisa, namun Raisa mendengar suara isakan pelan dari sebrang sana.
"Ehmm, maaf Mbak.. Pak Farzannya ada? Ini saya Hana.. Tadi saya dapat kabar dari Pak Bima kalo Pak Farzan sakit." Ucap Hana dengan suara bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband, My Teacher. (Selesai) MASIH REVISI
Narrativa generaleFollow dulu yuk sebelum baca.. . . Tidak pernah menyangka dengan alur hidupnya yang harus menerima jika sekarang dirinya sudah menjadi seorang istri. Menikah karena dasar perjodohan yang lebih dominan karena Ayahnya yang menentukan semua ini tanpa...