28. TENTANG LUKA

1.1K 100 1
                                    

Hanya suara dentingan sendok yang memecah keheningan diruangan nuansa coklat itu. Atlan dan Zeli tengah makan malam, walau dengan wajah Atlan yang tak meng enakan. Raut wajahnya sedikit masam karena dilarang keluar rumah selepas menjemput Zeli disekolah tadi.

"Aku pergi lagi, ada urusan sebentar."

Atlan berjalan keluar dari kamar nya sembari memakai jaketnya dengan terburu-buru. Zeli yang tengah merapihkan ruang tamu dengan cepat menarik tangan Atlan.

"Stop Atlan. Mau kemana? Lupa kalau malem ini kita harus belajar buat ujian? Sebentar lagi kita ujian,"

"Sebentar yang, gak akan lama..."

"Urusan apa sih? Urusan mau baku hantam sama orang yang udah celakain Reyno? Iya? Pliss, jangan bahayain diri sendiri. Urusan itu bisa besok atau lusa pas libur sama Morgan sama Haikal. Nekat sendirian jangan harap aku bakal perhatiin kamu lagi."

Raut wajah Atlan terlihat bingung. Serba salah kalau sudah begini. Ia mengusap wajahnya kasar, dan membuka kembali jaketnya.

"Oke! Aku gak bakal pergi."

Zeli menghembuskan nafasnya pelan. Masih dengan Atlan yang enggan bicara setelah tadi ia melarangnya pergi dan pria itu memilih untuk tidur. Saat menuju adzan magrib, Zeli baru membangunkan Atlan.

Sampai mereka selesai dengan makan malamnya, Zeli beranjak dan berniat mencuci piring. Namun sebuah tangan besar mencegahnya.

"Biar aku yang cuci piring, kamu cape udah masak" ucap Atlan.

Zeli hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia memilih untuk membuka kulkas, dan mengambil buah-buahan disana. Zeli akan membuat salad buah untuk cemilan saat belajar.

"Awh! Yahh...ko bisa kena sih?"

Pisau buah itu terjatuh saat jari telunjuknya terkena goresan pisau. Atlan buru-buru mematikan keran air dan menghampiri gadis itu.

Atlan berdecak. "Ck!, hati-hati kek. Jadi berdarah kan..."

Dengan tanpa bicara lagi, jari telunjuk Zeli ia arahkan ke mulutnya, dan menghisap pelan jari itu. Zeli hanya bisa terdiam melihat Atlan. Pria itu mengambil selembar plaster kecil dilaci meja dekatnya. Dan memakaikannya perlahan diluka itu.

"Lain kali hati-hati. Pisau nya juga jangan main jatohin aja, kalo kena kaki gimana?" ujar Atlan dengan serius.

Zeli jadi menunduk. "Namanya juga refleks.." batinnya.

Atlan menghela nafasnya. Meredamkan emosinya yang sedari tadi siang mood nya sudah memburuk. Tangannya mengelus pelan rambut panjang milik gadisnya yang terurai begitu saja. Rasanya menjadi penyesalan mengingat tadi siang ia sempat merajuk dan bicara ketus padanya.

"Maaf ya,"

"Uhm?" Zeli sedikit mendongak melihat wajah Atlan.

"Maaf soal tadi siang, aku lagi banyak pikiran" ucap Atlan lembut.

Zeli mengangguk mengerti. Zeli paham, sangat paham. Sahabat macam apa yang akan membiarkan musuhnya begitu saja saat sahabat dekatnya dicelakai.

"Yaudah, mau belajar sekarang?" Tawar Atlan.

Zeli mengangguk antusias. "Ayo, mumpung aku nya lagi rajin, gatau kalo nanti."

Atlan tertawa pelan. Memang, biasanya sulit mengajak Zeli belajar, tapi semenjak bundanya bersikeras pada Zeli untuk belajar yang benar dengan Atlan, barulah dia mau diajak belajar.

Zeli kaget saat tiba-tiba Atlan berjongkok memungguinya.

"Kenapa??"

"Ayo naik, aku gendong kamu sampe atas. "

ATLANTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang