Seorang gadis berambut panjang terurai berlarian disepanjang koridor rumah sakit. Kepanikannya terjadi saat seseorang menghubunginya yang mengatakan bahwa adiknya berada dirumah sakit dan membutuhkan donor darah. Panik? Tentu.
"Dessy!" Panggil seseorang yang tengah berdiri diruang tunggu.
"Zel? Lo kenapa disini?" Tanya Dessy heran.
"Gue disini disuruh Atlan sama Morgan buat nemenin lo,"
Dessy menghela nafasnya. Memegang pundak Zeli. "Zel, ini udah malem, gue gak mau ngerepotin lo, gue bisa sendiri kok disini.." ucap nya merasa tak enak.
Zeli menggeleng pelan. "Ngga Des, gak ngerepotin kok, gue ngerti rasanya panik tapi posisi lagi sendirian dirumah, itu gak enak bangett. Makannya biarin gue temenin lo disini oke?" Pada akhirnya Dessy hanya mengangguk. Memang benar, dirumahnya sedang kosong, orangtua nya sedang berada diluar kota.
"Zel, Morgan tadi sempet bilang...doain semoga berhasil. Maksud nya apa ya? j-jangan bilang mereka mau-"
"Iya. Mereka mau memulainya sekarang. Mereka mau beresin masalah itu sekarang, biar nanti gak akan ada lagi korban Des. Biar mereka semua juga gak di teror terus," tutur Zeli.
Atlan memang sempat berpamitan padanya, tapi itu hanya sebatas ditelefon. Rasa cemas seketika menyeruak dalam dirinya. Ia hanya takut terjadi hal yang tak diinginkan seperti yang lalu. Tapi setelah dipikirkan, jika tidak begini, mereka akan terus mengancam nyawa orang disekitaran Atlan. Terlebih lagi Sagra, Raskal Zayn Sagra. Yang memiliki ambisi untuk menghabisi Atlan.
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Terdengar suara tepukan tangan dari seorang pria yang sedari tadi telah menunggu kedatangan pria yang memakai badana merah dikepalanya. Dengan sekumpulan orang-orang yang berada dibelakangnya, kedua pemimpin itu maju saling berhadapan."Atlan, long time no see.." ucap Sagra.
Atlan hanya mengunggingkan senyumnya. "Buronan lo?" Tanya nya dengan smirk.
Sagra selangkah lebih maju mendekati Atlan. "Lo. Yang seharusnya masuk penjara karena lo ngebunuh adik gue." Ucapnya dengan menunjuk dada Atlan dengan satu jari telunjuknya.
"Punya bukti? Ngga kan? Sekarang gue tanya sama lo. Atas dasar apa selama ini lo nuduh gue sebagai pembunuh adik lo? Gue cukup sabar untuk gak mulai duluan peperangan ini. Tapi ketika lo malah menjadikan anggota gue sebagai korbannya, jangan harap lo bisa lepas dari tangan gue." tutur Atlan.
Sorot mata pria itu berubah, aura yang selama ini tertidur kini telah bangun. Sorak riuh antar ratusan manusia itu begitu terdengar didalam sebuah bangunan gudang pabrik tua yang lokasinya jauh dari pemukiman.
Namun saat Atlan menaikkan tangannya, seketika semua suara itu berhenti. Dan kembali menatap Sagra. "Gue kasih lo kesempatan untuk memilih. Lanjutkan dengan peperangan atau gue bakal jelasin semua yang terjadi dihari itu secara kekeluargaan."
Atlan memincing, saat Sagra malah tertawa kencang yang diikuti semua anggota nya. Hei, apakah ini sebuah puncak komedi?.
"Lo bodoh? Sejak kapan kita keluargaa hah?!" Tukas Sagra.
Suara riuh tawa dari anggota Egros memenuhi gendang telinga nya. Jika sudah begini, maka tidak ada pilihan lagi. Emosi pria semakin berada dipuncak saat ini. Tangannya perlahan membuka bandana merah yang terikat dikepalanya. Hingga saat ia mengangkat kain merah itu, maka semua terdiam. Anak Ravloska mengetahui aba-aba itu, sedangkan Egros hanya saling menatap kebingungan.
Sinyal pertanda bahwa Atlan akan memulai peperangan. Dan saat kain merah itu terjatuh, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Ravloska bergerak maju bagikan ratusan lebah yang siap menyengat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTA
Teen FictionPria tampan salah satu siswa SMA Garuda ini sudah seperti idol bagi para siswi disana. Sikapnya yang random dan humoris, peraih olimpiade matematika, pemegang jabatan ketua tim basket, dan mantan ketua geng yang berada di Jakarta membuatnya mempunya...