44. KEPASTIAN

510 16 5
                                    

Hai, bagi kalian yang masih nyimpen cerita ini diperpustakaan kalian, makasih banget🙂
Dan kali ini aku baru melanjutkan cerita ini lagi setelah hampir 1 tahun aku hiatus.
Aku minta maaf yang sebesar besarnya buat kalian yang menunggu cerita ini.

Bagi kalian yang mau baca cerita ini lagi, terimakasih banyak🤗☺



Happy reading

Desiran angin laut begitu dingin menerpa wajah seorang pria. Deru ombak begitu terdengar menerpa bebatuan dipesisir pantai. Dibawah terangnya rembulan dan ditengah kegelapan malam pria tersebut hanya diam dengan tatapan kosong.

Pelariannya selama beberapa hari ini cukup melelahkan. Menjadi tahan sementara yang saat ini mendapat gelar sebagai buronan.
Kehidupan nya begitu gelap. Tidak punya siapa siapa. Yang ia yakini kehadirannya di muka bumi ini hanya sebatas permainan.

Jika sedang seperti ini, memory nya hanya teringat pada adiknya yang sudah berada diatas sana. Sepenggal ingatan-ingatan itu terus berputar dipikirannya.

Sagra terduduk dipesisir pantai itu. Menatap deru ombak. "andai lo masih ada, gue gak akan kesepian. Dan sekarang gue gak tau keberadaan ibu ada dimana..gue disini sendiri, Ringgo.."

"gue pengen nyusul lo.."

"tapi didunia ini gue masih punya urusan yang harus gue selesaikan. Lo cukup liatin gue dari atas sana. Semua yang akan terjadi, lo bakal puas melihatnya,"

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Mengawali aktivitasnya seperti biasa, sepasang suami istri itu tengah sibuk didalam sebuah apartemen. Suasana sedikit ricuh karena keduanya telat bangun.

"Atlan ayo buruann!! Ujian terakhir jangan sampe telatt!!" Teriak Zeli yang sudah siap didepan pintu.

"iya bentar!!!" Sahut Atlan dari dalam sana.

Zeli mendengus kesal dan bergerak gelisah saat melihat jam ditanganya. Hingga suara langkah kaki yang terkesan buru-buru datang menghampirinya.

"ayo, kita berangkat sekarang!" ucap Atlan.

Namun gadis itu malah menatap dari ujung kaki Atlan yang memakai sepatu beda sebelah, kemudian pandangannya naik pada baju seragam putih yang naik sebelah karena salah masang kancing, dan terakhir letak dasi yang bukan pada kerah baju, melainkan terpasang dilehernya.

"gembel." Cetus Zeli.

"Bodo amat lah!, udah ayokk terlambat nihh" Atlan menarik langsung lengan Zeli dan membawanya berlari secepat mungkin. Bodoamatlah sama penampilannya hari ini.

Saat sampai di basement, Atlan dengan buru-buru menyalakan motornya itu. Zeli menegak salivanya saat ingat kalo sedang buru-buru seperti ini, maka yang akan terjadi adalah...

A fiew minutes later,

"ATLANNN GUEE MASIH MUDAA WOIII JAN NGAJAK MATII!!"

"PENGANGAN AJA YANG KENCENGG!! GAK USAH BAWEELL!!" Zeli semakin mengencangkan pelukannya dan berlindung dibalik punggung lebar pria itu.

Intinya dahlah pasrah, antara nyampe disekolah atau nyampe dirumah terakhir.

Dan kurang dari sepuluh menit tepat dua menit sebelum gerbang tertutup, akhirnya mereka sampai. Dan saat itulah, Zeli baru bisa menghela nafas lega.

"alhamdulillah gue selamet..."

"yailah selamet, kamu kira kita mati?" Cetus Atlan membuat Zeli melayangkan pukulannya.

"Hush, ngomongnya..." mereka akhirnya berlari menuju kelas ujian, sebelum ada pengawas sekolah yang menemukan mereka diparkiran.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Kedua insan yang hubungannya belum jelas ini sekarang tengah berada ditepi danau yang penuh rumput hijau. Setelah selesai ujian terakhir tadi, Morgan mengajak Dessy dan membawanya ketempat ini.

"Des,"

"Hm?" Dessy menoleh sesaat setelah Morgan menggenggam tangannya.

"Untuk saat ini, gue cuma mau lo bahagia" Morgan memulai ucapannya tanpa menatap gadis itu. Ia hanya berbicara dengan pandangan lurus.

Sambil terus berjalan Dessy hanya diam.

"Gue mau jadi orang bener dulu, gue pengen raih dulu kesuksesan gue dengan cara gue sendiri. Dan saat itu berhasil.." ucap Morgan menggantung, menoleh pada Dessy.

"Gue akan langsung lamar lo."

Dessy terpaku. Ia membuang pandangannya. Hati nya benar-benar hangat sekarang. Tapi ia juga berusaha menahan kaki nya sendiri untuk tidak loncat-loncat saat ini.

"Tunggu gue oke?" Dessy mengangguk pelan dengan yakin. Walau statusnya sekarang masih menggantung, tapi tidak apa, baginya itu tidak perlu selagi dirinya sudah mendapat kepastian yang amat jelas untuk kedepannya.

Hujan tiba tiba saja turun.

Keduanya menatap kearah langit, tak ada niatan sedikitpun diantara keduanya untuk meneduh. Mereka hanya memejamkan kedua mata dan membiarkan hujan perlahan membasahi tubuh mereka. Perlahan, Morgan menggenggam kedua tangan itu. Membawanya menari dalam hujan.

Untuk sore ini biarkan mereka berdua bermain dengan hujan, menari dengan hujan, dan tertawa dengan hujan.

....
Vote and coment
Terimakasihh









ATLANTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang