Saga berjalan santai memasuki panti, saat membuka pintu beberapa anak panti terlihat menyengir lebar padanya. Dahi Saga berkerut. Apakah wajah babak belur Saga tampak lucu dimata mereka?"Kalian kenapa?"
Mereka kompak menggeleng. Masih dengan cengiran lebarnya. Saga menghela napas, aneh saja kelakuan mereka.
"Ohya! Nih, Kak Saga bawa jajan buat kalian. Banyak, enak-enak lagi."
Tangan Saga terulur menyerahkan plastik yang langsung diterima oleh mereka. Mereka dengan antusias mengecek isi plastik tersebut dan terkagum setelahnya.
"Waaahhh... Banyak banget!"
"Makasih Kak Saga!" ucap mereka serentak. Saga tersenyum melihat ekspresi bahagia yang tampak jelas dari wajah mereka.
"Sama-sama."
"Ini Kak Saga beli sendiri?"
"Enggak, itu dikasih temen."
Saga tampak mengelus belakang lehernya setelah mengatakan itu. Ia sih berharap dari sekedar teman, tapi yah mau bagaimana lagi.
"Temen yang tadi nganter Kak Saga yah? Yang pake mobil?"
"Eh?"
Hana tertawa pelan, juga beberapa dari mereka. Wajah Saga tampak gugup juga malu.
"Kita tadi liat Kak Saga pulang dianterin pake mobil. Pasti dianterin temen Kak Saga yang ngasih jajan kan? Cewek ya Kak?"
"Eh... ee.. Iya cewek."
Mereka cekikikan dengan mata jail yang tertuju padanya. Saga jadi semakin malu. Apalagi wajahnya pasti tampak buruk.
"Tapi, Kak. Itu muka Kak Saga kenapa? Kok banyak lukanya gitu? Abis berantem ya?" tanya Hana penuh perhatian.
Gadis itu memang yang paling mudah peduli dengan semua orang. Dan Saga bersyukur karena pertanyaan itu bisa mengalihkan perhatian mereka.
"Enggak, Kak Saga nggak berantem. Ini cuma..."
"Kak Saga keren!! Ajarin Rio berantem Kak!"
Semua mata tertuju pada Rio. Bocah itu tampak ber tos ria dengan Asep. Bangga jika Kakak tertua mereka pulang dengan luka lebam karena habis berkelahi.
"Berantem itu nggak baik, Rio. Kak Saga tadi siang jatuh dari motor temen Kakak, udah diobatin kok. Nggak boleh bilang kalo orang berantem itu keren. Nggak baik."
Rio tampak lesu setelahnya. Bocah itu pasti terlalu sering menonton film ultramen, yang pastinya mempertontonkan adegan bertarung. Dan Rio merasa bangga dengan itu. Memang anak-anak. Yang lain mengangguk mendengar ucapan Saga.
"Ohya, Bunda mana?"
"Dihalaman belakang. Tasya lagi manja, pengin main sama Bunda terus."
Saga mengangguk, "Kalo gitu Kak Saga kebelakang dulu ya."
Mereka mengangguk dan berlanjut menyibukan diri dengan tumpukan makanan juga minuman dari Saga.
Saga, pemuda itu berjalan menuju ke halaman belakang. Agak ragu, takut Bunda marah dan cemas dengan keadaannya. Saga menyesal pada akhirnya, seharusnya ia tidak mengajak Rimba berkelahi tadi.
"Assalamualaikum, Bunda."
Bunda menoleh ke arah pintu belakang panti, setelah menjawab salam dari Saga, wajah Bunda tampak terkejut dan jelas jika wanita itu panik melihat penampilan Saga yang berantakan penuh lebam. Dengan langkah terburu-buru, Bunda menghampiri Saga yang juga berjalan pelan kearahnya. Meninggalkan Tasya yang sedang bermain pasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Teen Fiction[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...