"Pagi, Om." Saga menyapa Noah yang ternyata sudah standby, duduk di sofa solo merah marun yang besar di ruang tengah sembari tangannya menggenggam cangkir yang Saga yakini berisi teh. Membuat sosok pria bermarga Lavend yang pagi ini mengenakan kemeja putih itu tampak gagah sekaligus menyeramkan. Beginikah aura setiap ketua mafia?Noah berdiri, tersenyum tipis pada Saga sembari kakinya melangkah menuju tempat nya berdiri, "Mari minum teh bersama, Saga. Pelayan akan menyiapkan nya."
Saga tersenyum canggung, "Nggak usah, Om. Takut ngerepotin, saya udah ngeteh dirumah tadi."
Noah mengangguk sekilas, "Pasti menyenangkan mengadakan acara minum teh di pagi yang secerah ini. Tapi tidak masalah. Lebih baik kita bahas apa tujuanmu datang kemari, anak muda."
"Mari, ruang tamu disediakan untuk tamu. Jangan buat tempat itu menganggur."
Noah berjalan menuju ruang tamu, dengan Saga yang berjalan sedikit lebih pelan agar tidak sejajar dengan Noah. Jujur saja, sampai sekarang, Saga masih gugup ketika berhadapan dengan duda satu anak ini. Selain karena jabatan pria itu, tatapan Noah yang tajam itu terasa amat mengintimidasi, juga seringkali mata itu seperti tidak menggambarkan ekspresi apapun. Misterius. Saga sekarang tau dari mana Jenna mendapatkan mata kelam itu.
Saga duduk di hadapan Noah. Dua pelayan tampak baru datang menyiapkan jamuan khusus untuk sang tamu. Saga berdehem berusaha menghilangkan rasa gugup yang terus menyelimuti dirinya.
"Sebelumnya, maaf, Om. Karena saya sudah lancang mengganggu Om Noah sepagi ini." Saga tersenyum tipis, sejujurnya untuk ukuran seperti Saga yang terbiasa bangun pagi buta saat adzan subuh, jam 9 bukanlah pagi lagi. Walaupun jika hari libur terkadang ia tidur setelah selesai sholat subuh, Saga akan tetap bangun jam 6 atau jam 7.
"Tidak terlalu pagi. Saya terbiasa bangun sebelum matahari terbit. Jam sembilan terlalu terang untuk dikatakan 'sepagi ini'. Santai saja, Saga. Saya tidak merasa terganggu. Kamu tidak se-merepotkan Paul junior. Alega putra dari Leonard, kamu mengenalnya bukan?"
Mendengar fakta jika Noah selalu bangun sebelum matahari terbit adalah hal yang cukup membuatnya kagum. Ternyata ada sedikit kesamaan diantara keduanya. Dan apa katanya tadi, Alega merepotkan? Saga ingin tertawa saat ini juga jika ia tidak ingat dihadapannya tengah duduk si Tuan Lavend. Satu lagi kesamaan antara dirinya dan Noah. Alega sama-sama dianggap merepotkan oleh keduanya. Saga akhirnya hanya mampu tersenyum tipis. Malu jika harus meringis apalagi sampai tertawa jahat.
"Jadi, apa tujuanmu kemari, son?"
"Son?" Gumam Saga amat lirih, seperti ada kembang api meletup di dadanya, Saga tidak bisa menahan bibirnya untuk menyunggingkan senyum yang lebar. Hingga deretan gigi putihnya itu terlihat. Saga tidak peduli jika ia dianggap konyol oleh Noah. Saga tidak bisa menahannya. Apakah Noah sudah menganggap dirinya sebagai anak? Maksudnya... Seperti calon menantu begitu?
Noah menaikkan satu alisnya dengan dahi yang berkerut ketika melihat wajah konyol Saga yang tiba-tiba, "Kamu kenapa, Saga? Apakah ada perkataan saya yang lucu? Jika memang benar begitu, sebenarnya saya tidak berniat bergurau. Atau karena bahasa Indonesia saya terlalu aneh?"
Noah terkekeh sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Saya sudah lama tidak berbicara menggunakan bahasa Indonesia."
Saga hanya bisa tersenyum tipis membalasnya, ia tidak tau harus mengatakan apa. Mana mungkin ia mengatakan jika dirinya amat bahagia hanya dipanggil dengan sebutan 'Son'. Atau mungkin seharusnya Saga jangan terlalu bahagia karena bisa jadi Noah memang memanggil semua anak laki-laki dengan sebutan 'son'.
"Saya mau mengajak Jenna jalan-jalan, Om. Saya ingin membuat kenangan manis dengan Jenna sebelum Om mengajak Jenna pindah ke Amerika. Apakah Om mengijinkan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Teen Fiction[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...