.............................................
"Jenna, kapan aku boleh panggil kamu pake nama belakang aku?"~Dari Mr.Mahendra yang lagi bucin.
...............................................
"Jadi gitu, Jenna. Aku nggak pernah mau bunuh diri kok sumpah. Kamu jangan percaya sama Rimba, dia emang suka bohong. Percaya sama aku aja ya."Gadis disampingnya tetap diam, fokus, mengarahkan pandangannya kedepan seperti tidak merasa ada seseorang yang berjalan bersamanya.
Saga terus menoleh kesamping, menatap wajah Jenna, memiliki sedikit harapan jika gadis disampingnya itu mau menjawab ucapannya atau sekedar memunculkan ekspresi.
Tapi Jenna tetaplah Jenna. Gadis itu kelewat malas untuk sekedar merespon segala celotehan Saga yang sedari tadi mengganggu telinganya. Pemuda itu bercerita mengapa dirinya tampak murung akhir-akhir ini.
Ia beralasan jika ia keluar dari tempatnya bekerja atas perintah bundanya. Ia ingin kembali bekerja namun bundanya akan marah, dan pemuda itu juga berandai-andai jika dimasa depan nanti Saga berharap punya rumah makan sendiri. Seperti milik pak Nugroho. Dan memiliki banyak cabang seperti milik pak Nugroho juga.
Jenna jelas tidak tau dan tidak peduli siapa pak Nugroho ini.
Tapi Jenna dengar tentu saja, bahkan setiap detail nya. Setiap kata yang Saga keluarkan, Jenna ingat. Dengan suara sekecil gumaman sekalipun. Seperti saat pemuda disampingnya itu berkata jika ia berharap Jenna peduli tapi sedetik kemudian Saga bergumam 'Jenna pasti peduli, cuma gengsi aja.'
Jenna punya indra pendengaran yang baik, ingat itu.
"Sebagai ucapan terima kasih, aku bakal tungguin kamu selesai kelas." Saga tersenyum tipis kemudian terlihat meringis kesakitan.
Jenna memandang biasa, meneliti wajah berantakan pemuda dihadapannya. Penuh lebam, sedikit darah dari sudut bibir ranumnya dan rambutnya acak-acakan.
Saga selalu berdiri didepannya ketika ia hendak masuk kekelas khusus siswa olimpiade sains. Dan kali ini Jenna mengambil Fisika setelah sebelumnya ia memenangkan olimpiade Matematika.
"Pulang."
Saga menggeleng sembari tersenyum senang tapi kemudian meringis. Saga tentu senang karena pada akhirnya Jenna membalas ucapannya.
"Aku tunggu disana." Saga menunjuk tempat duduk yang tak jauh dari pintu kelas khusus siswa olimpiade itu.
Jenna tidak ingin repot-repot memutar kepalanya hanya untuk melihat tempat yang Saga tunjuk. Tak mau berlama-lama ia kemudian memasuki kelas.
"Semangat, Jenna!"
Beberapa siswa dikelas tersebut terkekeh. Mereka sudah terbiasa melihat kebiasaan Saga yang mengekor pada Jenna. Selalu mengantar Jenna menuju kelas olimpiade dan sesekali menunggu Jenna selesai kelas. Dan jangan lupa ucapan semangat untuk si gadis es itu.
Saga menaruh dua plastik berlogo salah satu mini market terkenal yang terisi penuh oleh banyak produk makanan itu disampingnya. Lebih sedikit dari sebelumnya karena setengah dari makanan itu sudah ia sumbangkan pada teman sekelasnya yang seperti tidak pernah makan. Terutama es krim, tidak mungkin ia membawa es krim meleleh bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Novela Juvenil[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...