"Brownise nya jangan lupa dimakan ya, Kak!"Jenna mengangguk, membuat Hana tersenyum lebar juga beberapa anak lain. Langit sudah mulai gelap, Pak Jali menyarankan untuk segera pulang. Jenna bahkan masih mengenakan seragam osis lengkap dan terpantau rapi. Maklum jika itu terjadi pada Jenna. Gadis itu sedikit bergerak, sudah pasti seragam yang ia kenakan tetap rapi pada tempatnya.
Pak Jali tersenyum tipis dan menolak dengan halus pada salah satu anak yang menyarankan agar Jenna menginap di panti. Walaupun Pak Jali yakin jika Jenna tidak keberatan dengan itu, wanita itu tidak banyak berkomentar mengenai banyak hal.
"Terima kasih ya, Nak Jenna. Sudah mau mengunjungi panti asuhan ini. Terima kasih juga untuk semua bantuan yang kamu berikan untuk panti asuhan bunga peduli. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kamu."
"Sama-sama."
Tubuhnya dipeluk oleh Bunda Fatimah. Jenna bisa merasakan usapan lembut dipunggungnya juga elusan penuh kasih di kepalanya. Pelukan yang rasanya hampir sama seperti pelukan Saga waktu itu. Hanya saja pelukan Bunda Fatimah terasa lebih nyaman dan hangat.
Bunda Fatimah melepas pelukannya dan tersenyum lembut pada Jenna. Gadis itu hanya balas menatap, dan tersenyum samar, hampir tidak terlihat. Hanya Bunda dan Saga yang sadar jika Jenna tersenyum. Membuat pemuda bule itu ikut tersenyum tipis. Dan hatinya bersorak jika Jenna senang berada disini.
"Baiklah, kami pamit pulang. Mari, Nona Jenna."
Pak Jali membukakan pintu mobil, Tapi Jenna tampak masih terdiam menatap mereka.
"Nona?"
Jenna menoleh pada Pak Jali, kemudian memilih masuk kemobil dan segera menutup pintu mobil.
"Dadaahh!!"
Dari balik kaca mobilnya, Jenna bisa melihat anak-anak panti yang melambaikan tangan padanya. Juga senyuman mereka yang lebar dan tampak tulus. Gadis itu merasa menemukan kedamaian disana. Tempat yang bahkan baru pertama kali ia kunjungi itu membekas kesan yang dalam. Jenna suka tempat itu.
Jenna beralih menatap kotak makan dibungkus plastik hitam dipangkuannya. Isinya brownise buatan Hana. Kata gadis itu, ini brownise hasil kolaborasi dengannya. Padahal saat proses pembuatan, Jenna tidak melakukan apapun selain memperhatikan dan mendengarkan celotehan Hana, dan sesekali ia menjawabnya jika perlu. Jenna sempat mencoba brownise nya, rasanya enak. Walaupun masih lebih enak brownise buatan chef dirumahnya. Ucapan Saga tidak seratus persen benar. Jenna maklum, Hana masih pemula dan chef dirumahnya bahkan sudah setara chef bintang lima.
"Nona?"
"Di panti asuhan tadi bagaimana? Kata Saga, Non Jenna kedapur ya? Bikin brownise?"
"Iya," jawab Jenna singkat.
"Wah, gimana Non? Pasti seru ya! Kayaknya Nona Jenna betah disana."
"Tapi emang iya sih. Disana anaknya baik-baik, ramah-ramah. Pengurus pantinya, Bunda Fatimah. Orangnya keibuan, lemah lembut, penyayang. Kalo Nona Jenna pengin kesana lagi bilang aja sama Pak Jali ya, Non. Pak Jali siap anterin."
"Iya."
Jawaban singkat itu tidak sepenuhnya mengakhiri percakapan santai mereka. Pak Jali masih terus berbicara. Sementara Jenna memilih untuk diam mendengarkan, tidak berniat menjawab. Sudah wataknya.
Malam itu, dikamarnya, setelah selesai belajar dan mengerjakan beberapa soal dibuku paket. Jenna duduk terdiam menatap ketembok kaca disisi kamarnya. Pemandangan hutan dihadapannya cukup menakjubkan jika malam hari. Banyak kunang-kunang yang seakan sedang mengadakan pesta menari, kelap kelip. Juga suara serangga berderik yang biasanya menjadi lagu pengantar tidurnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Teen Fiction[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...