28.Siomay.

148 16 0
                                        


Saga menghentikan langkahnya kala matanya tidak sengaja menemukan sesuatu yang membuat hatinya tercubit. Disana, didepan kelas 11 sains satu, berdiri dengan gagah, Alega bersama gadis pujaannya, Jenna.

Mereka sepertinya tengah berbincang serius, dan mesra. Tidak, tidak mesra sebenarnya, Saga saja yang terlalu berlebihan. Mereka hanya berdiri berhadapan, dengan Alega yang berbicara sementara Jenna seperti biasanya hanya menatap datar. Saga tidak ingin sakit sendiri, tapi melihat keduanya bersama seperti itu, siapapun akan melihat jika mereka cocok menjadi sepasang kekasih.

Sial!

Tau begini, Saga lebih baik berangkat lebih lambat, kalau perlu saat waktu bel masuk telah berbunyi. Saga bisa melihat Alega melirik kearahnya, bibir pemuda itu tersenyum sinis. Saga hanya mengangkat satu alisnya, balas menatap tidak suka pada kakak kelasnya itu. Sepertinya percakapan mereka telah selesai, Alega pergi dari hadapan Jenna setelah membisikan sesuatu pada gadis es itu. Saga menggeram pelan.

'Tenang Saga, bentar lagi ale-ale lulus.'

Saga berjalan pelan menghampiri Jenna, dan saat mata mereka bertemu, Saga menampilkan senyum termanisnya. Saga menghembuskan napas panjang, Jenna hanya melihat sekilas dan melangkah masuk kedalam kelasnya. Apa yang ia harapkan dari gadis es itu.

Saga melangkah cepat menuju kelasnya, ia juga ingin cepat-cepat melihat kondisi Rimba. Apakah gorila itu sama parahnya dengan dirinya? Atau lebih parah lagi?

.

"Asiikkkk! Jenna dikantin!"

Saga berlari kearah meja kantin, dimana disitu ada Jenna bersama Ira, teman sebangkunya. Ira berdecak kesal. Selalu berisik ketika ada Saga yang berniat mendekati Jenna.

"Jenna, kamu hari ini pesen apa? Biar samaan. Couple."

Tidak ada jawaban, Jenna masih fokus dengan makanannya yang berkomposisi kol, aci, tahu, bakso, kentang yang dipotong-potong kemudian disiram saus kacang. Biasanya sih dipanggil siomay. Dengan minuman yang hanya air putih.

Saga kembali dari memesan makanan. Pemuda itu duduk disamping Jenna. Ira memutar bola matanya malas. Menu yang dipesan Saga sama persis seperti yang dipesan Jenna. Bahkan sausnya, sama sedikitnya. Sangat tidak cukup untuk menutupi kol dan teman-temannya. Catat juga jika Saga juga hanya memesan air putih bukan es teh seperti biasanya pemuda itu pesan.

"Gue curiga lo punya obsesi sama Jenna," ucap Ira. Saga hanya mengangkat bahu tidak peduli.

"Bisa jadi, tapi kayaknya enggak. Yang punya obsesi sama Jenna itu Alega."

"Kak Ega? Emang iya? Sok tau banget lo!"

Saga melirik kekanan sekilas. Kemudian kembali menatap siomay juga Jenna.

"Tuh dipojok!"

Ira mengernyit, "Maksud?"

Saga melirik kekanan kemudian menatap Ira. Seakan paham dengan bahasa tubuh Saga, maklum Ira sering kode-kodean dengan teman sekelasnya ketika membicarakan seseorang. Ira menoleh kearah yang Saga lirik tadi.

Di meja kantin paling sudut, duduk seorang Alega dengan mata yang terus menatap kearah meja mereka. Tatapan itu terasa menusuk. Ira melotot pada Saga. Dan Saga menjawab dengan mengangkat bahu tidak peduli.

"Njir, kaya psikotes."

"Bego banget sumpah. Psikopat! bukan psikotes."

Ira melirik tidak suka, suka-suka dia ingin mengatakan apapun.

"Gue yang disuruh nunggu, gue juga yang ditinggal!"

Saga mendongak dengan pipi mengembung karena memakan bakso bulat-bulat.

JENNA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang