Happy Reading.
Tok tok tok...
"Nona Jenna, sarapannya sudah siap." Ucap salah satu pelayan dari depan pintu kamarnya.
Jenna keluar dari kamarnya. Saat pintu terbuka dan menampakan sosok Jenna, reflek dua pelayan yang berdiri didepan pintu kamarnya menunduk hormat. Itu sudah jadi aturan dirumahnya, pelayan harus tunduk pada majikan.
Jenna berjalan santai menuruni anak tangga diikuti dua pelayan dibelakangnya. Belum genap ia sampai di ruang makan Jenna menghentikan langkahnya. Ia melihat seorang laki-laki duduk di salah satu kursi di ruang makannya. Bersiap untuk sarapan.
"Kenapa dia ada disini?" tanya Jenna kepada pelayan. Sementara pandangan Jenna masih fokus kedepan.
Raut wajah cemas muncul di wajah para pelayan. Mereka bisa merasakan aura tidak suka pada diri majikannya. Salah satu pelayan yang berada dibelakang Jenna memberanikan diri menjawab pertanyaan Jenna.
"Eh anu, Non. Den Ega katanya..."
"Pagi, Jenna!" sapa Alega sembari melambaikan tangan ditambah senyuman.
"Suruh dia pergi." Perintah Jenna dengan wajah kakunya.
"Eh, Non Jenna, tapi..."
"Bawa sarapanku ke kamar," ucap Jenna dengan wajah ketus, membuat para pelayan memasang wajah takut.
"Baik, Nona Jenna."
Beberapa pelayan bergegas menyiapkan sarapan untuk dibawa kekamar Jenna.
"Jenna!" panggil Alega. Percuma saja Jenna tidak akan menggubrisnya.
Jenna sudah berlalu meninggalkan area ruang makan dan memilih kembali kekamar nya. Alega hanya bisa terduduk pasrah. Ini hari libur, sia-sia dia bangun petang dan bergegas kesini menempuh jarak yang jauh dan hasilnya hanya mendapatkan sikap dingin Jenna.
"Sabar ya, Den Ega," ucap salah satu pelayan yang prihatin pada Alega. Pemuda itu hanya mengangguk dan beranjak berdiri.
"Den Ega, mau kemana? Ini nggak dimakan dulu sarapannya?"
"Nggak laper, Bi. Mau pulang aja."
"Haduh, Den Ega. Sarapan dulu biar ada tenaga, takutnya di jalan Aden kenapa-napa, soalnya dari sini ke kota jauh loh, Den."
"Ngga papa, saya mau pulang aja. Salamin buat Jenna ya, Bi."
"Yaudah hati-hati di jalan ya, Den Ega," ucap pelayan.
Ega mengangguk lantas melangkah pergi meninggalkan istana ini. Ya, memang rumah ini seperti istana, Alega tidak sedang berbohong.
Pintu kamar Jenna terbuka memunculkan tiga pelayan yang membawakan sarapan untuknya, menaruhnya di meja kosong yang berseberangan dengan tempat tidurnya, meja yang dikhususkan untuk menaruh makanan. Jenna sedang duduk di meja belajar mengerjakan PR nya.
"Permisi, Nona. Ada yang Nona Jenna butuhkan lagi?" tanya salah satu pelayan.
"Tidak ada."
"Baik, Nona. Kami permisi," ucap pelayan dan pergi meninggalkan Jenna.
Jenna sarapan dalam keheningan. Menghabiskan sarapan dan kembali melanjutkan mengerjakan PR. Sebetulnya Jenna tidak benar-benar mengerjakan PR. Dia hanya diam memandang pemandangan hijau di luar tembok kaca transparan, hanya ada kaca tebal transparan yang membatasi kamar Jenna dan hutan lebat diluar sana. Pohon-pohon menjulang tinggi disana, pun semak belukar yang tumbuh subur tanpa tersentuh tangan manusia.
![](https://img.wattpad.com/cover/220608717-288-k674981.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Fiksi Remaja[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...