"Mau kemana, Kak?""Mau kerumah Jenna." Saga tersenyum tipis. Wajah adik-adik nya terlihat sumringah mendengar nama Jenna. Bahkan Bunda tersenyum lembut pada Saga.
"Nanti mampir beli buah atau makanan buat Jenna ya, Saga."
"Iya, Bunda. Yaudah aku berangkat dulu ya. Assalamualaikum."
Saga melangkah keluar setelah salim dengan Bunda. Hari ini entah kenapa ia tidak sesemangat biasanya ketika mengunjungi sang pujaan hati. Hatinya masih terluka, dadanya masih terasa sesak ketika bayangan itu kembali melintasi otaknya.
Saga menjalankan motornya pelan menuju rumah Diana. Sebelumnya ia sudah mampir ke penjual buah untuk membeli beberapa jenis buah. Ia hanya berharap Jenna akan menerimanya. Jika tidak, Saga juga tidak apa. Pemuda itu sudah pasrah. Tidak ingin terlalu berharap lagi dengan gadis itu.
Saga memarkirkan motornya dihalaman rumah yang cukup luas. Belum sempat ia mencopot helm Saga sudah melihat Diana yang tampak berlari kearahnya. Gadis itu mengenakan baju Taekwondo dan menenteng tas sekolahnya.
"Cepet puter balik!!"
Saga menurut, ia dengan cepat putar balik. Dan saat Diana sudah duduk dibelakangnya, Saga menjalankan motornya dengan cepat seperti permintaan Diana.
"Lo kenapa, Di? Kok keliatan panik gitu!" tanya Saga disela fokusnya menyetir motor.
"Gue kabur! Hari ini harusnya gue latihan Taekwondo bareng abang-abang gue!"
"Pantes lo pake itu baju. Lo bawa ganti nggak? Yakin lo tetep pake baju itu ke rumah Jenna?"
"Duh! Ini tuh darurat. Gue mana sempet ambil baju ganti. Yaudahlah, Jenna pasti maklumin. Dia nggak bilang harus pake baju apa kan?"
Saga akhirnya mengangguk. Ya, Jenna tentu tidak akan protes. Saga juga mengenakan baju seadanya. Jeans hitam dengan kaos lengan pendek dengan warna senada dan dibalut jaket berwarna navy. Membuat kulit putih pucatnya tampak lebih bersinar. Saga tidak punya pakaian mewah untuk dipamerkan. Ia hanya butuh kenyamanan saat memakainya.
Diana menatap sekeliling dengan raut wajah heran. Kanan kirinya pepohonan tinggi yang rindang. Ia tidak yakin jika ada rumah disini.
"Saga," panggil gadis itu sembari menepuk bahu pemuda didepannya.
"Hm, kenapa?"
"Lo nggak lupa kan, kalo gue jago taekwondo?"
"Iya gue tau."
"Terus lo ngapain bawa gue ke tempat ginian, Saga! Lo mau macem-macem sama gue!"
Saga mengerutkan dahi dibalik helm nya. Ia terkekeh pelan setelahnya. Membuat Diana makin curiga dan ancang-ancang untuk menyerang Saga dari belakang.
"Gue nggak mungkin macem-macem sama lo, Di. Gue masih sayang nyawa gue!"
"Nggak usah bohong lo!! Ni otak lo pasti udah kena racunnya Rimba. Mesum!!"
"Enggak, suwer!! Gue nggak bakal macem-macem. Ini emang jalan kearah rumah Jenna. Gue dulu juga kaget pas pertama main kesana. Tenang, aman kok!"
Diana terdiam, mencoba percaya pada Saga. Walaupun setengah jiwanya meminta untuk menyerang Saga sekarang juga sebelum terlambat.
Jika Diana cermati sekelilingnya. Ini bukanlah tempat yang buruk. Ini bahkan sangat menakjubkan. Pohon-pohon tinggi itu terlihat kokoh dengan ranting penuh cabang dan daun-daun yang menutupi atas jalan seakan-akan melindungi siapa saja yang melewati jalan ini dari terik matahari. Diana menatap keatas, sinar matahari mengintip disela-sela dedaunan. Gadis itu tersenyum tipis. Ia kembali menatap sekeliling dan terpejam. Ia bisa mendengar suara kicau burung yang terus bersahutan, suara serangga berderik juga seperti ada suara tupai di antara pohon-pohon tersebut. Diana membuka matanya, menghirup napas dalam. Ini tempat yang pas untuk menenangkan diri. Begitu nyaman dan damai. Sedamai aura Jenna yang selalu gadis itu bawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Teen Fiction[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...