"Huh! Udahin aja lombanya bisa nggak sih?" Omel Ira sembari menusuk-nusuk bakso tanpa minat."Kenapa gitu?"
"Nggak liat? Ujan tuh!"
"Osis lupa nyewa pawang ujan kali," jawab Rimba asal sembari memainkan ponselnya.
"Becek ah, males!" Protes Ira lagi, namun kali ini tidak ada yang menjawab. Fokus pada kegiatannya masing-masing.
Kantin siang ini ramai seperti biasanya. Ditemani rintik hujan, kantin dipenuhi oleh aroma mie instan yang menggoda selera. Sudah jadi khasnya, saat hujan itu paling enak makan mie kuah tambah telur dengan minuman teh hangat atau es teh. Termasuk Saga, pemuda itu fokus memakan mie kuahnya sembari melirik Jenna yang tengah makan bakso disampingnya. Yang pasti ia tidak peduli pada ocehan Ira perkara hujan dan lomba yang ingin gadis itu hentikan. Hanya Rimba yang mau meladeni ucapan Ira. Itupun sembari memainkan ponselnya.
Ya, Saga pada akhirnya mau menerima kembali Rimba menjadi temannya. Itupun dengan bujukan atau lebih tepatnya paksaan dari Diana. Gadis tomboy itu bilang, ia ingin sekali menonjok wajah Rimba setiap pemuda itu mengeluh tentang Saga yang tidak ingin berteman lagi dengannya. Maklumi saja, dari SMP keduanya memang cukup lengket bak anak kembar.
"Doni gimana kabarnya, Ga?" Tanya Ira, mencoba mencari pembahasan baru.
"Yoga tadi chat, katanya kondisi Doni udah baikan," jawab Saga dan kembali menyuap mie kedalam mulutnya.
"Kabar baik, semoga Doni cepet sembuh. Gue rencana mau jenguk Doni nanti."
"Sama siapa?" Tanya Rimba tiba-tiba.
"Nggak tau, nanti ajak temen kelas paling. Kalo sendirian juga bisa. Kenapa? Mau ikut?"
"Boleh," jawab Rimba cepat.
"Jangan! Jangan sama Rimba. Cari temen lain aja, Ra." Ucap Saga. Ira hanya mengangguki tanpa mau bertanya. Gadis itu tau apa kekhawatiran Saga. Yeah, bukan berita yang rahasia lagi di kelas sains satu jika Rosa amat dekat dengan Rimba disaat pemuda itu masih dengan Diana.
Saga melirik Rimba dengan tatapan sinis, sementara Rimba hanya mengangkat bahu tak acuh.
"Diana beneran temenin Doni 24 jam, ya?" Tanya Ira dengan wajah penuh tanyanya.
"Ya nggak 24 jam juga, Ra. Intinya Diana yang paling banyak temenin Doni. Soalnya abang-abangnya Diana ngijinin. Bilang, kalo itu termasuk tanggung jawab Diana. Jadi ya... gitu deh. Bang Raka sama Bang Jun aja semalem jenguk Doni. Nanti balik kuliah paling Bang Ziyan jenguk juga."
Ira manggut-manggut sembari menggigit bakso nya. Saga kembali melirik Rimba yang ternyata diam-diam memasang wajah masam. Bahkan pura-pura mengumpat pada game online yang sedang pemuda itu mainkan.
"Maklum lah, Doni kan cowok baik-baik. Jadi Doni sakit, abang-abangnya Diana ikut peduli. Nggak kaya mantan nya Diana. Jemput Diana aja beraninya didepan komplek! Mana level sama Doni yang suka ijin dulu kalo ngajak Diana berangkat bareng," sindir Saga. Ira hanya tersenyum kecil. Tau apa maksud ucapan pemuda bule dihadapannya.
Rimba mendengus, kemudian menatap Saga dengan tatapan jengkel dan wajah yang merah padam.
"Lo nyindir gue?"
"Emangnya lo kesindir?" Tanya balik Saga sembari mengunyah mie.
Rimba hanya mendengus, tidak mau menjawab ucapan Saga. Yang justru mengundang kekehan dari pemuda bule itu.
Saga menoleh pada Jenna yang tetap tenang dengan segala kericuhan kantin. Gadis yang amat pendiam itu terkadang terasa seperti tidak ada sosok Jenna diantara mereka. Ya, nasib setiap manusia pendiam. Saga tentu tidak merasa seperti itu, kehadiran Jenna amat berbeda dibandingkan tidak ada Jenna disekitarnya. Bagaimana tidak, jantung Saga akan berdetak lebih cepat ketika ada Jenna disampingnya. Tidak peduli apakah gadis itu tengah diam saja atau sedang sibuk sendiri. Apalagi jika Jenna sedang membalas tatapan nya. Saga berasa ingin meleleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Teen Fiction[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...