Selama perjalanan pulang keduanya sama-sama diam. Jenna dengan kebiasaannya dan Saga diam dengan segala kegundahan hatinya.Sampai ditengah perjalanan, Saga tersenyum tipis dan sedikit menambah kecepatan. Kali ini Saga tidak berniat untuk mengendarai sepeda motor nya dengan ugal-ugalan. Jenna hanya berpegang pada ujung kaos Saga. Gadis itu enggan untuk memeluk Saga seperti sebelumnya. Jenna tengah kesal.
Papan bertuliskan Panti Asuhan Bunga Peduli menjadi fokus pertama Jenna. Gadis itu bertanya-tanya dalam hatinya. Jenna ingin pulang ke rumah bukan ke panti asuhan ini.
Saga berhenti di halaman depan panti, balita perempuan yang tadi tampak bermain dengan remaja laki-laki itu berlari kecil ke arah Saga. Pemuda itu menyambutnya, menggendong balita tersebut yang Jenna ingat bernama Tasya. Saga tersenyum lebar dan memberikan beberapa kecupan di wajah gadis kecil menggemaskan itu.
"Eskim," ucap Tasya dengan mata membulat.
"Aduuuuh .... Kak Saga lupa beliin eskim buat Tasya," ucapnya dengan tampang merasa bersalah.
Mata Tasya tampak berkaca-kaca dengan bibir yang dimajukan, balita itu sedih sampai ingin menangis. Saga yang melihat itu jadi tidak tega.
"Jangan sedih dong, Dede. Nanti Kak Saga beliin es krim buat Tasya, dua, gimana? Yang rasa strawberry sama coklat."
"Stoberi sama pisang!" Seru Tasya dengan raut berubah ceria. Saga mengangguk sembari terkekeh dan memberikan beberapa kecupan lagi di wajah Tasya.
"Siap, Tuan Putri!"
Joan melangkah mendekat, remaja itu tadi yang menemani Tasya bermain masak-masakan di teras.
"Kok pulang, Kak?" Tanya Joan dengan suara lirih dan melirik Jenna sekilas.
Saga menurunkan Tasya. Balita itu langsung berlari kembali ke teras, mulai fokus dengan mainan masak-masakan nya.
"Mau ngedate dirumah, biar makin romantis," bisik Saga dengan senyum smirknya.
Joan mengerutkan keningnya dengan mata menyorot tajam, "Jangan lakuin hal aneh-aneh disini ya, Kak! Aku bilangin Bunda nih!"
"Berarti kalo nggak disini, boleh?"
Joan tergelak, "Istighfar, Kak! Istighfar ..."
"Astaghfirullahal'adzim ..."
Joan hampir menjitak kepala Saga jika ia tidak ingat jika pemuda dihadapannya ini 3 tahun lebih tua darinya. Joan memilih pergi, kembali menemani Tasya bermain. Joan adalah pelanggan restoran Tasya yang paling setia.
Saga berjalan mengendap-endap didapur dengan senyum jail tercetak jelas di bibirnya.
"DOR!!"
Tubuh Dio tersentak kedepan karena dorongan yang cukup keras di bahunya.
"Nggak kaget," jawab Dio dengan wajah datar dengan mata yang fokus menatap aliran keran dihadapannya. Tangan pemuda yang satu tahun lebih muda dari Saga itu tengah sibuk bergerak membilas cucian piring.
"Ah nggak asik! Minimal pura-pura kaget lah," gerutunya dengan wajah kesal.
"Kata Joan, Kak Saga lagi pacaran? Kok udah pulang?" Tanya Dio tanpa mengalihkan pandangannya.
Saga menghela napas panjang kemudian bersender pada pinggiran wastafel yang setinggi pinggangnya.
"Jenna ngambek, minta pulang. Ya udah aku bawa kesini aja."
"Kak Jenna ngambek?"
"iya, ngambek. Jenna nggak mau aku ajak nikah. Katanya terlalu jauh."
"Kak Jenna nggak salah," ucap Dio masih se-datar wajah pemuda berkacamata itu. Saga mendengus, ia menoleh pada Dio yang fokus pada cucian piring didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNA ✓
Teen Fiction[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tidak pernah tampak dengan ekspresi. Tatapannya kelam, membuat Saga sering tenggelam kedalamnya. Kenyat...