"Awalnya saya bingung saat masuk kali pertama ke hotel. Saya bingung apa yang harus dikerjakan lebih dahulu, lalu saya melihat restoran ramai jadi saya membantu mereka."
"Tidak ada komentar dari para pegawai?"
"Sebenarnya ada, tapi karena sibuk mereka tidak bertanya. Setelah semua selesai, saya memperkenalkan diri dan mereka mengajarkan saya cara menerima tamu ala restoran."
"Front office dan marketing tidak mencari nona?" tanya Putra yang penasaran.
"Waktu itu marketing sibuk keluar hotel untuk memperkenalkan hotel, banyak uang dikeluarkan untuk membuat event diluar agar menarik minat pengunjung."
Putra menganggukan kepala. Waktu itu ia sempat sakit kepala saat membaca proposal perkenalan hotel yang berlebihan, belakangan ia menyadari kalau itu juga salah satu upaya nyonya dan putranya memperkenalkan diri mereka di depan umum. Bukannya memperkenalkan hotel, mereka jadinya melakukan kegiatan tidak penting.
"Lalu front office dituntut bekerja sebagai reservasi sekaligus bellboy bahkan jika bellboy sibuk sebagai tukang parkir untuk tamu restoran, front office membawakan tas tamu sampai depan pintu."
"Kenapa sampai depan pintu? normalnyakan harus masuk ke dalam kamar kalau tamu berkenan."Choky menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kebijakan fee dari tamu, jadi baik bellboy maupun front office dilarang masuk ke dalam kamar supaya terlihat di cctv apakah menerima fee. Kalau ketahuan menerima, mereka akan dipecat. Ada juga tamu yang diam-diam kasih fee, lalu karena solidaritas mereka saling membagikan fee," jawab Vivi.
Reza dan Choky menatap takut bosnya yang mulai marah.
"Kenapa kamu lari ke f&b ? bukan karena tamu sibukkan?" tanya Reza.
Vivi tersenyum miris. "Sebenarnya saya lebih mengenal dapur karena salah satu kerabat pelayan di rumah itu saudaraan di bagian dapur jadinya saya lebih kenal dapur. Setelah selesai, manajer menghubungi saya lalu mengajak saya berkenalan dengan seluruh staff. Hanya saja kebanyakan mereka menolak saya jadinya hanya dapur dan departemen f&b yang menerima saya."
"Karena kebijakan itu?" tanya Choky ke Putra sambil berbisik.
Putra menganggukan kepalanya.
"Setelah saya belajar f&b, saya belajar house keeping setelah itu baru front office dan marketing."
"Kamu tidak belajar akunting hotel?" tanya Reza.
"Awalnya saya dilarang masuk kesana, tapi semenjak pendapatan hotel menurun tajam dan ada isu penutupan hotel, saya diijinkan masuk ke akunting."
"Apa karena mereka mengundurkan diri bersamaan?" tanya Putra.
Vivi mengangguk miris untuk mengiyakan. Ia juga menerima banyak keluhan dari departemen akunting tapi tidak berani menceritakannya. Setidaknya orang-orang di departemen akunting sempat punya waktu untuk mengajarinya di waktu singkat.
"Dimana manajer hotel waktu itu?" tanya Reza.
Ah, ini bagian yang membuat kesal Vivi dan para pekerja hotel.
"Manajer ditarik sana-sini sama nyonya," jawab Putra. Ia tahu Vivi tidak akan menceritakan hal ini.
Reza menaikan salah satu alisnya. "Ditarik?"
"Untuk mendukung kegiatan politik nyonya dengan dalih memperkenalkan hotel dan mencari tamu," ujar Putra.
"Bukannya itu kegiatan bagus? setidaknya dengan kegiatan itu bisa menarik tamu," kata Vivi untuk mencairkan suasana.
"Nona, apa anda lupa kalau anda sempat sakit kepala karena nyonya sempat membuka hall secara gratis untuk kegiatan amal? anda sampai memohon ke tempat kami untuk meminjam dana tambahan," kata Putra ke Vivi.
Vivi menutup kedua matanya. Kenapa ia lupa kalau sempat bertemu pria ini saat ingin bertemu bagian keuangan hotel pusat?
"Jadi selama manajer tidak ada dan manajemen kacau, kamu yang menyelesaikan kekacauannya?" tanya Reza.
Vivi menggelengkan kepalanya dengan panik. Ia tidak berani mengambil kredit berlebihan. "Saya hanya bekerja sesuai porsi saya, justru yang lebih banyak para pekerja hotel yang mau bekerja sama."
Putra tersenyum kagum. Ah, nona... ternyata tidak hanya cantik tapi juga rendah hati.
Reza yang melihat itu, menatap tajam Putra.
Choky menendang kaki Putra begitu melihat tatapan tajam bosnya.
Putra yang mendengus kesakitan menatap tajam Choky lalu melihat Reza begitu kepalanya diarahkan secara kasar oleh Choky. Putra menatap ngeri bosnya lalu nyengir.
"Saya berterima kasih kepada anda karena mau membantu saya waktu itu." Vivi menundukan kepalanya dengan sopan.
Putra semakin ngeri melihat tatapan mengerikan bosnya. "Ti... tidak, waktu itu saya hanya kebetulan disana jadi tidak..."
Mampus! cengir Choky.
Tatapan Reza beralih ke Vivi. "Apa kamu yang memiliki ide untuk memasukan hotel ke web?"
"Tidak, kebetulan ada salah satu tamu yang puas dengan pelayanan hotel lalu bertanya mengenai web supaya mudah. Jadinya kami bekerja sama dengan beberapa web travel dan menyediakan kamar untuk mereka. Sisanya kami menyediakan tamu yang datang offline."
"Pasti bukan hanya itu sajakan yang membuat tamu semakin banyak datang?" tanya Putra tiba-tiba. Biar bagaimanapun ia menjadi penasaran.
"Sebenarnya saya hanya memiliki satu otak dan masih minim pengalaman jadi belum paham untuk menaikan tamu. Web memang membantu tapi saya berusaha supaya para karyawan bisa membuat tamu betah dan datang kembali, salah satunya dengan memberikan fee hotel untuk para karyawan. Semakin meningkatnya pendapat hotel, semakin meningkat fee mereka. Itu sebabnya mereka juga berperan penting menangani tamu."
"Cerdas." Putra dan Choky menggelengkan kepalanya dengan kagum. Bahkan Choky yang hanya mengerti otot daripada otak, kagum dengan trik Vivi.
Vivi menundukan kepalanya dengan malu. Baru kali ini ia dipuji setelah kedua orang tuanya meninggal.
"Saya ingin mengembalikan fee karyawan."
"Tapi-"
"Biar bagaimanapun hotel kita bukan tempat amal. Setelah hotel yang kamu tangani bisa mengembalikan suntikan modal sebelumnya, saya ingin mengembalikan fee tamu untuk karyawan. Kita tidak akan bertahan jika memakai kebijakan fee dari hotel untuk karyawan."
Vivi sempat membahas ini dengan para manajer hotel. Kebijakan fee dari hotel memang senjata untuk menyerang keluarga Aditama tapi kalau diterapkan terus-terusan setelah kondisi keuangan stabil, kita sendiri yang akan rugi. "Saya mengerti."
Reza menatap Vivi. "Sepertinya saya tidak perlu menjelaskan apapun."
Vivi mengangguk. "Saya sudah paham resikonya dari awal, biar bagaimanapun para senior sudah memperingatkan saya sebelumnya."
Putra hampir bertepuk tangan, untung saja Choky berhasil menahannya. Ternyata ada orang yang mampu memahami jalan pemikiran bosnya.
"Saat kamu menikah dengan Krisna, apa kamu akan melepas hotel atau tetap bekerja?"
Dada Vivi berdenyut saat mendengar pertanyaan itu. Krisna sudah mengingatkannya dari awal tentang Almira dan dukungan untuk Krisna. Almira sebagai istri pertama mendukungnya lewat politik, sementara dirinya yang nanti akan menjadi istri kedua akan mendukung keduanya lewat keuangan.
Kedua tangan Vivi mengepal, entah kenapa rasanya menyakitkan sekali. Ia hanya ingin menikah sehidup-semati dengan orang yang dicintai dan mencintainya seperti yang dilakukan kedua orang tuanya.
"Nona..."
Choky dan Putra menatap khawatir Vivi, mereka sudah mendengar bagaimana Vivi sangat mencintai Krisna dan menolerir perselingkuhan.
"Nona, jangan menikahi tuan muda. Biar bagaimanapun nona... auw!"
Kali ini Putra mencubit tangan Choky.
Choky yang menyadari itu sontak menatap ngeri bosnya.
Choky dan Putra saling menatap bingung saat melihat bosnya tidak menunjukan ekspresi apapun.
"Saya sangat mencintai Krisna," jawab Vivi.
Ah, nona. Jangan melempar jawaban tidak bertanggung jawab seperti itu!

KAMU SEDANG MEMBACA
Off Course, I can't get you! But, I Can Get Your Dad! : Sweet Girl Version [END]
RomanceVivi dijodohkan dengan Krisna sejak kecil, seiring berjalannya waktu Krisna mulai menjauh dan tidak bersikap seperti dulu lagi, bahkan Krisna melamar seorang wanita di hari ulang tahunnya. Mengetahui calon menantunya disiksa di rumah istri dan anak...