Vivi kembali ke ruang reservasi dan menatap kosong layar monitor. Percakapan Krisna bersama temannya masih ada di kepalanya.
"Non."
Vivi tidak menjawab.
Adit menepuk pundak Vivi.
Sontak Vivi menoleh. "Hah? ya?"
"Non, ada supervisor f&b."
"Oh, oke." Vivi bangkit dari kursi lalu menuju ke ruang depan.
"Tadi saya panggil, nona jalan terus. Apa nona sakit?" Supervisor bertanya begitu Vivi menghampirinya.
Vivi menggeleng pelan.
"Soal split bill, itu teman-teman tuan Krisna jadi saya dilarang memasukan ke dalam system atau laporan. Hanya dicatat untuk internal saja, jadi saya tidak melaporkannya tapi saya sudah minta tanda tangan sesuai saran nona kalau keluarga Aditama punya permintaan di luar manajemen."
Vivi memijat kepalanya yang tiba-tiba pusing. "Sudah dari jam berapa mereka disana?"
"Jam delapan malam."
Vivi tersenyum miris. Kalau punya waktu sebanyak itu harusnya bisa mengurus hotel, bukannya kumpul gini.
"Non."
"Saya mengerti, terima kasih. Selain itu Adit dan pak Budi, tolong panggil saya bu Vivi. Saya ingin kita bersikap profesional."
Adit dan pak Budi mengangguk mengerti.
Vivi menghela napas panjang. "Beritahu tuan Krisna kalau restoran sebentar lagi akan tutup dan berikan saya catatan bill untuk mereka."
"Tapi, kalau tuan marah bagaimana?"
"Beritahu saja soal lembur. Orang itu pasti tidak mau membayar lembur pegawai."
"Baik."
Vivi memanggil pak Budi yang hendak pergi. "Pak, saya tidak punya kewenangan lebih. Ini sudah dua jam dari jadwal tutup, saya tidak bisa kasih uang lembur tapi sebagai gantinya berikan bahan makanan hari ini yang layak untuk para pegawai f&b bawa pulang ke rumah, sesuaikan dengan biaya lembur seharusnya lalu laporkan kepada saya."
Pak Budi tersenyum senang. "Tentu saja, itu juga berarti bagi kami."
Vivi dan Adit menatap punggung pak Budi yang sudah berjalan menjauh.
"Non, saya gimana?"
"Bukannya setiap malam kamu suka ambil jatah breakfast?"
Adit menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ternyata perilakunya ketahuan.
"Selama saya disini, anggap saja tidak tahu. Tapi begitu sudah diambil alih, jangan lakukan itu," saran Vivi.
Adit tersenyum sedih. "Maaf."
Vivi tersenyum lalu kembali ke ruang reservasi dan duduk di tempat semula.
Dulu Krisna selalu bersikap baik dan ramah ke Vivi, lalu semenjak kuliah ke luar negri sikap Krisna berubah banyak. Yang dulunya membela sekarang hanya diam mengamati. Sebenarnya apa yang salah disini? wanita? tapi dulu Krisna pacaran dengan banyak wanita, tidak pernah bersikap seperti itu.
Atau... jangan-jangan...
karena wanita itu hamil!
Bisakah sikap laki-laki berubah karena kehamilan wanita?
"Lalu, apakah aku harus hamil juga?" Vivi tertawa ironis.
___
Reza dan ibu Reza saling menatap melihat Vivi melamun sambil memainkan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Off Course, I can't get you! But, I Can Get Your Dad! : Sweet Girl Version [END]
RomanceVivi dijodohkan dengan Krisna sejak kecil, seiring berjalannya waktu Krisna mulai menjauh dan tidak bersikap seperti dulu lagi, bahkan Krisna melamar seorang wanita di hari ulang tahunnya. Mengetahui calon menantunya disiksa di rumah istri dan anak...