DUA PULUH SATU

5.3K 268 14
                                    


Beberapa jam kemudian, di ruang rapat yang mencekam. Para manajer pusat menatap simpati atasannya dan Choky yang duduk bersimpuh di pojok ruangan sambil mengangkat buku tebal di atas kepala dengan tangan sedikit gemetar lalu Putra sedang menjelaskan dan menunjuk sesuatu didokumen di atas meja ke Reza.

Tidak lama ada suara ketukan pintu, Putra membuka pintu dan menyambutnya. "Nona Vivi."

Vivi tersenyum canggung dan melangkah masuk ke dalam. Ia menyapa para manajer pusat yang dibalas anggukan singkat.

"Duduk disana." Perintah Reza sambil menunjuk kursi di sebelah kirinya.

Meja ruang rapat berbentuk persegi panjang dengan Reza sebagai pemilik, duduk di ujung sementara yang lainnya duduk di masing-masing sisi.

Putra hanya diam berdiri di samping Reza, menekan keinginannya untuk membantu Vivi duduk. Jika dia melakukan itu, semua orang akan tahu siapa yang bersama atasannya di dalam mobil.

Vivi duduk dengan sopan dan mengedarkan pandangan di sekeliling meja dengan cemas.

"Bisa kita mulai?" tanya manajer pusat.

Reza mengangguk.

Manajer keuangan berdiri di depan lalu mengarahkan laser mini ke layar proyektor.

"Seperti yang kalian tahu, resort milik grup kita sedang bersamalah karena pandemi. Tidak ada pemasukan bahkan kita mengalami kerugian besar. Untuk mengakalinya, saya menutup beberapa kamar sementara untuk menekan biaya HK, saya juga membuka restoran untuk umum dan menjual beberapa bahan mentah untuk dijual online."

"Bahan mentah?" tanya Reza.

Manajer keuangan pusat berdehem. "Bahan makanan yang sudah diolah tapi harus dimasak terlebih dahulu."

Semua orang mengangguk mengerti.

Manajer keuangan pusat melirik Vivi. "Tentu saja ide brilian ini bukan dari saya tapi dari nona Vivi, anak muda zaman sekarang memang paham situasi terkini."

Vivi menunduk malu, padahal ia hanya mengutarakan pemikirannya, tidak bermaksud memberikan ide.

Reza mendengus kesal setelah nama itu disebut.

Putra menaikan salah satu alisnya. Bukan 'kah tadi kalian mesra di dalam mobil? kenapa malah-

Vivi cemberut melihat reaksi Reza. "Salah anda sendiri," gumamnya pelan yang masih bisa didengar Reza dan Putra yang berdiri di antara mereka.

Reza menggertakan giginya dengan kesal. "Sudah saya bilang, jangan pakai gigi."

Vivi menatap polos Reza. "Apakah sakit?"

"Perih lebih tepatnya."

Mulut Putra menganga ketika mendengar percakapan mereka, ia melirik salah satu kaki bosnya yanģ bergerak gelisah, tanpa sadar Putra menutup adeknya dengan dokumen di tangannya. Gigi? Perih?

Putra menatap ngeri Vivi. Nona Vivi, anda liar sekali. "A- anda memakai gigi?"

"KALIAN BERDUA YANG DISANA!"

Wajah Vivi dan Putra menegang.

"Saya sedang menjelaskan, kenapa kalian diskusi sendiri?" manajer keuangan pusat melirik atasannya yang wajahnya memucat. "Anda baik-baik saja? perlu saya panggilkan dokter?"

Para manajer memutar kepala dan melihat Reza sudah berkeringat dingin menahan sesuatu sambil memejamkan mata dengan tampang keren.

Vivi mengagumi wajah itu. Hanya memejamkan mata dan wajah memucat sudah seperti vampire tampan yang berusaha menahan aroma darah.

Off Course, I can't get you! But, I Can Get Your Dad! : Sweet Girl Version [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang