"Dasar sampah! B*jingan nggak tahu diri. Aku sedang memperingatkanmu, apa kau terlalu bodoh untuk mengerti?" Lia dengan raut datarnya.Wajah Devan memerah penuh amarah, ia menjambak rambut Lia dengan kasar. "Jalang rendahan! Beraninya ka---"
Penuh cekatan tangan Devan dicekal oleh Al. Pria yang kini tanpa aba-aba menarik kasar tangan Devan, mengangkat tubuhnya, ia yang terkejut di tempat. Tubuh yang kini dibanting keras, dalam waktu singkat oleh Al.
Suara keras tubuh Devan yang bertabrakan dengan lantai, mewakili betapa sakit punggung pria yang kini merintih di sana. Al mengangkat kerahnya, melayangkan bogeman mentah di wajah. Sudut bibirnya sobek, terhiasi darah.
Wajah Al yang menggelap, kini menyorot tajam ke arahnya. "Jangan berani menyentuh wanitaku, bahkan sehelai rambut saja. Aku tidak tinggal diam."
Lia terbelalak, mereka belum pernah meresmikan hubungan. Mendengar Al berbicara seenak jidatnya, entah kenapa membuat gadis itu kesal bukan main.
"Hei, siapa yang kau maksud wanitaku?" Nada tak terima terdengar dari suara Lia. Gadis yang kini diam, saat mendapati sorot dingin dari Al.
"Tentang wanita itu ... berikan aku kesempatan. Aku pastikan kau mendapatkan keuntungan yang lebih dari kegiatan bersimpuhku. Jika kau berbuat macam-macam padanya sebelum waktu itu, aku benar-benar tidak akan berpikir dua kali untuk membunuhmu." Al berjalan ke arah Lia, menggenggam pergelangan tangannya. Pria itu menuntun Lia untuk meninggalkan ruangan.
"BAJINGAN! AKU DULUAN YANG AKAN MEMBUNUH KALIAN BERDUA! Cuihh!!" Devan meludahkan darah di bibir, secara sembarang. Wajahnya tampak suram, dengan tatapan penuh dendam. "Sial!!!"
🐒🐒🐒
Di mobil yang dikendarai Zidan, Al dan Lia sibuk dengan pemikiran masing-masing. Pria yang mengelap darah di dahinya dengan sapu tangan itu, menarik atensi Lia.
"Kita harus ke rumah sa---," ujar Lia yang terpotong oleh Al, pria yang menatap ke arah Zidan.
"Antar aku ke rumah. Aku ingin istirahat," sela Al yang kini menutup mata. "Tentang foto wanita yang di ponsel Devan ... cari tahu tentang itu. Aku hanya menerima keberhasilan, Zidan." Al tanpa membuka kelopak matanya.
Zidan melirik ke arah Al sejenak dari spion. "Tentu, Pak."
Keheningan menguasai mereka, sebelum Lia mulai mengatakan sesuatu. "Apa kau tidak sakit hati, ibumu ...dia meninggalkanmu. Kau ingin menemukannya?" lirih Lia dengan mata menyorot sendu.
Al membuka matanya, ia menatap tajam ke arah Zidan yang tampak kelabakan. Ia menggeleng gugup. Seakan bisa membaca situasi, Lia seketika menyahut. "Zidan tidak pernah berbicara apapun kepadaku. Aku tahu ... secara tidak sengaja."
Al menghembuskan napas. Ia mengukir senyum tipis, di wajah sendunya. "Aku tahu lebih dari siapapun, betapa sakitnya ... saat tidak ada seorangpun yang ada di sisi kita. Kesepian yang begitu mencengkam, dan permintaan tolong yang sia-sia. Tak ada yang mendengar, dan tak ada yang datang." Al menatap dalam ke arah Lia. "Cukup aku yang merasakannya. Jangan ada lagi, termasuk ... wanita itu."
Lia menitikkan air mata, dengan senyuman kecil. "Kau membencinya?"
Al mengeratkan kepalan tangannya. "Aku sangat marah, jika dia meninggalkanku ... hanya untuk menderita. Jika dia bahagia, itu akan lebih baik. Aku bisa membencinya sepuas hati." Al menghapus cepat air mata yang mengalir dari sudut matanya.
Aku pasti akan membantu menemukan ibumu.
🐒🐒🐒
Sejak kemarin, sudah terbilang hampir sehari Al tidak keluar dari kamar. Lia yang khawatir, sempat mencoba mendobrak pintu. Sialnya, pintu yang terkunci dari dalam itu sangat kuat ... bahkan getar saja tidak, saat Lia mendorong dengan tubuhnya.
"Al ... aku belikan makanan. Keluarlah dulu, makan!" sahut Lia di depan pintu yang sudah ke seribu kalinya. Gadis itu mengerutkan keningnya. "Apa aku perlu melakukan panggilan darurat? Atau pemadam kebakaran, buat bantu congkel pintunya?"
Lia menggeleng, ini belum 24 jam. Lia mengetuk pintu beberapa kali. "Aku taruh di depan pintu, ya? Makanlah, selagi masih hangat." Lia menaruh plastik berisi makanan, ia segera pergi dari sana.
Ada hal yang lebih penting sekarang. Lia dengan berat hati, meninggalkan Al ... pria yang sedang mengurung diri di dalam kamar. Sebenarnya pria itu sedang bertapa, mencari pencerahan apa gimana? Lia mengenyahkan pemikiran yang sempat membuat pusing duluan, padahal belum melakukan apa-apa.
🐒🐒🐒
Di sebuah kafe yang cukup ramai, lagu santai tampak mengalun. Lia melambaikan tangannya ke arah Dea yang baru memasuki ruangan.
"Kak Lia menunggu lama?" ucapnya dengan wajah sungkan.
"Tidak, aku juga baru sampai." jawab Lia dengan senyuman yang mengembang. "Aku sudah memesan minuman untukmu."
"Iya, terimakasih Kak." ucap Dea, yang kemudian menyeruput minumannya dengan santai.
Dengan wajah penuh pertimbangan, Lia berkata. "Dea, apa kau mau membantuku?"
"Tentu saja. Kak Lia butuh sesuatu?"
"Aku ... ingin mencari ibu kandung Al. Tapi aku tidak punya informasi sama sekali. Apa kau pernah mendengar, atau tahu sesuatu mengenai ibu kandung Al?"
Dea terkesiap sejenak, sebelum menampilkan wajah biasa. "Maaf kak, aku tidak tahu apapun. Ibu dan Ayah, tak pernah membicarakannya," sesal Dea, yang membuat Lia meluruhkan bahu kecewa.
Lia menompang dagunya, pikirannya terbesit pada rangkaian cerita novel di halaman awal. Dia harus segera menemukan ibu kandung Al. Jika tidak, maka Devan, titisan Dajjal itu akan selalu menggunakannya sebagai alat untuk menyiksa Al.
Jika ibu kandung Al, adalah cinta pertama ayahnya maka ..., kampung halaman ayah Al, adalah TKP. Ini artinya, dari sana ia pasti akan menemukan petunjuk.
Lia tersenyum antusias. "Dea, kau tahu kampung halaman ayahmu?"
Dea mengangguk, dengan wajah bingung. Baiklah, Lia akan memulai penyelidikannya dari sana.
🐒🐒🐒
Lia mengusap hidungnya yang gatal beberapa kali. Hari sudah malam, ia malah berduaan di dalam gerobak sepeda dengan gerombolan kambing.
Ya, tidak salah. Gadis itu kini menebeng penduduk desa untuk bisa sampai lokasi. Ternyata kampung halaman ayah Al berada dalam pedalaman, hingga tidak ada kendaraan umum lewat sana. Di tambah medannya yang cukup terjal, tidak ia temukan kendaraan jasa pengantar manusia yang bersedia mengantarnya sampai tujuan.
Jalan yang masih berbatu, membuat Lia tergoyang kencang ke sana kemari, termasuk kambing yang di sampingnya. Tak jarang kambing itu menghimpitnya, bahkan memberikan pantat ke arah wajah Lia.
Lia merapal dalam hati, jangan sampai kencing, jangan sampai kencing, ....
Betapa Lia ingin menangis terharu saat ini, berlebel anak beruntung yang do'a nya selalu didengar. Kambing itu kencing. Membasahi kedua paha Lia, hingga gadis itu hampir muntah karena baunya.
Benar, kan? Doanya didengar, untuk ditolak. Seharusnya ia tidak mengatakan apapun tadi dalam hati. Ia benar-benar menyesalinya!
"Bu kambing, aku tahu jika kehadiranku di sini menganggu kalian. Tapi bukankah ini keterlaluan? Kencingmu tidak berbau surga, kenapa kau tega melakukan ini padaku?" Lia yang mimbik-mimbik akan nangis.
Note : Ini Ibu kandung Al di mana sih, Lia nyariin sampai dikencingi kambing segala😭✌️
KAMU SEDANG MEMBACA
I Get It, Oh ... My CEO!(END)√
RomantikArqelia Putri, gadis obesitas yang bertransmigrasi ke tubuh gadis cantik nan seksi ... dalam dunia novel. Dari milyaran manusia di bumi, kenapa harus dia, yang mengalami kejadian tidak masuk akal ini? Walau di tengah bingung yang melanda, gadis itu...