Arqelia Putri, gadis obesitas yang bertransmigrasi ke tubuh gadis cantik nan seksi ... dalam dunia novel.
Dari milyaran manusia di bumi, kenapa harus dia, yang mengalami kejadian tidak masuk akal ini? Walau di tengah bingung yang melanda, gadis itu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Note : Warning! Terdapat kiss scene. Untuk para teman-teman yang masih bocil ... diharap melipir yaaa. Makacihhh 💓
Pertama kali bagi sang ayah menginjak kakinya di perusahaan yang ia bangun. Tuan Hendra, kini singgah di dalam ruangan Al dengan raut dingin menatap pria itu. "Bagaimana kabarmu?"
Al tertawa kecil, dengan raut miris. "Aku tidak ada waktu untuk menanggapi basa-basi. Apa yang Ayah inginkan, sampai membawamu kemari?"
"Kau mengetahui jika Devan menjadi pecandu sejak awal, kenapa tidak pernah mengadukannya padaku? Jika kau melakukannya, ia tidak akan berbuat sejauh itu."
"Hari itu ia memukuliku habis-habisan, karena tidak sengaja memergokinya. Mengadu pada Ayah, demi kebaikan Devan ... perlukah aku melakukan itu? Jika aku melakukannya, mungkin ia akan membunuhku saat itu juga."
"Devan tidak akan berani melakukannya. Dia memang tidak mampu dan lamban dalam dunia bisnis, tapi membunuh seseorang ... Devan tidak akan mampu melakukan itu." Bram dengan gurat marah yang coba ia tutupi dari ekspresi datarnya.
"Sebenarnya apa yang ingin Ayah katakan? Hari ini jadwalku sangat padat. Aku harus segera menemui investor setelah ini."
"Beberapa perusahaan berpengaruh yang bekerjasama dengan Hendra Group, mereka tidak memperpanjang kontrak dan beralih ke perusahaanmu. Itu saja sudah membuat kacau sistem operasi perusahaan. Aku harap kau tidak akan menjadikan Devan senjata untuk lebih menghancurkan Hendra Group."
"Apa maksud Ayah, Hendra Group hampir dalam fase kebangkrutan karenaku?" Al tertawa miris, sembari memegang keningnya sejenak. "Ini sungguh konyol. Anak kesayanganmu yang tidak becus dalam mengurus perusahaan, bahkan kudengar beberapa waktu lalu terjadi penggelapan dana yang cukup besar oleh beberapa dewan direksi? Sistem yang melemah, dan ketidakmampuan pemimpin ... bukankah itu alasan yang lebih masuk akal, dibanding karenaku yang bahkan tidak mempunyai hubungan sedikitpun dengan Hendra Group?"
Suara ketukan dari luar membuyarkan aksi saling melempar tatapan tajam di antara mereka.
"Maaf, Pak. Para investor sudah datang." Sekretaris itu membungkuk hormat usai menyampaikan, sebelum kembali keluar dan menutup pintu perlahan.
Al merapikan jas, sembari beranjak dari duduknya. "Maaf, sepertinya aku tidak bisa mengantarkan Ayah keluar. Aku harus segera rapat."
Al keluar dengan wajah dingin, meninggalkan Bram yang tampak mendengus sebal.
🐒🐒🐒
Malam hari yang cukup dingin. Lia dengan selimut tipisnya, bersantai di rooftop rumah Al. Duduk di kursi sembari menyesap cokelat panas, gadis itu tampak terpesona dengan taburan bintang di langit.
Al yang baru pulang dari kantor, ia melonggarkan dasinya sebelum duduk di sebelah gadis itu. Gurat lelah dan lesu menghiasi wajah tampannya.
"Kau pulang? Bagaimana harimu? Apa ada masalah di kantor, kau tampak tidak baik-baik saja." Lia yang senyumannya surut saat melihat wajah sendu Al. Pria yang kini menghela napas berat.
Al tersenyum manis. Ia menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja."
Kalimat yang membuat Lia berkecil hati. Terasa sesak, dan kenapa begitu menyakitkan?
"Apa kau masih belum mempercayaiku, untuk menceritakan masalahmu?" Ia merasa kecewa saat Al tidak mau membagi segala permasalahannya. Lia tesenyum dengan tatapan sendu.
Al yang menangkap sorot mata Lia yang meredup, kini tersenyum kecil. Ia mengalihkan pandangannya ke arah langit. Taburan bintang yang tampak lebih indah saat ini. Ada seseorang di sampingnya saat merasa rapuh seperti ini, adalah sesuatu hal yang benar-benar Al syukuri.
"Hari ini untuk pertama kalinya, Ayah mengunjugiku di perusahaan." Kalimat Al yang membuat Lia mendongak, menatap penuh perhatian ke arah pria itu.
"Kau tahu kenapa aku memilih menjadi pembisnis sepertinya? Pada bidang yang sama, pada profesi yang sama. Dulu aku berpikir, jika aku bisa menyainginya ... bahkan bisa berada diatasnya, dia akan menatapku berbeda.
"Tapi hari ini menunjukkan semua fantasiku hanyalah angan-angan. Aku masih mendapatkan tatapan remeh dan penuh kebencian itu lagi. Tatapan sama, sejak puluhan tahun lalu. Seburuk apapun Devan, dimatanya dia selalu lebih baik dariku. Sepertinya perjuanganku selama ini sia-sia bukan?"
"Kenapa kau bilang seperti itu? Dengan perusahaan yang kau dirikan, kau telah memberikan banyak pertolongan di luar sana." Lia memegang tangan Al, pria yang kini menatap lekat wajah gadis itu.
"Kau bangkit karena ingin membantu orang di sekitarmu, bukan alasan payah seperti itu. Kau bangkit, dan perjuanganmu terbayar dengan banyak orang yang terbantu karena kerja kerasmu. Kerja bagus, Alfaro. Aku bangga padamu."
Al menitikkan air matanya, dengan senyuman manis. "Malam ini, aku ingin menceritakan segalanya padamu, tentang semua hal mengenaiku. Ini akan menjadi malam yang panjang. Kau mau mendengarnya?"
Lia mengangguk semangat. Senyuman lebar dengan mata berlinang miliknya, membuat Al terkekeh pelan. Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Lia.
Ia menggengam erat tangan Lia. Dengan perlahan jarak antara mereka terkikis. Tatapan Al yang sendu, dengan tangannya yang menangkup pipi Lia.
Ia mengelus lembut pipi Lia, membuat gadis itu menutup mata. Al tersenyum kecil, sebelum benar-benar menempelkan bibirnya. Cukup lama dalam posisi kecupan, kini dengan perlahan Al melumat bibir Lia. Penuh kelembutan, dan kasih sayang.
Merasakan pergerakan Al, Lia meremas lengan kemeja pria itu. Gadis itu mengintip pelan, Al yang masih asyik mencumbunya. Satu tangan kekar kini menahan tengkuknya, sedang yang lain merapatkan pinggang gadis itu, dengan tubuh pria itu.
Apa ini, kenapa Alfaro sangat lihai dalam hal ini?
Lia yang mulai kehabisan napas, mendorong tubuh Al. Ia meraup napas rakus, saat pria itu menghentikan kegiatannya. Tangan Al mengusap pelan bibir Lia yang tampak membengkak karena ulahnya.
"K-kau pernah melakukannya dengan siapa? Kenapa mahir sekali! Issssh ... aku merasa kesal tanpa alasan."
Pria itu terkekeh kecil. "Bukankah semua orang melakukannya dengan insting? Apakah perlu pembelajaran untuk itu? Baiklah, mari belajar bersama, untuk mendapatkan pengalaman." Al yang mencondongkan wajahya kembali, sembari mengerucutkan bibirnya ke arah Lia. Pria itu bahkan menutup matanya rapat.
Lia menabok pelan bibir Al yang manyun. "Hentikan kekonyolanmu. Kau bilang mau cerita."
Al mengecup kening Lia dengan cepat. Pria itu tersenyum lebar setelahnya. "Aku akan mulai menceritakannya."
Malam ini, Alfaro akan memperlihatkan segalanya pada Lia. Tentang apa yang terjadi selama ini, perasaannya yang pernah hancur, dan kisahnya yang belum usai.
Alfaro ... telah membuka kehidupannya untuk Arqelia.