Lia menganga dengan mata yang mengkilap kagum. Ia berlari mendahului Al, sambil mengitari tempat yang baru ia masuki itu.
"Wowwww, ini luas sekali ... kau tinggal bersama keluarga besar di sini?" Lia yang masih mendongak, dan menatap antusias."Aku tinggal sendirian di sini," ujar Al yang kini melangkah masuk rumah dan Lia yang masih berdecak kagum, dengan berlari kecil kini mengikutinya.
"Wah ... Lihatlah, bagaimana penulis royalnya kepada tokoh utama. Kenapa ia membuat rumah yang seluas ini, hanya ditempati satu orang? Ckckck ... Bahkan warga satu RT bisa tinggal di sini, pemborosan tempat!" lirih Lia di belakang Al yang membuat pria itu menoleh, dengan raut penasaran."Apa kau mengatakan sesuatu?"
"Tidak ... hanya heran saja, hidup untuk satu nyawa, kenapa kau perlu rumah sebesar ini? Walau tinggal di rumah satu petak saja, aku yakin kau masih bisa bernapas. Lagipula bukankah kau merasakan kesepian, di rumah seluas ini?"
Al menggeleng pelan, sebenarnya apa isi otak wanita ini?
"Jika aku hanya memikirkan hidup untuk hari ini, tidur di mana saja juga lebih baik, daripada kesepian. Hidup itu, harus melihat ke depan. Jika kelak, aku memiliki seorang istri, rumah ini jadi salah satu simbol, jika aku mampu melindunginya. Sudah menjadi tanggung jawabku, untuk memberikan kehidupan yang terjamin, dan fasilitas yang terbaik untuk istri dan anak-anakku nanti," jelas Al sambil menatap Lia yang malah asyik sendiri, matanya sibuk menjelajahi isi rumah." Kenapa juga aku menjelaskan hal ini padamu, percuma saja. Otak kecilmu takkan mampu menangkapnya."
"Ya, ya. Terserahlah. Aku sebagai tamu di sini, bukannya harus mendapatkan suguhan apa gitu, paling enggak dikasih minum kek," ucap Lia yang kini dengan santai merebahkan diri di sofa. Matanya berbinar, saat menyadari betapa nyamannya di sana.
"Tamu, kepalamu botak! Kau babu di sini, kalau lupa!" sarkas Al yang kini lebih memilih melenggang pergi, ke arah kamarnya. Lia mencibir di sana, namun tak berlangsung lama ia kembali tersenyum lebar.
Batinnya menjerit bahagia. Mungkin ada faedahnya jiwanya terlempar ke novel roman picisan ini, dia ikut merasakan kemewahan rumah sang pemeran utama.
Tubuhnya menggelinjang mencari kenyamanan yang lebih, di sofa yang terasa halus nan lembut itu. Kapan lagi ia merasakan sofa mewah, yang hanya ia temui di beranda medsos?
🐒🐒🐒
Al dengan rambutnya yang masih basah, memilih baju tidur di walk-in closet miliknya.
Ia mencopot jubah mandi yang melekat di tubuh, memperlihatkan pahatan sempurna tubuhnya yang kekar. Ponselnya berdering, dengan satu tangan yang masih setia mengancingkan baju, satunya lagi mengangkat panggilan, menyalakan speaker di sana.
"Kau sudah mencari tahu?"
"Maaf, tapi nama Arqelia Putri, belum terdaftar dalam sistem kependudukan. Jadi, pencarian informasi sangat sulit, tidak ada informasi lebih lanjut. Hanya terdapat fakta dia bekerja sebagai OG selama dua tahun di perusahaan," ucap pria di seberang, membuat Al menghentikan sejenak tangannya. Ia melanjutkan kembali, dengan tatapan datar ke arah cermin.
"Cari terus sampai dapat. Aku berfirasat gadis itu jawaban dari semuanya. Sesuatu hal ... yang selama ini menggangguku," ujar Al yang sudah selesai berpakaian.
"Tentu, Pak. Saya akan berusaha maksimal untuk mendapatkan informasi mengenai gadis itu."
Al mematikan ponselnya. Ia mulai mencari selimut, dan bantal baru di almari. Karena kamar tamu tidak pernah dihuni, tentu saja tidak ada barang selain ranjang di sana. Pria itu sedang mencoba berbaik hati, memberi selimut dan bantal untuk pengungsi baru di rumahnya.
Al menuruni tangga, ia menatap seonggok tubuh tak berguna yang sedang terlentang di sofanya dengan mulut menganga. Pria itu menatap jeli, Lia yang kaki kanannya ia sampirkan di bantalan sofa, dan kaki kirinya menjuntai di lantai. Mirip seperti pak tukang kebun yang Al tahu saat tidur siang di tempat peristirahatannya.
Al yang menggeleng pelan, ia melebarkan selimut dan pelan-pelan berjongkok akan menyelimutinya.
Pria itu terjingkat kaget, saat suara ngorok Lia benar-benar keras, menulikan gendang telinga. Al yang jengkel, tadinya ingin hati-hati menyelimuti, kini dengan kasar melempar begitu saja selimut menutupi wajah Lia.
Ia mengamati sejenak pergerakan Lia, barangkali wanita itu terbangun dari tidurnya. Nihil, dia seperti orang pingsan, walau selimut sedang menghalau sedikit pernapasannya.
Dengan senyum miring, Al melempar asal bantal di tangannya ke arah kepala Lia. Mendarat sempurna. Dia tidak akan mati, gara-gara sesak napas, kan? Al masih mengamati.
Ngggggoooookkkkk
Dilihat dari bunyi nyaring ngoroknya, ia tidak akan mati karena bantal itu. Kini pria itu memilih untuk meninggalkan tempat, dan kembali ke kamarnya.
🐒🐒🐒
Byurrrrrrrrrr
Lia yang wajahnya gelagapan, basah akan air, segera terbangun dari tidur cantiknya. Apa ini, apakah ia masuk ke novel lain? Apakah dia sedang jadi tokoh bawang putih yang disiksa ibu tiri?
Lia yang masih mencoba mengumpulkan sisa kesadarannya, kini mengusap wajahnya dengan kasar. Air masih menetes dari helai rambut panjangnya. Ia segera mendongak ke arah seseorang, yang pagi-pagi begini sedang berlakon menjadi ibu tiri.
Alfaro. Pria itu tengah menyeringai dengan gelas besar yang masih berada di tangan. Sungguh bukti yang konkret jika ia adalah dalangnya.
Lia menatap Al bagaikan musuh yang harus ia musnahkan!
"Bagaimana bisa babu bangun lebih siang dari majikan? Jika kau tidak mau diusir dari sini ... BAN-GUN DAN KERJAKAN TUGASMU!" Al dengan nada penuh penekanan, membuat kedua tangan Lia mencengkram erat selimut di pahanya.
Dasar bos gilaaaaaaaa!!! Batin Lia yang benar-benar meronta saat ini.
Note : Selamat tahun baru untuk kalian semua💖
Salam tahun baru juga dari Arqelia dan Alfaro💓...
Di awal tahun ini kita sambang ke rumah Al ya ... Hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
I Get It, Oh ... My CEO!(END)√
Storie d'amoreArqelia Putri, gadis obesitas yang bertransmigrasi ke tubuh gadis cantik nan seksi ... dalam dunia novel. Dari milyaran manusia di bumi, kenapa harus dia, yang mengalami kejadian tidak masuk akal ini? Walau di tengah bingung yang melanda, gadis itu...