55. Aku Mohon

3.2K 465 39
                                    

Devan menyeringai, menatap Lia yang masih pingsan dengan posisi terikat di kursi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devan menyeringai, menatap Lia yang masih pingsan dengan posisi terikat di kursi. Dengan kasar ia menarik rambut panjang gadis itu hingga membuatnya mendongak ke atas.

Di gedung terbengkalai dekat hutan, dengan beberapa pengawal yang berjejer menjaga setiap sudut ruangan. Api unggun di samping kursi Lia, tampak menjilat merah menyala.

Rasa perih dan panas di ubun-ubunnya, akibat jambakan itu masih belum cukup membuatnya sadar. Matanya masih terlalu berat untuk terbuka. Ia hanya dapat melihat samar, bayangan pria yang tengah menyeringai di depannya.

"Apa kau tidak tahu, jika aku bukan tipe penyabar? Cepatlah bangun jalang sialan. Kau masih terlalu dini untuk merasakan kematian," ujarnya sembari memiringkan kepala ke kanan kiri, menelisik wajah cantik Lia. "Aku dengan berbaik hati, akan membantumu untuk segera sadar."

Devan tersenyum miring dengan tatapan bengis. Ia menampar kencang Lia tanpa belas kasih sedikitpun. Tak kunjung sadar, berkali-kali ia melayangkan tamparan ke arahnya.

"Aku sangat membenci gadis lancang sepertimu. Beraninya kau meludahiku, kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa. Aku benar-benar menantikan saat ini. Menghabisimu, dengan tanganku sendiri."

Pipi Lia sudah memerah lebam, dengan darah yang mengalir dari sudut bibirnya, saat Devan menggantinya dengan pukulan. Begitu kuat dan bertenaga.

Satu pukulan ... dua pukulan ... tiga pukulan ... hingga Lia rasanya hampir pingsan kembali karena itu.

Lia terbatuk-batuk mengeluarkan darah dari dalam mulutnya yang terasa anyir, dan remuk. Ia mulai mengumpulkan kesadarannya, dan menatap nyalang ke arah Devan yang mulai berhenti memukuli.

Lagi-lagi Devan menunjukkan seringai mengerikan. Tatapannya tampak mengkilat bangga, saat wajah Lia benar-benar naas saat ini karena ulahnya. Ia mulai mengotak-atik ponsel, menghubungi seseorang.

Ia mengarahkan kamera ponsel ke arah Lia, dengan kekehan keji. "Aku benar-benar melakukan pekerjaan yang bagus. Kau tampil sangat cantik, dengan noda darah dan lebam di wajahmu. Bukankah kekasihmu, harus melihat ini?"

Lia menggertakkan gigi, dengan tatapan tajamnya. Tidak, ia tidak boleh lemah di hadapan bajingan itu. Ia menahan kuat, air mata yang ada di pelupuk. Namun tak elak, beberapa tetes air mata keluar dengan penuh amarah yang terpendam.

🐒🐒🐒

Al yang masih berlarian ke sana kemari, ia mencari keberadaan Lia. Napas yang tersengal-sengal tak membuatnya untuk berhenti berlari. Tatapan yang penuh kecemasan dan ketakutan masih saja terpancar darinya.

Ia tahu benar, beberapa hari terakhir ada seseorang yang menguntit mereka. Bahkan Al mendapat beberapa ancaman surat kaleng. Ia benar-benar meruntuki keputusannya sendiri untuk menyembunyikan hal ini pada Lia. Setidaknya jika ia membicarakan hal ini, mungkin saja gadis itu lebih berhati-hati, dan menjaga dirinya.

I Get It, Oh ... My CEO!(END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang