43. Aku Bilang Tidak Mau!

5.3K 679 80
                                    

Udara malam membuat Lia mengeratkan jaketnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara malam membuat Lia mengeratkan jaketnya. Ia duduk di kursi taman, dengan lembar novel yang masih ia buka halamannya perlahan. Usai membaca keseluruhan adegan baru yang tertulis di sana, ia menghembuskan napas pelan.

Lia menatap sendu ke arah langit yang hitam. Pria tampan yang ia hubungi beberapa saat lalu untuk menjemputnya, kini berjalan menghampiri.

Al tersenyum simpul, ia mendaratkan tubuh di samping Lia. Gadis yang kini dengan gerakan santai, memasukkan novel ke dalam tas.

"Karena seharian ini tidak bertemu ... katakan sejujurnya, kau sangat merindukanku, kan? Padahal nantinya juga berjumpa di rumah. Kenapa, apa menurutmu terlalu lama?" Al mengangguk-angguk sendiri. "Baiklah, mulai sekarang ... aku akan membiarkanmu berada di sisiku. Di manapun dan kapanpun aku pergi. Bukankah dulu, itu yang kau mau?" Pria itu menyeringai, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Lia. "Selalu berada di sampingku." lirihnya dengan senyuman mautnya.

Lia menganga lebar, tak beberapa lama ia tertawa tercengang. Sayang sekali tidak ada sapu pak tukang kebun yang ketinggalan. Kalau tidak, sudah pasti ia menimbuk kepala Al yang kelewat pede.

"Aku hanya ingin mencari angin. Siapa tahu kau hari ini juga membutuhkannya." Lia tahu apa yang terjadi pada Al hari ini. Bagaimana kisah ibu kandungnya, dan ibu tiri Al yang membawanya ke pemakaman sang ibu. Ia hanya ingin menghibur Al. Pria itu mungkin saja dalam keadaan mood buruk hari ini.

Al tertawa renyah. "Kenapa malu-malu segala? Bilang merindukanku, juga tidak masalah." Pria yang sambil menyenggol lengan Lia dengan lengannya, menggoda gadis itu.

Lia berdecak sebal, sebelum ikut tertawa kecil saat Al malah terkekeh.

"Bagaimana pertemuanmu dengan Nyonya Hendra?" Lia mengamati wajah Al dari samping.

"Cukup menyenangkan. Kami bahkan main loncat tali bersama."

"Benarkah?" Lia dengan raut berpikirnya mencoba membayangkan. Rasanya di dalam novel tidak tertulis seperti itu. Apakah adegannya tidak penting, jadi tidak masuk dalam novel?

Al tertawa kecil, ia menjitak pelan kepala gadis itu membuatnya mengaduh seketika. "Bodoh. Aku hanya mengucap asal, kenapa juga sampai berpikir keras seperti itu?"

Lia mendengus sebal. Wajah kesalnya perlahan luruh ... saat mendapati raut sendu Al dan sorot matanya yang sedih, walau senyuman di wajah tampannya tak pernah surut.

"Apa kau baik-baik saja? " suara bernada lembut Lia bertanya, membuat Al menyunggingkan senyuman.

Al menatap lekat ke arah kedua manik mata gadis itu. "Tidak, aku tidak baik-baik saja. Aku masih tidak tahu harus berbuat apa, dan bersikap bagaimana." Ekspresi Al menggelap, seakan kebimbangan dan kesedihan sedang bergulat di dalam pikirannya.

"Aku tahu kau harus berbuat apa. Kau juga pasti akan perlahan membaik, usai melakukannya," ujar Lia dengan wajah yakin, usai berpikir beberapa saat.

Al menatapnya dengan satu alis terangkat. Lia bangkit dari duduknya. Ia mengulurkan tangan ke arah Al, dengan tersenyum simpul. "Ayo, kita berkencan."

I Get It, Oh ... My CEO!(END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang