65. Lamaran terburuk?

3.2K 387 12
                                    

Di depan makam sang ayah, Al meletakkan setangkai bunga mawar putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di depan makam sang ayah, Al meletakkan setangkai bunga mawar putih. "Sampai akhir pun ... aku tidak mendengar kata maaf darimu. Walau kau tidak pernah menganggapku anak ... fakta jika aku adalah anakmu tidak berubah bukan? Sama sepertimu, aku juga membenci fakta itu. Aku harap tidak ada lagi penyesalan di antara kita. Mari putuskan hubungan buruk ini ... dan jangan jadi keluargaku, temanku, ataupun musuhku di kehidupan mendatang."

Lia menggengam erat tangan Al. Pria yang bola matanya bergetar itu mencoba tersenyum ke arahnya. Seakan hanya melalui sorot matanya mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

Setelah sekian lama, ini adalah pertama kalinya Al mengunjungi makam sang ayah. Walau setiap pekan ia selalu meluangkan waktu untuk ziarah ke makam ibu panti, namun Al tidak pernah sekalipun mengunjungi makam ayahnya. Kini, usai dari sana Al mampir ke makam ibu panti.

Berbagai bunga tampak memenuhi sekitar makam ibu panti. Walau sudah satu tahun berlalu, makam berjarak lumayan dekat dari ayah Al itu mendapat banyak penghargaan dari masyarakat. Berita akan pengorbanannya menyelamatkan anak-anak yang selalu menghiasi layar hiburan beberapa pekan itu, penuh bela sungkawa dari khalayak umum.

Melihat banyak cinta dan kasih yang di dapat wanita itu, Al menyunggingkan senyumnya. "Sebenarnya aku berencana memborong semua bunga yang indah untuk dibawa kemari tadi. Tapi untuk satu kuntum mawarku pun, sepertinya tak ada tempat."

Al menaruh mawar putih di atas tumpukan karangan bunga di sana. "Anda tidak perlu khawatir. Silvia sudah membaik, dan panti yang baru sudah siap ditempati. Ah, saya juga membawa kabar yang bahagia. Dalam waktu dekat, saya akan punya istri. Anda juga ikut senang, kan? Dia gadis aneh, tapi saya cukup menyukainya."

Lia mencubit pelan pinggang Al dengan raut menahan kesal. "Apa kau bilang? Aku aneh? Benarkah? Baiklah. Lupakan saja kau akan punya istri. Aku tidak mau menikah denganmu."

Al terkekeh geli menatap wajah cemberut Lia. Ia merengkuh tubuh Lia yang meronta dalam pelukannya, ingin melepas diri. "Benar. Kau gadis aneh yang mampu mengubahku tak bisa hidup tanpamu. Aneh, padahal dahulu aku baik-baik saja walau harus sendiri di dunia seluas ini. Tapi sekarang aku tidak bisa membayangkannya, dunia tanpa dirimu di dalamnya. Kau harus berada di sampingku selamanya, kau mengerti? Aku tidak akan pernah melepasmu."

Lia mulai luruh. Gadis itu membalas pelukan Al tak kalah erat. Menyembunyikan sunggingan senyum yang merekah di dada bidang Al. "Justru aku yang tidak akan pernah melepasmu. Kau lebih berharga dari menang lotre berhadiah milyaran."

Al terkekeh kecil. "Kenapa kau membandingkanku dengan lotre? Kau membuatku sedih, tentu saja aku lebih berharga."

"Di kehidupanku sebelumnya tidak ada yang lebih baik dari itu, tahu! Kau tahu, jika kita menang lotre bisa jadi pengangguran kaya raya, tanpa usaha." Lia mendongak, menatap wajah Al di atasnya dengan nada tidak terima.

Pria itu harusnya bersyukur ia dibandingkan dengan pilihan terbaik di dunia. Hampir saja ia membandingkan harga Al dengan rasa hamburger yang tidak ia temui di dunia ini. Rindu yang membuncah karenanya, ia sanggup menanggung itu untuk bersama Al di dunia ini.

I Get It, Oh ... My CEO!(END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang