Chapter 20

2.1K 81 3
                                    

YANG GAK VOTE, FOLLOW, KOMEN. FIKX KALIAN GAK ASIK!





















🌧️🌧️🌧️

🌧️🌧️🌧️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brukkk...

Kepala Binar langsung menoleh ke arah tangga.

Air muka Binar berubah cemas, ia langsung berlari dan meraih tubuh tergeletak Karel.

"Ka..." Binar menggoyang bahu Karel, Pria itu masih menutup mata. Wajahnya pucat pasi.

"Hikss... Karel,"

"BIBI...!!" Teriak Binar disela tangisnya, memanggil Bibi. Tak lama Bibi terlihat berlari tergopoh dari arah belakang, tepatnya dari taman belakang rumah.

"Non... Tuan Muda kenapa lagi?" Bibi membantu Binar, mendudukkan tubuh Karel yang semula terlentang. Dan membuat punggung Karel bersandar pada Bibi.

"Tadi... hikss," Binar mencoba meredakan tangisnya.

"Aku sama Karel ngebahas kematian Om Anggara, Bibi" Adu Binar semakin menangis tersedu.

Ia lupa bahwa dokter Hendra pernah berpesan, Karel tidak boleh dibuat berpikir keras atau yang menyangkut kesakitannya. Kesehatan Karel memburuk semenjak kematian Anggara, mentalnya tertekan ditambah maag kronis yang ia idap setelah kematian daddy-nya.

Dari sana Karel mulai hilang nafsu makan, suka tidak perhatian pada dirinya dan abai akan kesehatannya, Binar menyesal telah melewati batas seperti tadi.

"EDOOO... BONDAN... " Teriak Bibi memanggil bodyguard yang sedang berpatroli di area sekitaran rumah.

Mereka pun masuk dan langsung menyerbu Binar dan Bibi yang tengah menopang Karel.

"Badan Tuan Muda sepertinya panas lagi, kalian bawa dia ke kamar, saya siapkan air hangat dulu" Ujar Bibi memberi perintah diangguki mereka berdua dan langsung mengikuti perintahnya.

"Lohhh kok hidung Tuan Muda mimisan" Bondan terkejut dan cemas saat ia yang bertugas untuk menaikkan Karel ke punggung Edo.

Mendengar itu Binar langsung mengikuti arah pandang Bondan, mata memerah diselimuti beningan hangatnya melotot. Ibu jari Binar naik tanpa ia perintah, mengusap pelan darah yang mengalir lalu mengelapnya ke baju kaos putih yang ia kenakan sehingga melukiskan beberapa cak darah milik Karel hasil dari tangannya sendiri. Membuat siapapun yang melihat ini ikut bersedih atas perlakuan Binar.

"Bibi... aku bersalah" Binar menangis.

Bibi pun beranjak dan membantu Binar untuk berdiri sembari mengamati usaha Edo serta Bondan yang berusaha membawa tubuh lemah Tuan-nya ke lantai atas.

"Non Bi..." Bibi meraih wajah menangis Binar, lantas Binar menatap lekat bercampur sedih ke dalam netra milik Bibi.

"Non Binar tenang, tidak ada yang salah dikejadian ini, jangan salahin diri begini" Bibi mencoba membesarkan hati Binar, berharap gadis cantik ini bisa sedikit tenang karena tubuhnya gemetar hebat saat mengetahui Karel mimisan.

Maaf, Aku TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang