Chapter 27

1.5K 63 0
                                    

POKOKNYA, YANG GAK VOTE, KOMEN, FOLLOW FIX PANTAT KALIAN BISULAN!





























Hahahaha........









Awokawok....



Apaaaaa....















Kangen Binar? Karel? Nicki? Restu? Andre? Kenzo? Zio? Sebut! Entar gue sampein ke mereka.
😂

Oke deh, let's gooo!
🌧️
🌧️
🌧️

"Kenapa kamu nyelametin aku? seharusnya aku mati, lagian aku hidup juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa kamu nyelametin aku? seharusnya aku mati, lagian aku hidup juga... kamu gak akan perduli"

Karel terduduk beberapa jengkal disisi Binar, Pria itu terlihat sedikit frustasi.

Iyaa... karena ia yang nekat berlari ke tengah jalan hanya untuk menuntaskan keinginan Karel waktu itu sehingga membuat dirinya membulatkan tekad buat melakukannya.

Akibat kenekatannya tadi, sopir truk itu pun membanting stir kek kiri dan menabrakkan diri ke pohon besar dipinggir jalan. Beruntung tak ada luka serius dari si Pak sopir, Cuma lecet dibagian dahi kepentok stir dan bagian depan truk yang agak penyok dan lecet parah.

Ia dan Karel pun ganti rugi, diselesaikan secara baik-baik. Si sopir juga terlihat maklum, yang penting hal ini jangan sampai terulang lagi karena pertengkaran kecil dihubungan kaum muda seperti mereka. Binar agak meringis malu mendengar petuah si Pak sopir, padahal pertengkaran mereka bukan karena hubungan kaum muda.

Karel menoleh, keadaannya cukup mengkhawatirkan. Wajah membiru, sudut bibir yang memerah akibat baku hantam tadi sore, rambutnya acak-acakan.

Karel tak berucap melainkan melengos begitu saja meninggalkan Binar sendiri setelah spot jantung yang ia rasakan seusai hadang-menghadang truk tadi, sebelum truk menabraki diri. Karel memang menarik tangannya dan membawanya ke pinggir jalan, menghentak tangannya dari genggaman mereka. Pria itu hanya menatapnya saja, tak berkata apapun setelah aksi yang ia lakukan. Karel menduduki diri di bahu jalan, Binar pun mengikutinya dan berakhir-lah mereka diam-diaman saja sampai sang mentari berubah jadi senja. Menenggelamkan diri ke peraduan, mengistirahatkan sinarnya yang sepanjang hari terbentang luas diatas cakrawala.

Binar memandangi bahu kokoh Karel dengan murung, ia pun menunduk, merutuki diri. Kenapa ia harus malu-maluin diri sendiri? Seharusnya ia bisa menjaga emosi supaya tak berkelanjutan seperti ini, ada otak kenapa harus keras melakukan hal yang tak disukai Tuhan, guna otaknya apa coba?

"Binar... kamu bodoh!"

Ditengah pikiran berbelitnya, Binar tidak tahu saja bahwa Pria di sana terduduk dengan cara menyamping diatas motor, memandangi Binar dengan wajah yang sulit diartikan.

Maaf, Aku TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang