"Kenapa lagunya sedih sekali, kek?" tanya Jihli-si miqote perempuan cilik kepada kakeknya yang sedang melantunkan sebuah kidung denga harpa kecilnya.
Kakeknya tersenyum ketika mendengar pertanyaan lugu cucunya, "Seorang Bard juga harus melantunkan kidung-kidung yang sedih juga, sebagai pengingat, kalau hidup itu tak hanya yang bahagia dan senang saja-tapi ada juga yang sedih dan menderitanya juga." Jawabnya dengan suara lembut.
"Aku tidak suka kidung yang sedih-sedih begitu! Lebih senang kalau dengar yang senang-senang! Kenapa ada yang harus menyanyikan yang sedih-sedih begitu?!" protes Jihli kecil.
Kakeknya hanya tertawa mendengar protes cucunya yang lucu itu, ia pun mengelus-elus kepala cucu semata wayangnya, "Kelak nanti sudah besar kamu akan mengerti." Gumam kakeknya.
*****
"AWAS!!" pekik Dukun Cilik.
Ia langsung tersadar dari lamunan sesaatnya, dan langsung loncat ke belakang sebanyak sepuluh langkah-serudukan maut si raja bajing tanah itu nyari mengenai dirinya untuk kedua kalinya.
Dukun menghela napasnya, "Hampir saja!" desisnya lega.
"Maaf!" ujar si pemanah miqote.
"Anu! Nona pemanah-apakah tidak ada jurus lain lagi selain tembakan ganda dan panah beracun?!"
"Aku punya jurus lain lagi yang lebih kuat! Namanya tembakan kuat yang baru saja diajarkan! Tapi-"
"Tapi apa?!"
"Aku membutuhkan banyak waktu untuk mengumpulkan tenaga semaksimal mungkin untuk supaya punya daya rusak yang lebih hebat!"
"Lakukanlah!"
"Sudah kucoba!-Tapi makhluk besar ini terus mengincarku dari tadi! Aku tak punya waktu untuk mengumpulkan tenaga!"
Dukun Cilik terdiam beberapa saat, seperti memikirkan sesuatu, "Baiklah!-Aku akan jadi umpan untuk menarik perhatiannya, sehingga kau bisa punya banyak waktu untuk jurus itu!"
Si pemanah itu tersentak ketika mendengar ide Dukun, seorang Conjurer yang kemampuan fisiknya dibawahnya juga seorang Lalafell mau coba menahan serangan makhluk yang badannya lebih besar dari dirinya.
"K-Kau gila, yah?!" sergah pemanah itu tak percaya.
"Tidak ada waktu lagi untuk berdebat! Tak ada pilihan lain!" jawab Dukun sembari mengarahkan tongkat sihirnya ke tanah untuk merabut tanah dan bebatuan dan menyambitkannya ke kepala si raja bajing tanah.
Ternyata apa yang dilakukan Dukun membuahkan hasil, raja bajing tanah itu mengalihkan serangannya ke dirinya, si pemanah itu pun langsung menampik keraguannya, ia pun menyiapkan jurus pamungkasnya itu-tembakan maut.
Pusatkan aether ke busur-itu yang ia ingat dari panduan menggunakan jurus itu dari Perkumpulan Pemanah-tanpa bantuan kekuatan aether, busurnya kemungkinan besar akan patah, karena inti dari jurus ini adalah menarik busur sekuat mungkin.
Sebentar lagi-gumam Dukun ketika melihat si pemanah sudah berancang-ancang mau menembakkan jurus pamungkasnya, ia pun harus bersiap-siap untuk cepat mengelak ketika si raja bajing tanah mulai menyeruduknya.
Si bajing tanah sudah memasang kuda-kuda, mengumpulkan seluruh tenaganya untuk mengeluarkan serudukan mautnya-dan serangan itu datang!
"SEKARANG!!" pekik Dukun.
"HIAAHHH!!!.." si pemanah langsung melepaskan anak panahnya ketika ia merasa sudah maksimal mengumpulkan aether-nya.
Tembakan maut ini benar-benar mengerikan-lesatan anak panah yang kencangnya luar biasa menciptakan angin ribut debu lokal yang membutakan mata, namun si pemanah belum beruntung akan jurus pamungkasnya-ternyata ia kalah sepersekian saat, sehingga anak panah mautnya yang direncanakan akan menembus dada si raja bajing tanah, malah menembus kedua pangkal pahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A REALM REBORN ( Final Fantasy XIV Fanfiction )
FantasyCerita ini merupakan fiksi penggemar game J-MMORPG "Final Fantasy XIV : A Realm Reborn" ***** Update cerita dua minggu sekali. ***** Setelah lima tahun lamanya sebuah negri bernama Eorzea, bangkit dari kehancuran hebat yang disebabkan oleh makhluk k...